Kisruh munculnya RUU Permusikan sarat akan dugaan konflik kepentingan para pencetusnya, termasuk Anang Hermansyah yang begitu giat menyerukan RUU Permusikan.
Seperti diinformasikan Tirto.id, RUU Permusikan diawali dari diskusi antara Komisi X DPR RI dengan organisasi-organisasi industri musik seperti Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI), Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), Asosiasi Pengusaha Rekaman Indonesia (APRI), Asosiasi Penerbit Musik Indonesia (APMINDO), Wahana Musik Indonesia (WAMI). Diskusi ini terjadi pada 30 Maret 2015.
Tidak heran RUU Permusikan lalu memberikan kesan bahwa kegiatan industri musik hanya bisa dilakukan perusahaan-perusahaan besar (major label) dan mengesampingkan jalur independen.
Sementara, Anang Hermansyah adalah pejabat dengan jabatan rangkap. Selain anggota komisi X DPR RI, ternyata ia juga merupakan ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Musik (LSPM) dan ketua harian PAPPRI. Lengkap sudah.Â
Tidak heran kemudian RUU Permusikan lalu memaksakan uji kompetensi sebagai persyaratan sertifikasi kepada semua yang mau menjadi musisi.
Dugaan kuat  'persekongkolan' ini sudah ramai dinyatakan berbagai pihak di media-media.Â
Selain pemaksaan sistem sertifikasi musisi yang mendiskriminasikan para talenta Indonesia, pemaksaan proses industri yang 'hanya bisa' dilakukan major label, RUU ini juga lantas membatasi kreatifitas dan  aspirasi para seniman dalam pembuatan karya musik. Penjelasan mengenai kejanggalan RUU Permusikan lihat di sini.Â
Yang saya tidak habis pikir juga, ternyata naskah akademik RUU Permusikan adalah kutipan-kutipan dari makalah anak SMK yang diunggah ke sebuah blog. Yang benar saja..!?
Untuk regulasi hukum level undang-undang, mereka membuat ketetapan UU dari hasil makalah sekelas SMK. Dunia musik Indonesia tidak cukup hanya dengan hasil penelitian satu orang (untuk makalah SMK), setidaknya kita membutuhkan ratusan ahli dan para profesional untuk keperluan membuat undang-undang industri musik.
Jadi, dilihat dari jabatan rangkap Mr. Anang Hermansyah dan pihak-pihak yang diajak berembuk di awal-awal diskusi, tanpa melibatkan semua pihak dalam dunia musik, serta tanpa pendalaman materi dan wawasan mengenai dunia musik, RUU Permusikan ini diduga kuat hasil dari konflik kepentingan Anang Hermansyah dan para pegiat bisnis industri besar musik. Kepentingan segelintir pihak..
Untungnya, saat ini RUU Permusikan ditunda untuk dikaji ulang. Terima kasih kepada berbagai pihak dan rekan-rekan seprofesi di berbagai daerah yang bersatu melawan RUU Permusikan dengan gencar.Â
Pun begitu, bagaimanapun juga RUU Permusikan telah terlontarkan.
Anang dkk. setuju RUU ini dikaji ulang, akan tetapi melihat 'siapa' Â yang teribat dalam pengkajian ulang tersebut, termasuk PAPPRI dan Anang sendiri, kita harus waspada dengan perubahan-perubahan RUU Permusikan yang mungkin terjadi. Dan pembuatan undang-undang ini berlangsung di DPR, tempat yang sarat dengan politik dan konflik kepentingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H