Coba simak anekdot di bawah ini;
Di sebuah peternakan bebek, ada 25 ekor bebek betina dan seekor bebek pejantan. Karena bebek pejantan sudah melewati masa produktif, si pemilik peternakan membeli seekor lagi bebek pejantan muda. Alhasil, si bebek tua-pun merasa tersaingi dengan kehadiran sang pejantan muda, maka terjadilah percakapan berikut antara keduanya;
Bebek Tua : "He, kamu jangan serakah! Bebek betina ada 25, kamu boleh ambil 15 dan sisanya saya"
Bebek Muda : "Tidak bisa! Kamu sudah tua dan loyo, semua betina akan jadi milikku"
Bebek Tua : "Kalau begitu kita lomba saja! Siapa yang jadi pemenang boleh ambil semua betina"
Bebek Muda : "Boleh, mau lomba apa?"
Bebek Tua : "Lari 100 meter, gimana?"
Bebek Muda : "Ok, gak masalah"
Bebek Tua : "Karena aku sudah tua, aku minta lari duluan kira-kira 15 meter di depan-mu?"
Bebek Muda : "Boleh!"
Lomba lari pun dimulai. Sesuai kesepakatan bebek tua lari duluan 15 meter, kemudian bebek muda menyusul. Saat nyaris mendahului si bebek tua, bebek muda menggelepar dan mati karena disambit oleh si pemilik peternakan. Sambil memungut bebek muda tadi, si pemilik menggurutu;
Pemilik : "Sial, ini bebek muda homo kesepuluh yang aku beli bulan ini. Bukannya mengejar betina, malah memburu bebek tua jantan, edan tenan!"
Apa yang bisa petik dari cerita fabel ini? Mari kita tinjau dari berbagai sudut pandang.
- Perilaku ingin mendapatkan semua dan segalanya adalah ambisi orang muda. Kerapkali ambisi menjadi batu sandungan, bahkan berbuah musibah besar (betapa si bebek muda menginginkan semua betina menjadi miliknya)
- Karena merasa masih muda dan kuat seringkali kita lupa dengan "kebijaksanaan" pemikiran orang-orang yang lebih dulu mengecap asam garam kehidupan. Tua bukan berarti lemah, namun mampu melihat hidup dan kehidupan dari berbagai sudut pandang (si bebek tua memberi solusi kepada bebek muda agar berbagi betina dengan komposisi yang muda mendapat porsi lebih banyak, toh karena sudah tua suatu saat ia akan mati dan semua betina bisa menjadi milik bebek muda)
- Apa yang kita lihat dengan mata kepala terkadang bukan kebenaran sesungguhya. Mencari tahu asal-muasal, sebab-musabab, cek dan ricek, penting dilakukan agar tidak terjebak dalam hal subjektivitas. Untuk menjadi pengadil dengan menggunakan asumsi dan persepsi memiliki kecenderungan mendapatkan informasi dan keputusan yang salah (si pemilik peternakan tanpa mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi di antara kedua bebek jantan berasumsi bahwa telah terjadi kekeliruan yang dilakukan si bebek muda)
Selamat membaca, dan semoga kita bisa lebih bijaksana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H