Gunung Padang, penelitian lapangan dan peneitian naskah-naskah sejarah menempati posisi yang sangat penting di dalam penelitian penulis lakukan. Naskah kuno penulis kaji untuk memahami bagaimana ideologi kekuasaan dibangun dan dikonstruksikan menggunakan mitos. Selama penulisan ini peneliti menyempatkan diri untuk melakukan tour dan menginap di beberapa desa di Cianjur.
Secara tradisional antropologi sosial budaya membicarakan isu sejarah dan tindakan dalam konteks diankronik dan sinkronik dikotomik secara teoritis. Para ahli antropologi sosial budaya tradisional aliran fungsionalsime ala Redcliffe Brown menganggap sejarah yang dalam disiplin ilmu antropologi dimasukkan dalam diakronik sebagai sesuatu yang statis. Sebaliknyaa , tindakan dalam disiplin antropologi biasanya dianggap sebagai sesuatu konsep yang berorientasi pada gerak, dinamika dan perubahan.
Para ahli sejarah melakukan sebuah pendekatan yang agak berbeda dengan ahli antropologi. Ahli sejarah biasanya melakukan dialog terutama dengan dokumen yang dimilikinya; dan mereka jarang dapat secara langsung melakukan intograsi/interview terhadap pelaku sejarah yang dikajinya. Bagi ahli sejarah, masa kini lazimnya dianggap sebagai sebuah hasil dari masa lampau, dan oleh karena itu , mereka acapkali harus mengandalkan pada proses “restropective reinterpretation”, didalam mengkaji dan menganalisis data yang ditemukan dan dimilikinya. Sedangkan , apa yang menjadi perhatian utama antropologi adalah interkonektisitas berbagai peristiwa serta berbagai macam sumber struktur gagasan-gagasan, nilai-nilai maupun relasi-relasi sosial yang ada, bukan dari perspektif masa lampau melainkan dari perspektif masa kini. Meskipun bisa saja masa lampau dijadikan sesuatu sumber bersifat imperatif yang mempunyai kontrol tindakan seseorang dalam masyarakat.
Levi-strauss menolak pendekatan diakronis sejarah, Strauss merupakan tokoh antropologi struktural(Levi-Strauss ,1963,hlm 18).mengembangkan bahasa sebagai satu objek kajian ilmiah, maka antropologi struktural lebih memilih sistem dibandingkan dengan peristiwa(event), ataupun sinkroni dibandingkan diakroni. Kemudian Saussure memisahkan struktur dan sejarah, karena tidak mungkin dapat dianalisis secara sistematis apabila bahasa tidak ditanggapi sebagai satu fenomena kolektif bersifat otonom dan acak(arbituary).
Gagasan diatas hampir sama dengan Kant dengan kategori “community” , kant memperlakukan rancangan dengan “community” dengan bersandarkan dengan penilaian temporal tersendiri, sehingga community itu kemudian dilihat sebagai sebuah kesatuan yang utuh dari berbagai macam kesatuan yang saling terikat dan menentukan satu sama lainnya; sebagai sesuatu yang terkondinasikan satu sama lain, bukannya sesuatu yang tersubordinasikan satu sama lainn, layaknya satu himpunan yang bersifat timbal balik antara yang satu dengan lainny( Emmanual Kant, hlm. 117).
Alam Fisik Cianjur Selayang Pandang Gunung Padang
Situs Gunung Padang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megatilikum di Jawa Barat.Tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karya Mukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.Lokasi dapat dicapai 20 kilometer dari persimpangan kota kecamatan WarungKondang, dijalan antara Kota Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 m², terletak pada ketinggian 885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha, menjadikannya sebagai komplekspunden berundak terbesar diAsia Tenggara(http://id.wikipedia.org/).
Kabupaten Cianjur, adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Jabar, Indonesia. Ibukotanya terletak di kecamatanCianjur. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten BogordanKabupaten Purwakartadi Utara ,, dan Kab. Gaurtdi timur.
Sakral dan Profan
Ketika saya membaca buku The Sacred and The Profane (1957) ternyata tidak mudah untuk dipahami begitu saja, ketika keduanya sakral dan profan dijajarkan di hadapan kita, bisa jadi pertama-tama yang timbul dihadapan kita adalah tidak bisa dipisahkan keduanya. Sebuah pengantar singkat dalam memahami agama langkah pertama yang harus diambil Eliade bahwa para sejarawan harus “keluar” dari peradaban modern.
Dalam menginjakkan kaki di Gunung Padang melihat ketinggian sebuah tempat dengan ribuan batu terhampar luas, apa yang kita dapati ditengah-tengah masyarakat tersebut adalah sebuah kehidupan yang berada diantara dua wilayah yang terpisah , sakral dan profan. Profan adalah bidang dimana kehidupan sehari-hari dilakukan secara teratur dan sebetulnya tidak begitu penting. Sementara sakral adalah wilayah supernatural , sesuatu yang ekstraordinasi, tidak mudah dilupakan dan teramat sangat penting. Profan itu mudah hilang dan terlupakan , hanya sebuah bayangan, sebaliknya yang sakral itu gerak abadi, penuh substansi dan realitas. Profan dimana manusia berbuat salah , selalu mengalami perubahan dan terkadang dipenuhi chaos.
Saat Durkheim berbicara tentang Sakral dan Profan , dia selalu berpikir dalam konteks masyarakat dan kebutuhannya.sakral menurut Durkheim adalah masalah sosial berkaitan dengan individu , Sakral sesuatu yang ghaib, namun sebenarnya dia adalah bagian permukaan dari sesuatu yang dalam lagi(Durkheim, 165). Bagi Eliade agama berpusat pada sesuatu yang sakral, bukan sekedar menggambarkan agama seperti yang dilihat dari kaca mata sosial.
Disini nampaknya Elidae mengambil daari Rudolf Otto (Idea of Holy), Otto menggunakan konsep Sakral , namun tidak menggunakannya dalam konsep kehidupan sosial atau kebutuhan sosial (Otto, hlm. 287). Pengalaman manusia di muka bumi tentunya sangat jelas dan dramatis. Pada satu saat dalam kehidupan manusia , pernah merasakan sesuaatu yang luar biasa dan sangat kuat. Mereka sangat terpukau oleh satu realitas yang sama sekali berbeda dengan diri mereka sendiri, sesutau yang mengagumkan, misteris , dahsyat dan teramat indah. Itulah kemudian pengalam tentang Yang Suci (The Holy) merupakan salah satu jumpaan yang Sakral.
Sakral dan Profan merupakan keduanya ada dalam agama, serta garis yang sangat sedikit sulit untuk kemudian memisahkannya, dalam sesutu kelakukan untuk menuju kesakralan terkadang pasti mempersembahkan sesuatu pengorbanan (sacrifice), ha ini kemudian membuat beberapa orang untuk melakukan sebuah pengorbanan untuk kesakralan.
Carrasco dalam bukunya City of Sacrifice, menyatakan bahwa kekerasan sebenarnya sesuatu esensial bagi agama. Ia sendiri mencontohkan berdasarkan studnya, penyakralan geografi oleh bangsa Aztec dan Maya di America Tengah melalui sebuah ritus pengorbanan manusia. jika benar pandangan Garascco bahwa kekerasan adalah hal essensial bagi agama, maka cara masuk akal untuk memahaminya adalah dengan menempatkannya sebagai sesuatu inheren, di dalam agama , agama bukan sekedar memotivasi orang melakukan tindakan yang digolongkan sebagai kekerasan, tetapi kekerasan sendiri punya arti penting yang memungkinkan agama-agama bagi kehidupan manusia.
MITOS Gunung Padang
Gunung Padang, bak cerita dongeng 1001 malam. Kemunculan situs megalitikum ini ke panggung nasional dibumbui sejumlah cerita legenda. Mulai dari harta karun, atlantis yang hilang, makhluk asing, piramida, kekuatan mistis, Prabu Siliwangi, dan aneka cerita lainnya. Percaya nggak percaya!
Kini eskavasi dilakukan di Gunung Padang, Cianjur. Tim arkeolog dan geolog dari tim Terpadu Riset Mandiri, mengungkap sejarah yang tersimpan di Gunung Padang. Mungkin, dengan ekskvasi bisa terungkap segala mitos dan legenda yang selama ini terlanjur beredar dan membumbui situs bersejarah itu.
Soal cerita Gunung Padang termasuk berbagai mitosnya juga disebut dalam buku arkeolog Ali Akbar yang juga tergabung dalam Tim Terpadu Riset Mandiri, 'Situs Gunung Padang Misteri dan Arkeologi'. Ali memasukkan mitos Gunung Padang ke dalam bab tersendiri yakni di bab 3.
"Misteri muncul sebagai konsekuensi logis akibat minimnya penelitian yang dapat menjawab pertanyaan seputar Gunung Padang," tulis Ali seperti dikutip dari bukunya, Selasa (22/09/2014).
Satu hal yang perlu digaris bawahi dalam rangka mencari yang sakral, yaitu bukan untuk ditemukan kemudian di deskripsikan. Bagaimana sesuatu kehidupan manusia dan pengalaman manusia yang berbeda dapat di deskripsikan dalam bentuk pengalaman yang sama? Hal ini tentunya dapat di jawab oleh Eliade dalam bukunya The Myths of Eternal Return. Melalui sebuah pengalam tidak langsung”Indirect experience” sebuah bahasa yang Sakral dapat ditemukan dalam simbol dan mitos.
Simbol didasarkan pada sebuah perinsip kemiripan atau analogi. Kualitas, bentuk dan karakter –karakter sesuatu yang menyebabkan kita berkesimpulan bahwa sessutau(Being) itu sama dengan sesuatu(being) yang lain. Dalam sebuah pengalaman keagamaan , terdapat hal-hal yang kelihatannya sama dengan memberikan petunjuk mengenai alam supernatural. Mitos-mitos sebenarnya juga merupakan simbol-simbol narasi. Mitos bukanlah hanya sekedar sebuah imajinasi atau pertanda, melainkan imajinasi dibuat cerita kemudian mengisahkannya dengan dewa-dewa, keilahian, leluhur , para kesatria(pahlawan) biasanya kemudian di ciptakan setelah berhasil merekonstruksi mitos yang diharapkan.
Mari kita melihat bagaimana cara bekerja sebuah simbol, satu yang perlu ditekankan, bahwa apa saja dalam kehidupan ini bersifat biasa-biasa saja karena bagian dari pada yang profan. Dia ada hanya untuk dirinya sendiri. Tapi, dalam waktu tertentu, yang Profan dapat dijadikan yang Sakral. Sebuah batu, api, batu bata, hewan kerbau , kayu, bisa menjadi sebuah sesuatu yang sakral . jika sesorang kemudian meyakininya. Jadi seluruh objek simbolik itu bisa dimiliki sebuah karakter ganda, tergantung cara pandang kita, disatu sisi Gunung Padang hanya sesuatu yang Profan pada saat itu, namun kini kemudian pemerintah mencoba membuat sebuah gerak sejarah agar Gunung Padang menjadi sebuah yang Sakral, disatu sisi Gunung Padang tetaplah seperti sediakala, disisi lain bisa berubah menjadi sesuatu yang berbeda dari sebelumnya.
Bancakan 24 Triliyun
Pemerintah menggelontorkan uang 24 Trilyun untuk mengkonstruksi gerak sejarah Gunung Padang Cianjur, seperti yang diberitakan oleh Tempo(http://www.tempo.co/read/news/2014/09/18/058607783/Teliti-Situs-Gunung-Padang-Dialokasikan-Rp-24-T), dana ini diambil dari dana abadi, dalam hal ini akan melakukan tiga fase dalam mengungkap sejarah peradaban kehidupan, yakni fase penelitian, fase konservasi, dan fase promosi. Pada fase penelitian yang paling menonjol adalah akademik hipotesis.
Uang sebesar itu kemudian menjadi sebuah bahan bancakan bagi beberapa peneliti, sepanjang jalur terdapat umbul-umbul hijau, entah masyarakat atau petugas berseragam sangat banyak diGunung Padang.
Dalam penggalian situs Gunung Padang sekarang sedang dibangun sebuah landasan Helikopter untuk singgah President Susilo Bambang Yudhiono, direncakan bulan Oktober 2014, sepertinya mega projek ini akan menjadi ladang bersama beberapa instansi pemerinahan. Lantas dimana masyarakat sekitar Gunung Padang apa yang mereka dapatkan? Masyarakat di sekitar Gunung Padang sangat memprihatinkan rumah mereka sangat menyayatkan hati, sekolah dasar seperti akan roboh, mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani kebun lepas.
Dalam menciptakan dari Profan ke Sakral (Sakral modrn; Pariwisata) tentunya hanya menguntungkan beberapa instansi golongan saja, namun tidak berimbas kepada masyarakat Gunung Padang, kita kembali dalam penciptaan Profan ke Sakral saat zaman dulu(kuno,primitif) misalnya , kota Jerussalem yang disucikan dan diagungkan oleh umat Yahudi(Jewish), walaupun disatu sisi Jerussalem sampai saat ini hanyalah sebuah sebuah tanah gurun pasir, tapi disisi lain tak seorang pundari umat Yahudi(Jewish) beranggapan seperti itu. Sama halnya Ka’bah yang disucikan dan dimulyakan oleh umat Muslim seluruh dunia, walaupun disatu sisi Ka’bah hanyalah sebuah sebongkah batu biasa, tapi disisi lain tak seorang pun dari Umat Nabi Muhammad SAW yang beriman beranggapan seperti itu, dengan menganggapnya sebuah batu seamat. Semuanya berawal dari sebuah hierophany yang teramat cepat ketika menemukan Ka’bah atau Jerusssalem tanah yang diajanjikan langsung disentuh oleh yang Sakral, maka objek Profan ini berubah. Saat ini dia bukan hanya sebuah batu,tanah biasa , tapi sebuah objek suci dan menakjubkan . didalamnya terkandung yang Sakral.
(Terlepas dari benar tidaknya sebuah mitos bernama Gunung Padang setidaknya apresiasi tinggi terhadap pemerintah pusat dan daerah, meski dengan dana begitu menakjubkan penulis tidak yakin setelah melihat langsung kemudian menggali informasi bahwa Gunung Padang lebih besar, lebih tua dari Piramida Mesir. Trmksh Team MISB Bintaro, Jakarta 2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H