Mohon tunggu...
Romi Novriadi
Romi Novriadi Mohon Tunggu... -

Sehari-hari bekerja di Balai Budidaya Laut Batam, Menamatkan pendidikan Master di bidang Akuakultur dari Universiteit Gent - Belgia. Berupaya untuk terus terlibat aktif dalam mewujudkan peningkatan produksi perikanan budidaya di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Geliat Produksi Perikanan Budidaya Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

9 Januari 2014   13:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:59 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh:

Romi Novriadi, M.Sc

Peneliti Perikanan Budidaya – Balai Budidaya Laut Batam

Tahun 2014, selain akan dikenal sebagai tahun pesta demokrasi dan sepakbola dunia, juga akan menjadi sebuah “training camp” yang akan menentukan arah kebijakan perikanan budidaya, khususnya dalam menyongsong kehadiran Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Para insan perikanan budidaya tentunya berharap bahwa para elite baik di pemerintahan maupun partai politik tidak hanya fokus dalam mengawal kebijakan di masa transisi ini namun juga memperhatikan kesiapan, baik infrastruktur hingga kepada transfer teknologi untuk kegiatan perikanan budidaya.

Saat ini, Indonesia memiliki potensi wilayah dan jumlah produksi perikanan budidaya yang cukup baik di wilayah ASEAN. Hal ini terbukti dari rilis Top 10 FAO yang menempatkan Indonesia di peringkat lebih baik dibandingkan Vietnam, Thailand, Filipina dan Malaysia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 4,5 % tiap tahunnya juga menjadi modal penting menuju MEA 2015. Sebagai langkah awal, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menargetkan volume produksi perikanan budidaya hingga sebesar 16.891.000 ton di tahun 2014 ini.

Perubahan sistem perdagangan internasional yang diusung oleh MEA memberikan peluang sekaligus tantangan bagi kita. Tantangan terbesar bagi kitatentunya adalah adanya kesamaan komoditas ikan budidaya yang dikembangkan dan diekspor oleh sesama Negara anggota ASEAN. Untuk Ikan laut, kita memiliki lawan tangguh seperti Filipina, Thailand dan Malaysia yang fokus kepada pengembangan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus), Kakap putih (Lates calcarifer), Bawal Bintang (Trachinotus blochii) hingga kepada persaingan dalam menciptakan teknologi hybrid untuk menghasilkan ikan dengan kualitas yang lebih baik. Selain Negara tetangga yang disebutkan diatas, kita juga patut mewaspadai Vietnam dan Myanmar yang mulai melihat potensi pengembangan ikan laut ini. Myanmar sendiri bahkan memberikan ruang yang cukup luas bagi institusi luar negeri untuk bekerjasama melakukan produksi ikan laut yang efisien dan berdaya saing tinggi.

Tidak hanya untuk komoditas ikan laut, untuk komoditas air payau seperti pengembangan udang vannamei, kita juga masih bersaing ketat dengan Thailand dan Vietnam yang muncul sebagai ancaman baru. Namun adanya wabah penyakit Early Mortality Syndrome (EMS) yang diduga kuat disebabkan oleh bakteri patogen Vibrio parahaemolyticus di sejumlah Negara ASEAN termasuk Thailand, Vietnam dan Malaysia memberikan angin segar bagi pengembangan udang vannamei di Indonesia yang hingga saat ini masih terbebas dari ancaman penyakit EMS ini. Bebasnya Indonesia dari serangan wabah EMS ini memberikan dampak positif terhadap peningkatan supali udang dari Indonesia sehingga harga jual udang Vannamei menembus angka tertinggi dalam sejarah produksi udang. Kondisi yang hampir sama juga terlihat di beberapa komoditas ekspor ikan air tawar seperti: ikan Nila dan Patin. Dari data tabel produksi terlihat bahwa Indonesia, Vietnam, Thailand, Filipina dan Malaysia saling memberikan tekanan dengan meningkatkan jumlah produksi. Mudahnya penguasaan teknologi di komoditas ikan air tawar juga menarik perhatian Kamboja, Brunei Darussalam, Laos hingga Timor Leste untuk mengembangkan produk ini.

Berdasarkan peta produksi perikanan budidaya tersebut, kunci utama bagi Indonesia untuk memenangkan persaingan global ini adalah peningkatan nilai tambah dan efisiensi produksi ikan budidaya. Beberapa strategi yang dapat diterapkan adalah: (1) Suplementasi nutrisi dan penggunaan bahan nabati pada pakan ; (2) Aplikasi deteksi dini untuk wabah penyakit ikan dan udang; (3) Peningkatan sistem kekebalan tubuh ikan dan udang; (4) Integrasi kegiatan budidaya yang pro environment (4) Aplikasi bioteknologi untuk peningkatan produksi; dan (5) Peningkatan akses modal dan pemasaran.

Prinsip Prevention is better than cure juga berlaku untuk produksi budidaya. Arah kegiatan saat ini diharapkan lebih fokus terhadap peningkatan sistem kekebalan tubuh dengan membangkitkan sistem imun baik yang bersifat alamiah maupun adaptif. Peningkatan sistem imun ini juga dapat dijadikan upaya alternatif dari penggunaan antibiotika yang terbukti telah menimbulkan resistensi pada bakteri terhadap antibiotika tertentu, keracunan dan alergi pada manusia yang mengkonsumsi produk ikan yang masih mengandung residu antibiotika tersebut. Peningkatan sistem imun ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: (1) melalui komposisi pakan yang telah mengandung bahan aktif untuk merangsang terbentuknya sistem imun atau (2) melalui proses introduksi langsung bahan aktif, seperti: β-glukan, heat shock protein, probiotik atau bakteri yang dilemahkan (vaksin) ke dalam tubuh inang.

Peningkatan produksi juga harus sejalan dengan perbaikan kondisi lingkungan. Semakin intensif sebuah sistem produksi, maka semakin besar kemungkinan adanya interaksi antara inang dan mikroorganisme patogen yang dapat menimbulkan penyakit. Penemuan bioteknologi terkini seperti Halogenated furanones, Cinnamaldehyde dan beberapa senyawa yang dapat menghambat sinyal komunikasi bakteri harus segera diterapkan. Aplikasi senyawa ini dapat menghindari kita dari kematian massal ikan budidaya yang disebabkan oleh bakteri dan mikrrorganisme patogen lainya yang berujung pada tingkat kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Penerapan teknologi ini dan beberapa teknologi lainnya seperti penerapan sistem resirkulasi dan deteksi dini penyakit di laboratorium tentunya sangat bertumpu kepada kesiapan sumber daya manusia yang ada. Menjawab pertanyaan tersebut, kita bersyukur bahwa institusi pendidikan tinggi yang menghasilkan insan perikanan budidaya semakin meningkat baik dari sisi jumlah lembaga hingga kualitas lulusan.

Perwujudan MEA 2015 akan menempatkan ASEAN sebagai pasar terbesar ke-3 di dunia yang juga akan didukung oleh jumlah penduduk terbesar ke-3 di dunia setelah China dan India. Hal ini berarti bahwa kebutuhan terhadap ketahanan pangan akan semakin diprioritaskan. Peningkatan jumlah penduduk dikawasan ASEAN nantinya juga akan menjadi pemicu peningkatan permintaan hasil produksi ikan budidaya. Untuk mendorong kemampuan hasil produksi kita agar dapat bersaing di tatanan global maka perlu kiranya memikirkan cara jitu untuk mengurangi ongkos produksi. Saat ini, pembelian pakan untuk produksi menyita hampir 70% dari total ongkos produksi, oleh karena itu beberapa strategi untuk mengganti penggunaan fish meal dan fish oil pada pakan menjadi tantangan bersama. Beberapa penemuan seperti bahan nabati hingga kepada penggunaan serangga sebagai bahan dasar pembuatan pakan masih perlu mendapatkan kajian lebih lanjut.

Sistem integrasi dengan memanfaatkan limbah hasil kegiatan budidaya juga dapat dilakukan untuk memberikan nilai tambah pada hasil produksi. Co-kultur ikan laut, rumput laut dan kerang-kerangan terbukti efektif dalam mengurangi efek toksik dari sisa pakan dan feces. Unsur-unsur toksik seperti ammonia (NH3) yang berasal dari sisa pakan yang tidak dikonsumsi justru menjadi sumber pakan bagi rumput laut dan komoditas kerang-kerangan. Dengan begini, maka para pembudidaya juga tidak akan bertumpu pada satu komoditas namun juga dapat memperoleh hasil secara berkelanjutan dari produksi komoditas pendamping.

Strategi akhir dalam menjawab tantangan MEA 2015 ini adalah dengan menciptakan akses yang luas untuk permodalan dan pemasaran hasil kegiatan budidaya. Untuk komoditas ikan laut seperti Kerapu macan, perlu segera diupayakan pasar alternatif setelah China dan Hongkong sebagai pasar ekspor utama selama ini mengalami perubahan arah kebijakan nasional. Perluasan pasar hingga ke Eropa dan Timur tengah dirasa sangat menjanjikan untuk dapat mengikuti cerita sukses komoditas Kakap putih yang saat ini tidak hanya dinikmati oleh masyarakat Australia namun kini juga mulai digemari oleh masyarakat di Amerika Serikat.

Peranan insan perikanan budidaya Indonesia dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 ini harus bersifat cepat dan pro aktif dalam memanfaatkan berbagai potensi dan peluang yang ada serta berupaya untuk meminimalisir ancaman yang mungkin dapat menghambat pemasaran hasil-hasil produksi. Kita tentunya sangat berharap bahwa pada saat gong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ditabuh, kita sudah siap membanjiri pasar ASEAN dengan ikan budidaya produksi Indonesia dan bukan hanya menjadi penonton di negara sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun