Kata 'insecure' belakangan menjadi tren dan sering diucapkan atau sekadar menjadi caption media sosial oleh para muda-mudi masa kini, seiring isu mengenai mental health mulai mencuat di beberapa tahun terakhir.
Insecure sendiri adalah gangguan kecemasan yang di mana jika seseorang  mengidap gangguan mental ini akan menjadi merasa tidak nyaman, tidak aman dan takut, sehingga berpotensi mengakibatkan gelisah dan tidak percaya diri, bahkan dalam kasus yang lebih parah dapat pula mengakibatkan depresi.
Tentunya gangguan kecemasan yang disebutkan di atas dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari pengalaman buruk yang pernah dialami seperti sering mendapatkan penolakan dan kegagalan, atau bahkan dapat juga disebabkan oleh sifat perfeksionis, loh, teman-teman! Sehingga, yang bersangkutan selalu ingin terlihat sempurna oleh orang lain dan tidak menerima kekurangan atas dirinya.
Ngomong-ngomong mengenai sifat perfeksionis, kita sadari atau tidak, sedikit banyaknya diakibatkan oleh peranan media sosial. Betapa tidak, sehari-hari jika kita scroll, sebut saja di Instagram, maka kita akan banyak menjumpai 'selebgram-selebgram' berkulit putih mulus serta body goals-nya bertengger di restoran mahal sehingga membentuk paradigma secara perlahan namun masif, bahwa standar sosok perempuan cantik ialah mereka yang putih, kurus dan kaya---dengan mobil mewah dan pakaian mentereng.
Hal di tersebut di atas kemudian membuat para kaum hawa yang tidak berpenampilan seperti 'standar yang dipersepsikan' menjadi galau, bahkan dalam tahap yang ekstrem dapat membuat yang bersangkutan depresi dan merasa tidak percaya diri, tidak bersyukur bahkan memaki dirinya sendiri karena tidak mendapat afirmasi 'cantik' di lingkungan sosialnya.
Buku Filosofi Teras, tentu cocok untuk mereka yang memiliki asumsi-asumsi negatif seperti hal di atas. Buku ini akan mengajarkan kita untuk mengelola emosi dalam diri dengan prinsip filosofi Stoisisme, sebuah filosofi Yunani lampau yang dicetuskan oleh filsuf bernama Zeno lebih dari 2.000 tahun yang lalu.
Henry Manampiring, penulis buku dengan tebal halaman 344 ini ingin menyampaikan kepada pembacanya bahwa menurut filosofi Stoisisme ada dua dikotomi kendali dalam kehidupan.Â
Pertama adalah apa-apa yang dapat kita kendalikan (internal); perasaan, persepsi dan sikap kita sendiri, dan yang kedua adalah apa yang tidak dapat kita kendalikan (eksternal); komentar orang lain, pendapat orang lain dan pandangan orang lain terhadap kita.
Dengan menyadari dan memahami dua dikotomi kendali tersebut, membuat kita lebih bijak dalam mengendalikan emosi. Pandangan orang lain terhadap kita---apa pun itu---tidak dapat kita kendalikan, dan akan selalu ada persepsi baik serta buruk orang lain terhadap kita, dan yang dapat kita kendalikan adalah cara kita menyikapi pandangan tersebut.
Buku yang diterbitkan tahun 2019 oleh Penerbit Buku Kompas ini mengajak kita untuk berfokus kepada apa yang kita dapat kendalikan, dan bodo amat terhadap apa-apa yang tidak dapat kita kendalikan.Â
Dengan begitu, niscaya kita dapat lebih tenang dalam menjalani kehidupan serta menyadari bahwa kebahagiaan itu berasal dari diri kita sendiri, bukan dari afirmasi orang lain. Sembari berusaha menjadi versi terbaik diri kita, degan meningkatkan potensi yang ada, bukan malah ingin menjadi orang lain.
Buku ini telah menginspirasi banyak orang, bahkan di tahun 2019, Henry Manampiring mendapatkan penghargaan katagori Book of The Year 2019 oleh Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Award 2019 untuk buku Filosofi Teras-nya ini.Â
Bahkan buku yang saya miliki sendiri adalah cetakan ke-21, dengan hanya mengeluarkan uang sejumlah Rp98.000 tentu buku ini worth it sekali, sangat direkomendasikan untuk para sobat Insecure di luar sana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI