Saya juga sempat mendengar kata-kata Sule yang berbunyi “Bau siah..” yang ia lontarkan ke Hj. Bolot (saya tidak ingat tayangan yang kapan). Itu sama seperti program di Kompas TV Jabar berjudul “Persib Aing”. Kata-kata “Sia” dan Aing” adalah bahasa Sunda level bawah/kasar. Sama juga dengan nama band “Changcuters” yang bermakna jorok (artinya celana dalam).
Kata-kata dalam bahasa Sunda tersebut termasuk yang kasar. Mengapa digunakan di tayangan TV..
Di Bandung, anak-anak kecil yang sedang bermain dengan teman-temannya sering saya temukan berkata-kata kasar. Anak kecil sudah bisa memanggil temannya dengan kata “Anjin* siah goblo*..”. Seharusnya program-program TV mengedukasi masyarakat agar lebih baik, bukan malah memperburuk keadaan sosial masyarakat.
Kalau tidak percaya kata-kata “Aing” dan “Sia” itu kasar, Anda coba temui Gubernur Jawa Barat dan tanyakan kabarnya seperti ini:
“Pak Gubernur, kamana wae .. diteangan ku aing, kumaha sia, damang..?”
Atau tanyakan kepada Walikota Bandung:
“Kang Emil, kumaha kabarna sia..?”
Mereka akan tersinggung.
Jadi walaupun menggunakan bahasa daerah pada tayangan TV, gunakanlah bahasa daerah untuk tingkat yang lebih santun (lemes).
Ada lagi perkataan yang seperti ini dari Sule:
“Dulu orang Jepang ngerjain kita, sekarang kita yang ngerjain orang Jepang”. Sule mengatakan itu ke Sdr. Kenta.