Mohon tunggu...
Romi Suradi
Romi Suradi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Pembelajar dari masa ke masa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Intoleransi "Garis Keras"?

10 November 2019   19:30 Diperbarui: 10 November 2019   20:11 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Video ceramah yang isinya mengaitkan salib dengan jin kafir sedang viral di media sosial sejak beberapa hari lalu belakangan berbuntut panjang. Ceramah tersebut dianggap mengganggu ketertiban umum dan isi ceramahnya dinilai berpotensi menimbulkan keributan di publik.

Alasan pelaporan dilakukan dengan alasan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk membela agama tertentu, tapi murni untuk ketenangan dan ketertiban masyarakat. Sungguh hal yang aneh kalau ceramah dianggap mengganggu.

Wacana toleransi atau intoleransi terus-menerus dihembuskan tanpa henti. Berbagai macam laporan dan tindakan yang dianggap intoleran selalu diperkarakan dan menjadi pembahasan yang penting. Seolah negeri ini darurat intoleransi.

Masalahnya lagi sikap intoleran selalu tertuju kepada umat islam. Seakan di negeri ini umat Islam tidak toleran. Beberapa survey dan penelitian pun dilakukan untuk mendukung hal tersebut.

Intoleransi (ketidaktoleranan) kadang dikaitkan dengan tindak kekerasan termasuk ujaran kebencian. Tindakan ini sering oleh sekelompok orang dijadikan alasan untuk menuding kaum Muslim sebagai kelompok yang paling tidak toleran dengan penganut keyakinan lain.

Padahal ceramah, nasehat ataupun ajaran agama kepada umat islam sendiri sebenarnya dapat diibaratkan sebagai orangtua yang mengingatkan anaknya agar jangan bermain sampai larut malam, namun yang protes tetangganya karena melanggar hak asasi anak. Dan menganggap isi ceramah itu mengganggu ketenangan dan ketertiban umum.

PENISTAAN AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
Di Indonesia, penistaan agama diatur dalam Perpres No. 1 tahun 1965 tentang Larangan Penistaan Agama. Norma pada Perpres tersebut masuk dalam KUHPidana kita, yaitu pada Pasal 156(a).

"Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Sedangkan dalam islam disebutkan dalam kitab Nizhm al-'Uqbt [abdurrahman Almaliki dan Ahmad ad-Da'ur, 2011], dijelaskan beberapa tindakan yang dikategorikan menodai agama Islam beserta sanksi yang dapat diterapkan negara atas pelakunya:

a) seseorang yang melakukan propaganda ideologi atau pemikiran kufur diancam hukuman penjara mulai dari 2 tahun hingga 10 tahun. Jika ia seorang Muslim maka sanksinya adalah sanksi murtad, yakni dibunuh;

b) seseorang yang menulis atau menyerukan seruan yang mengandung celaan terhadap akidah kaum Muslim diancam 5-15 tahun. Jika celaan tersebut masuk dalam kategori murtad maka pelakunya (jika Muslim) dibunuh;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun