Mohon tunggu...
Rona NisrinaFadhilah
Rona NisrinaFadhilah Mohon Tunggu... Administrasi - Baru Mulai Menulis Blog

Let it flow

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mari Mengenal Lebih Dekat tentang Toxic Parenting

4 Desember 2020   19:57 Diperbarui: 4 Desember 2020   20:11 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biasanya orang tua selalu menyalahkan anak-anak atas apa yang anak tersebut lakukan di dalam rumah tangga. Di sini anak sering dijadikan korban atau kambing hitam atas apa yang terjadi, Ketika si anak lengah orang tua cenderung mencari-cari letak kesalahan dan akhirnya memicu keributan dan terus menerus menyalahkan anak.

Biasanya ada dan tidak ada pujian yang didapat oleh anaknya ataupun berupa apresiasi kecil setelah anaknya mendapatkan sesuatu yang membanggakan.

Di Asia terkenal dengan suatu istilah itu banyak anak banyak rezeki namun itu tidak diimbangi dengan kenyataan atau realita yang ada di lapangan, yang sewajarnya apabila banyaknya lingkaran harus diimbangi dengan ekonomi yang memadai untuk menunjang kebutuhan anak agar mendapat hidup yang lebih ideal.

Karena sia-sia apabila si anak sering dijadikan sebagai investasi di mana mereka menyekolahkan anaknya hingga tinggi namun dengan tujuan agar ketika orang tua sudah lanjut usia mereka ingin hidup nyaman dari anak-anak yang sudah mereka didik di masa kecil hingga dewasa. Sehingga diharapkan si anak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi orang tua dari berbagai macam aspek, baik Kesehatan, rumah tinggal, maupun segi ekonomi yang lain. 

Dan Ketika ternyata si anak tidak memiliki tujuan hidup seperti yang diharapkan orangtua, maka orangtua yang tidak terima akan hal  itu akan mengungkit-ungkit apa yang telah dia berikan, dan tentu akan menimbulkan permasalahan berupa perdebatan yang dapat mengakibatkan kekerasan dan adu mulut.

Kekerasan yang muncul dapat berupa kekerasan secara verbal atau bahkan dari psikologis dan juga kekerasan fisik. Tapi ada juga orang tua yang merusak psikis anak tanpa ada abuse atau kekerasan fisik. Biasanya adu argument anatara orang tua dengan anak menggunakan kalimat – kalimat yang tidak pantas. Dengan itu sangat mungkin kalau si anak menjadi tertekan karena selalu disudutkan.

Toxic parenting itu berasal dari kesalahan didikan orang tua ke anak-anaknya. Anak dari korban toxic parenting akan selalu merasa tersiksa dan kemudian mencari cara untuk keluar dari lingkaran setan itu dengan belajar menjadi orang tua yang baik yang sebagaimana wajarnya dalam mendidik anak. Harapannya agar si anak tidak mengalami apa yang pernah si orang tua alami.
 
Toxic Parenting Merupakan Suatu Perilaku atau tindakan buruk orang tua Terhadap anak yang yang dapat melukai psikis anak baik secara verbal maupun fisik. 

Toxic parenting dikutip dari id.theasianparent.com dijelaskan bahwa orangtua yang melakukan pola asuh toxic parenting cenderung tidak memperlakukan anak-anak mereka dengan hormat sebagai individu. Orangtua juga cenderung tidak mau berkompromi dengan anak, dan tidak bertanggung jawab atas perilaku mereka atau meminta maaf.

A. Faktor yang Menyebabkan Toxic Parenting

Sering kali pola asuh toxic parenting dipicu oleh gangguan mental atau kecanduan yang serius. Selain itu, tentu ada beberapa pemicu lain yang perlu diwaspadai. Misalnya, jika masa kecil orangtua memiliki traumatis, membawa luka akibat pengasuhan yang tidak benar atau disfungsional dalam keluarga, maka toxic parent juga bisa terjadi. 

Salah satu penyebab toxic parenting karena orangtua yang belum sembuh dari luka lamanya yang pernah mengalami cara yang sama, kemudian dilampiaskan dengan cara melukai si anak.  Di Indonesia sendiri sudah melekat dengan budaya “orang tua selalu benar”, padahal orang tua juga manusia yang memiliki kekurangan, kelebihan, dan juga masih butuh belajar. 

Kasus korban toxic parenting yang ada di Indonesia ini banyak didapatkan dari pola asuh otoriter. Menurut Baumrid dalam Stiwart & Koch (1983:96), pola asuh otoriter merupakan pengasuhan yang dilakukan dengan cara memaksa, mengatur, dan bersifat keras. Orang tua menuntut anaknya agar mengikuti semua kemauan dan perintahnya berdampak pada konsekuensi hukuman atau sanksi.

B. Antisipasi Jika Terjadi Toxic Parenting

Setelah menikah luangkan waktu untuk membaca materi tentang toxic parenting karena dengan begitu kita dapat mengetahui lebih banyak hal mengenai cara mendidik anak yang benar dan tentunya membantu perkembangan psikologis anak. Dan juga memiliki pemikiran terbuka dan mau mendengarkan dan mengulurkan bantuan dengan kasih sayang kepada anak ketika si anak membutuhkan itu.

Penjelasan tocix parenting sangat luas tetapi pada  intinya menyebabkan timbul penderitaan pisik dan non fisik terhadap anak.  Penderitaan akan menimbulkan kesengsaraan yang lama, dan hal ini bisa juga dialami oleh perempuan yang berstatus isteri dan anak-anak serta keluarga. Berikut antisipasi yang harus dilakukan

1. Melakukan perencanaan jangka panjang terhadap keluarga baik bagian finansial ataupun edukasi.

2. Harus dikembangkan komunikasi yang intensif antara suami, isteri dan anak-anak.

3. Isteri wajib  mendidik anak sejak kecil, kalau marah jangan memukul dan berkata kasar.

4. Membiasakan diskusi dan musyawarah ketika terjadi perselisihan

5. Jika perselisihan berpotensi menimbulkan kekrasan, salah satu atau kedua-duanya harus meminta kepada orang yang dituakan untuk memediasi.

6. Meningkatkan kedekatan emosional antara ayah ibu serta anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun