Oleh: Romi Ilham S.Kom., M.M, Dosen STIE Perbanas Surabaya
Wabah pandemi covid-19 sudah melanda dunia, dalam waktu kurang dari tiga bulan sudah menyebar hingga 200 negara dan menyebabkan ratusan ribu orang meninggal, termasuk di Indonesia.Â
Adanya penerapan social distancing yang digalakkan oleh pemerintah telah berdampak pada berbagai aspek kehidupan, dari sektor ekonomi, transportasi, pariwisata, pendidikan hingga memudarnya interaksi sosial.Â
Bahkan saat ini di kota-kota besar penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah dilakukan yang membuat ruang gerak masyarakat menjadi makin terbatas. Sehingga muncul istilah Bekerja Dari Rumah (BDR) / Work From Home (WFH) sebagai solusi penyebaran wabah virus covid19 dalam mengurangi risiko penularan.
Perkembangan teknologi informasi saat ini telah mendukung untuk dilakukannya BDR, dengan berbagai alat dan aplikasi yang memadai. Adanya model kerja secara BDR merupakan sebuah ujian bagi para pemimpin untuk dapat mentransformasi ketidakbiasaan dan ketidakpastian dalam organisasi ditengah pandemi, sehingga dibutuhkan peran pemimpin yang kekinian, yang mampu beradaptasi dengan kondisi saat ini.
Peran Kepemimpinan Digital
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai interaksi antara pemimpin dengan pengikutnya dalam kegiatan membimbing dan mengawasi suatu pekerjaan demi tercapainya tujuan organisasi bahkan tujuan pribadi pemimpin.Â
Dalam artikel ini, akan mengeksplorasi gaya kepemimpinan digital yang dapat membantu para pemimpin dalam menavigasi organisasi ditengah pandemi dan meningkatkan produktifitas pengikutnya.
Kepemimpinan digital sendiri merupakan gaya kepemimpinan yang memanfaatkan teknologi dalam melakukan pekerjaan guna mencapai tujuan organisasi dan kepuasan pengikutnya. Ada tiga syarat yang membentuk gaya kepemimpinan digital.Â
Pertama adalah Informasi Digital, penerapan komunikasi informasi secara digital dilakukan antara pemimpin dengan pengikut, lebih dari itu, seperti tanda tangan, pengumpulan dan penyebaran informasi juga dapat dilakukan secara digital.Â
Kedua adalah penduduk asli digital atau dikenal sebagai digital native, menurut Mark Prensky, digital native merupakan seorang individu yang lahir setelah adopsi teknologi digital.Â
Survey dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan pengguna internet pada tahun 2018 sudah 171,17 juta pengguna dari berbagai provinsi, dan menurut Polling Indonesia berkerjasama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2018, penetrasi pengguna internet dengan rata-rata usia 15 hingga 39 tahun menempati lima urutan teratas.Â
Oleh karena itu, pada dasarnya banyak penduduk asli digital di Indonesia, sehingga penerapan secara digital ini dikatakan dapat berjalan dengan baik. Ketiga adalah Alat Digital / Digital tools, yang merupakan penggunaan teknologi internet, komputer dan perangkat mobile dimana saat ini sudah cukup familiar. Sehingga, berdasarkan tiga syarat diatas, rasanya peran kepemimpinan digital dapat dengan mudah untuk di implementasikan.
Kepemimpinan digital yang baik dapat menciptakan sebuah lingkungan kerja digital (Digital Workplace) yang fleksibel, praktis dan transparan. Lingkungan kerja digital dapat dilakukan dengan memanfaatkan beberapa teknologi yang ada pada ponsel pintar, dengan beragam aplikasi pendukung di dalam nya, seperti berbagai aplikasi instant messenger yang beredar saat ini, mulai dari yang popular dipakai adalah whatsapp, line, dan telegram.Â
Selain dari instant messenger, banyak juga bermunculan aplikasi konferensi jarak jauh seperti zoom meeting, google meet, microsoft teams, jitsi, dsb. Sehingga dalam hal ini pemimpin dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan pengikutnya untuk saling tukar informasi.
Pada era digital sekarang, setiap pekerjaan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan hadirnya teknologi cloud computing, pemimpin dan pengikutnya dapat bekerja secara bersamaan satu dengan yang lain dalam mengerjakan tugas kantor seperti membuat proposal penawaran, membuat laporan perusahaan, perhitungan payroll, dsb.Â
Jadi, meskipun tidak bertatap muka secara langsung tetap dapat meningkatkan kualitas kerja menjadi lebih efektif dan efisien, dan tetap menjaga kekompakan tim kerja.
Selanjutnya pemimpin juga dapat memasukkan metode gamification melalui pendekatan elemen-elemen permainan yang bertujuan untuk memotivasi pengikutnya, seperti memberi badges kepada pengikut (secara tim maupun individu) yang dapat menyelesaikan tugas kantor dengan cepat dan tepat yang kemudian diranking dengan leaderboard. Metode gamification diyakini dapat memotivasi untuk menyelesaikan pekerjaan dan memperkuat people engagement.
Saran dan Contoh Penerapan Kepemimpinan Digital
Dalam dunia pendidikan di tengah pandemi covid-19 semua kegiatan perkuliahan dilakukan secara online, kalau diibaratkan seorang dosen adalah pemimpin dan mahasiswa adalah pengikutnya, maka perlu disadari bahwasanya kepemimpinan digital yang identik dengan orientasi pada hasil, bukan berarti kepemimpinan otokratik yang hanya berorientasi pada tugas, lebih dari itu kepemimpinan digital harus dapat berorientasi pada pengikutnya (people oriented).
Sedangkan dalam pemerintahan, kalau kita mencontoh apa yang dilakukan oleh Bupati banyumas Bapak Achmad Husein yang telah menerapkan Kepemimpinan Digital dengan selalu memberikan info dan menyapa warga nya melalui social media live Instagram, dapat terlihat bahwasanya lingkungan kerja digital yang fleksibel, praktis dan transparan dapat dengan mudah dilakukan, sehingga kita sebagai masyarakat merasa tenang karena mengerti kondisi dari lingkungan sekitar kita.Â
Jadilah pemimpin masa depan dengan memanfaatkan teknologi modern dengan tetap memperhatikan kepuasan dari pengikut agar organisasi lebih produktif dan lebih solid. Semoga pandemi ini segera berakhir.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H