Mohon tunggu...
Ronaa Salsabiil
Ronaa Salsabiil Mohon Tunggu... Lainnya - 1st year preclinical student

Menulis tentang topik-topik yang saya minati

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Masalah Kesehatan Reproduksi: PR Bersama, Tenaga Kesehatan Harus Bagaimana?

30 Juni 2022   14:25 Diperbarui: 30 Juni 2022   14:56 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari tingkat teratas, bentuknya bisa berupa penyusunan modul pendidikan seksual dan reproduksi komprehensif yang terstandardisasi dan berlaku secara nasional. Sementara itu, di tingkat masyarakat sendiri, informasi bisa disebarkan melalui puskesmas atau posyandu, baik dengan poster, brosur, maupun penyuluhan langsung.

Di samping itu, tenaga kesehatan juga harus bisa menjadikan fasilitas layanan kesehatan sebagai ruang aman bagi pasien. Salah satu hal terpenting untuk mengatasi sebuah penyakit adalah deteksi dini. Karena berkaitan dengan hal-hal privat, sangat mungkin bagi calon pasien, terutama usia remaja muda, merasa takut atau malu untuk datang ke dokter dan memeriksakan diri. Maka dari itu, kenyamanan pasien saat melakukan pemeriksaan harus benar-benar terjamin. 

Sebagaimana sumpah profesi, tenaga kesehatan harus mampu memperlakukan pasien secara netral, bebas dari penghakiman maupun stigma. 

Dapat dibayangkan, bagaimana bisa penyakit yang kompleks dicegah apabila pasiennya saja merasa takut untuk diperiksa? Contohnya pemeriksaan pap smear yang sering dilakukan untuk deteksi dini kanker serviks, tentu memerlukan kepercayaan antara pasien dan tenaga kesehatan yang melakukan prosedur tersebut.

Dengan argumen di atas pula, tenaga kesehatan juga seharusnya dapat menyadari bahwa media sosial bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, media sosial dapat menjadi media edukasi yang atraktif dan interaktif. Namun, di sisi lain, sudah beberapa kali terjadi kasus viral yang membuat masyarakat jengah akibat konten yang kurang bijak. 

Di antaranya menjadikan proses pemeriksaan fisik yang mungkin invasif terhadap privasi pasien sebagai bahan bercandaan, atau konten-konten yang terasa menghakimi dan membuat calon pasien ragu untuk datang ke dokter. 

Bukan hanya itu, kisah-kisah pengalaman “buruk” dari orang-orang berkaitan dengan pemeriksaan organ reproduksi yang cukup tersorot juga dapat menurunkan kepercayaan pasien terhadap tenaga medis. Oleh karena itu, ketaatan terhadap kode etik serta kesetiaan pada sumpah profesi harus terus dipegang sebagai tenaga kesehatan, baik dokter, bidan, perawat, atau lainnya.

Masalah kesehatan reproduksi memang merupakan PR bersama yang cukup rumit—isunya sensitif, tabu, banyak miskonsepsi dan misinformasi, juga multidimensional. Akan tetapi, dengan kerja sama dari berbagai pihak serta kesiapan tenaga kesehatan untuk melakukan layanan dengan sepenuh hati tanpa stigma, diharapkan perlahan-perlahan masyarakat pun semakin terbuka dengan isu ini. Dengan demikian, titik terang solusi dan penyelesaian masalah ini juga akan terlihat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun