Bagi para pelaku usaha di bidang perikanan budidaya tentu sudah mafhum kalau pakan merupakan salah satu komponen terbesar dalam biaya produksi. Besarnya biaya pakan ini umumnya ditentukan oleh bahan penyusun pakan, tingkat kualitas pakan serta teknik pembuatan pakan yang digunakan.Â
Untuk bahan, suplementasi asam amino spesifik yang dibutuhkan serta penggunaan tepung ikan sebagai sumber protein utama masih menjadi salah satu komponen pembiayaan yang cukup besar. Saat ini, tepung ikan masih berada dikisaran USD $ 1,200 -- 1,600 per ton dan harga ini bahkan bisa lebih mahal lagi bila kondisi cuaca mempengaruhi jumlah hasil tangkapan.Â
Untuk mengatasi permasalahan ini, beberapa bahan alternatif pengganti tepung ikan sudah secara komprehensif diteliti, seperti halnya penggunaan tepung kedelai, jagung, bungkil kelapa hingga dedak halus.
Dari beberapa bahan alternatif tersebut, kedelai menjadi salah satu pilihan utama karena memiliki kandungan protein yang cukup komparatif, daya cerna yang cukup tinggi, serta tersedia secara berkelanjutan.Â
Namun, penggunaan protein kedelai dalam jumlah besar dalam formulasi pakan terhambat oleh beberapa faktor seperti rendahnya kadar beberapa asam amino, seperti lysine, methionine dan cysteine juga faktor anti-nutrisi, seperti antitripsin, hemaglutinin, asam fitat dan oligosakarida yang dapat menyebabkan rendahnya tingkat penyerapan dan pemanfaatan nutrisi yang akhirnya menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan ikan hingga kemungkinan adanya perubahan morfologi pada usus bagian belakang.
Untuk mengatasi beberapa hambatan tersebut, beberapa teknik pengolahan lanjutan tepung kedelai dapat digunakan, seperti proses fermentasi, ekstraksi menggunakan alkohol atau ekstraksi protein kedelai melalui penggunaan enzim. Seluruh proses ini secara umum dapat meningkatkan level protein pada tepung kedelai dan bahkan mampu menyamai level protein yang dimiliki oleh tepung ikan.Â
Proses fermentasi umumnya dilakukan dengan menggunakan beberapa mikroorganisme seperti Bacillus subtilis, Aspergillus oryzae, Lactobacillus plantarum atau Candida utilis. Isolat mikroorganisme ini dapat diperbanyak misalnya dengan menggunakan media nutrient broth (NB) dan diinkubasi dalam rotary shaker di kecepatan 150 rpm selama 24 jam di suhu 40 0C.Â
Kedelai yang akan difermentasi kemudian diinokulasi dengan mikroorganisme ini dengan konsentrasi optimal berada di kisaran 107 CFU/mL. Campuran bahan kemudian diaduk dengan menggunakan batang gelas dan proses fermentasi dilakukan dengan menempatkan campuran ini di inkubator pada suhu optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan selama 48 jam.Â
Selama proses fermentasi, pengadukan dapat dilakukan beberapa kali untuk memastikan proses berlangsung dengan baik. Setelah fermentasi, campuran bahan dapat dikeringkan di suhu 50 0C sampai kelembapan kurang dari 10 0C. Seluruh protokol ini dapat dimodifikasi sesuai dengan jenis sumber protein dan mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi.Â
Beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa proses fermentasi ini mampu meningkatkan konsentrasi protein dari bahan baku yang digunakan, mengurangi level anti-nutrisi pada tepung kedelai dan meningkatkan jumlah peptide yang berguna untuk akselerasi penyerapan dan pencernaan nutrisi. Selain menggunakan proses diatas, para pembudidaya juga dapat menggunakan produk komersil tepung kedelai hasil fermentasi yang saat ini telah tersedia di pasar dan dapat digunakan secara langsung dalam pembuatan pakan.
Selain fermentasi, ekstraksi protein dengan menggunakan alcohol untuk menghasilkan konsentrat protein kedelai atau dengan menggunakan enzim juga dapat dilakukan. Proses yang dilakukan dapat mengikuti prinsip-prinsip umum ekstraksi dan kondisi yang dibutuhkan untuk optimalisasi kerja enzim.Â