Mohon tunggu...
Romy Roys
Romy Roys Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Muhammadiyah 2 Depok

Demi menghemat kertas, maka ku pilih kompasiana untuk mencurahkan isi pikiran dan hatiku...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lin Lin Pantang Menyerah

3 Januari 2021   04:37 Diperbarui: 3 Januari 2021   04:38 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang hari, matahari bersinar terik. Lin Lin si kelinci asyik bermain di rerumputan hijau bersama Sanwa si kambing kecil. Mereka tak menghiraukan panas yang dipancarkan sang surya. Lin Lin berguling-guling sambil makan rumput muda. Sanwa pun mengikuti setiap tingkah Lin Lin. Mereka bersahabat baik. Kedua binatang lucu itu pun berguling-guling sambil tertawa bahagia.

"Sanwa, yuk main egrang!" ajak Lin Lin. "Tanah di sini datar, pasti asyik kalau kita bermain egrang. Kita akan melihat lebih jauh." Lin Lin meyakinkan Sanwa.

Sanwa tampak berpikir dan menjawab, "Aku takut ketinggian Lin Lin. Aku belum pernah bermain egrang. Aku bisa jatuh dan pasti sakit."

"Sanwa, aku kan pandai bermain egrang. Aku bisa mengajarimu bermain dengan baik. Aku akan menjagamu!" Lin Lin meyakinkan Sanwa. "Kan bermain egrang tidak berbahaya. Ketika kita naik di bambu, kita bisa melihat pemandangan lebih jauh dan indah."

Sanwa tetap menolak ajakan Lin Lin. Lin Lin pun mengambil egrang dan mulai bermain. Dia melangkahkan egrang dengan gesit, segesit ketika dia melompat. Lin Lin tampak ahli bermain egrang. Mata Lin Lin tertuju ke arah depan, dia melihat ada sebuah pohon apel yang berbuah lebat. Kemudian dia mengambil gawai dalam kantongnya. Dengan cekatan, dia memotret pohon apel yang menggiurkan itu.

"Sanwa, lihat. Apa yang aku potret." Lin Lin menunjukkan foto pohon apel.

"Wah, enaknya. Betapa nikmat jika panas-panas seperti ini, kita makan apel ya Lin!"

"Bagaimana kalau kita ke sana. Kita bisa memetik beberapa buah dan dahaga kita akan segera hilang!" Lin Lin tampak bersemangat.

Mereka pun berjalan menuju pohon apel yang dipotret Lin Lin. Jarak pohon apel dengan tempat bermain mereka cukup jauh. Lin Lin tidak lupa membawa egrang.

Kedua binatang itu pun saling pandang. Ternyata pohon apel itu tinggi. Lin Lin melompat sekuat tenaga, tetapi belum berhasil. Sanwa mencoba memanjat, tetapi belum sampai satu meter, Sanwa sudah melorot ke bawah lagi. Lima belas menit berlalu, mereka berdua belum mendapatkan satu apel pun. Dahaga semakin melanda. Tenggorokan Sanwa tampak kering begitu juga Lin Lin.

Mereka duduk di bawah pohon apel, menunggu angin yang mungkin akan menjatuhkan satu atau dua apel. Setengah jam berlalu, angin tak juga berhembus. Bahkan sepoi pun tidak. Mereka dalam keputusasaan.

Tiba-tiba Lin Lin bangkit dari duduk. Dia memegang egrang.

"Kenapa aku lupa dengan egrang ini. Bukankah kalau aku naik egrang, aku bisa lebih tinggi." Sambil tersenyum, Lin Lin memosisikan egrang untuk dinaiki.

Dan hup...Lin Lin pun dengan lincah naik egrang dan berjalan menuju buah apel yang bisa dijangkau. Lin Lin mengambil satu buah, kemudian meminta Sanwa menangkapnya. Satu...hup...dua..hup...tiga..empat.  

"Cukup Lin Lin, empat saja. Jika terlalu banyak tidak termakan. Sayang buahnya. Biarkan binatang lain juga bisa menikmati apel itu." Teriak Sanwa.

"Siap bos!" jawab Lin Lin sambil turun dari egrang.

Mereka pun melahap buah apel yang manis dan segar itu.

"Alhamdulillah, dahaga kita terobati. Terima kasih ya Lin Lin, kamu hebat sekali."

"Aku bukan hebat, tapi berpikir saja bagaimana agar bisa mendapatkan apel itu."

"Lin, maukah kamu mengajariku bermain egrang. Aku ingin belajar." Sanwa meminta diajarkan bermain egrang. Wajah Lin Lin tampak gembira mendengar sahabatnya meminta diajarkan bermain egrang.

Kemudian Lin Lin pun membantu Sanwa belajar bermain egrang. Setelah satu jam, akhirnya Sanwa pun bisa bermain. Kebahagiaan Sanwa terpancar dari matanya. Kini Sanwa bisa melihat keindahan lebih jauh berkat semangat yang ditularkan Lin Lin.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun