"Suatu hari saya mampir di sebuah warung makan di Jenar. Bapak pemilik warung bercerita bahwa anak sulungnya dulu suka meminjam buku dari perpustakaan keliling. Anaknya yang  dulu suka membaca itu kini telah menjadi seorang polisi. Saya merasa terharu, ternyata waktu berlalu begitu cepat. Anak-anak yang dulu berebut buku kini banyak yang menjadi para pembela negara, " kata Suami dari Tri Suswandari ini.
Wajah Pak Gunawan yang masih awet muda ini ternyata masih tersimpan dalam memori anak-anak penggemar perpustakaan keliling. Bapak dari Rima dan Desi ini sering disapa oleh "orang-orang tak dikenal" yang ternyata mereka adalah anak-anak sekolah dasar yang pernah memanfaatkan layanan perpustakaan keliling. Mereka kini ada yang menjadi pengusaha, guru, dosen, polisi, dan tentara. Anak-anak yang terbiasa membaca terbukti memang memiliki karakter yang lebih kuat daripada anak-anak yang tidak suka membaca.
Anak-anak kelas 1 SD, yang kemampuan membacanya relatif rendah, saat di kelas 3, cenderung memiliki tingkat agresivitas tinggi. Juga, anak-anak kelas 3, yang memiliki kemampuan membaca rendah, cenderung memiliki sikap agresif tinggi saat di kelas 5. Mungkin, bersamaan dengan tingkat pergaulan mereka, anak-anak yang kemampuan membacanya rendah itu frustrasinya kian menumpuk. Keadaan ini yang membuat mereka menjadi agresif.
Sebaliknya, ada keterkaitan antara sikap sosial dan kemampuan membaca. Yang dimaksud sikap sosial adalah "suka menolong", "mengerti perasaan orang lain", "punya empati", "punya perhatian kepada yang susah", dan "menolong/menghibur teman yang kecewa". Anak-anak yang memiliki sikap sosial yang baik saat di TK dan kelas 1 SD biasanya lebih mampu mengembangkan kemampuan membacanya di kelas 3 dan kelas 5 SD.
Vivian Thalita Sabila dan Pratifa Intan Anggraini murid kelas 6 SD N Pantirejo 1 mengaku senang dengan kunjungan layanan perpustakaan keliling. "Saya senang karena bisa membaca buku lebih banyak. Gambar bukunya menarik. Selain itu, juga bermanfaat untuk menambah ilmu, "ucap Vivian.
"Saya senang sekali dengan kedatangan perpustakaan keliling karena koleksinya banyak. Buku ceritanya bagus. Cocok untuk anak-anak seperti saya, " kata Intan.
      Menurut Pak Gunawan selama ini sambutan sekolah cukup baik. Jika ada yang belum baik paling hanya satu atau dua sekolah saja.  "Saya paling merasa sedih jika ada sekolah dasar yang menolak kedatangan layanan perpustakaan keliling dengan dalih sudah merasa cukup dengan perpustakaan sekolah yang dimilikinya. Padahal, anak-anak di sekolah itu belum tentu merasa demikian, "jelas Pak Gunawan.
Pemerintah Kabupaten Sragen sangat berkomitmen mendukung Gerakan Literasi Sekolah. Berdasarkan Peraturan Bupati Sragen  Nomor 20 Tahun 2016 tanggal 2 Mei 2016 tentang Penyelenggaraan Kabupaten Sragen Sebagai Kabupaten Literasi, Gerakan Sragen Berliterasi dilakukan dengan mengedepankan komponen literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi teknologi, dan literasi visual. Gerakan ini telah dideklarasikan oleh Bupati Sragen pada saat peringatan Hari Jadi Kabupaten Sragen ke 270 tanggal 27 Mei 2016 di Alun-alun Sasono Langen Putro Sragen.
Tahun 2017 ini Kabupaten Sragen memperoleh penghargaan "Anugerah Literasi Prioritas" dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Anugerah literasi prioritas ini merupakan penghargaan yang diberikan kepada kabupaten / kota di Indonesia yang merupakan mitra USAID Prioritas penerima anugerah literasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Dengan diterimanya anugerah ini, membuktikan bahwa Sragen memiliki keinginan tinggi dan serius dalam menumbuhkan budaya literasi di Bumi Sukowati. Selain Kabupaten Sragen, pada tahun ini juga diberikan penghargaan serupa kepada 18 daerah lainnya di Indonesia.