Pendahuluan
Wahyu Supriyanto dan Ahmad Muhsin (2008) dalam buku yang berjudul Teknologi Informasi Perpustakaan : Strategi Perancangan Perpustakaan Digital mendefinisikan perpustakaan digital sebagai sebuah sistem yang memiliki berbagai layanan dan obyek informasi yang mendukung akses obyek informasi tersebut melalui perangkat digital. Layanan ini diharapkan dapat mempermudah pencarian informasi di dalam koleksi obyek informasi seperti dokumen, gambar, dan database dalam format digital dengan cepat, tepat, dan akurat.
Beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan konsep perpustakaan digital seperti perpustakaan elektronik, perpustakaan maya, perpustakaan hyper, perpustakaan cyber dan perpustakaan tanpa dinding. Pada dasarnya, perpustakaan digital itu sama saja dengan perpustakaan biasa, hanya saja memakai prosedur kerja berbasis komputer dan sumber informasinya digital. Jaringan informasi internet memberikan kesempatan luas untuk mengakses lembaga yang menyediakan informasi.
Perpustakaan digital ini tidak berdiri sendiri melainkan terkait dengan sumber-sumber lain dan pelayanan informasinya terbuka bagi pengguna di seluruh dunia. Koleksi perpustakaan digital tidaklah terbatas pada dokumen elektronik pengganti bentuk cetak saja, ruang lingkup koleksinya malah sampai pada artefak digital yang tidak bisa digantikan dalam bentuk tercetak. Koleksi digital menekankan pada isi informasi, Â jenisnya dari dokumen tradisional sampai hasil penelusuran.
Obsesi
Selanjutnya Wahyu Supriyanto dan Ahmad Muhsin menjelaskan bahwa perpustakaan sebagai institusi pengelola informasi merupakan salah satu bidang pengelola  sumber informasi yang sudah seharusnya terjamah penerapan teknologi informasi yang telah berkembang dengan pesat.  Perkembangan dari penerapan teknologi informasi bisa kita lihat dari perkembangan jenis perpustakaan yang selalu berkaitan dengan teknologi informasi. Diawali dari perpustakaan manual, perpustakaan terotomasi, perpustakaan digital atau digital library.
Ukuran perkembangan jenis perpustakaan banyak diukur dari penerapan teknologi informasi yang digunakan dan bukan dari skala ukuran lain seperti gedung yang digunakan, jumlah koleksi yang tersedia maupun jumlah penggunanya. Â Kebutuhan akan teknologi informasi sangat berhubungan dengan peran dari perpustakaan sebagai kekuatan dalam pelestarian dan penyebaran informasi ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang, seiring dengan menulis, mencetak, mendidik, dan kebutuhan manusia akan informasi. Perpustakaan membagi rata informasi dengan cara mengidentifikasi, mengumpulkan, mengelola, dan menyediakannya untuk umum.
Digitalisasi perpustakaan merupakan salah satu jawaban terhadap pelayanan sirkulasi dan pelayanan informasi yang selama ini dikeluhkan masyarakat pengguna jasa perpustakaan. Hal ini tentunya bisa mengeliminasi citra negatif terhadap perpustakaan yang terkadang belum memainkan peran signifikan sebagai bagian dalam dunia informasi yang bersifat ilmiah, edukatif,rekreatif ataupun fungsi lainnya.
Realitas
Kecepatan internet di tanah air dibanding dengan negara lain di Asia memang tergolong lambat. Menurut situs id.techinasia.com, Â kecepatan rata-rata internet di China -- tidak termasuk Hong Kong -- adalah 2,9 Mbps, yang merupakan perkembangan yang baik dibanding pada kuartal kedua 2011 yang hanya 1,0 Mbps. India belum mempunyai banyak perkembangan, beranjak dari 0,8 Mbps ke 1,4 Mbps dalam jangka waktu yang sama. Sedangkan Indonesia masih cukup lamban dengan rata-rata 1,5 Mbps, namun masih lebih cepat dibanding India. Ini adalah kendala klasik yang menghambat akses ke website perpustakaan digital.
Kecepatan, akses internet di Indonesia juga masih terhitung rendah. Sehingga mitos bahwa perpustakaan digital lebih murah daripada perpustakaan konvensional bisa terbantahkan. Perpustakaan digital murah itu mungkin berlaku untuk negara-negara maju dengan dukungan infrastruktur digital yang juga maju. Sementara itu di tanah air infrastruktur digital kita baru berkembang dengan lambat. Di Jawa Tengah saja akses internet belum bisa dinikmati dengan baik dan merata untuk desa-desa terpencil apalagi kondisi di luar Jawa.
Perpustakaan digital adalah mimpi terbaik di dunia literasi Indonesia tetapi untuk mencapainya tentu perlu tahap demi tahap yang jelas. Hari ini saja kondisi  perpustakaan konvensional di tanah air masih memprihatinkan. Banyak perpustakaan konvensional belum didukung dengan sarana-prasarana yang memadai. Ruang atau gedung masih terkesan seadanya, pengadaan koleksi bahan perpustakaan asal-asalan, dan dukungan sumber daya manusia yang masih terbatas bahkan sengaja dibatasi oleh rezim yang berkuasa.
Perpustakaan digital memang sungguh mempesona tetapi tidak boleh digunakan sebagai ajang bergaya saja untuk tebar pesona bahwa perpustakaan kita sudah mengikuti arus zaman. Perpustakaan digital adalah puncak pencapaian dari keberhasilan pelaksanaan program perpustakaan konvensional dan perpustakaan terotomasi. Perpustakaan digital tentu tak bisa terbang begitu saja menembus langit dunia maya tanpa basis literasi yang jelas di dunia nyata. Dunia nyata ini adalah perpustakaan konvensional yang memberi manfaat nyata untuk pemustaka.
Ketika gedung perpustakaan perguruan tinggi selalu ramai layaknya pusat perbelanjaan  itu tanda keberhasilan di dunia nyata. Ketika banyak mahasiswa rajin memasuki ruang  baca perpustakaan tanpa beban  tugas kuliah, skripsi, dan tesis ini adalah sinyal bahwa program literasi di perguruan tinggi berjalan dengan baik. Setelah tanda-tanda keberhasilan ini begitu nyata itu pertanda bahwa langkah selanjutnya membangun perpustakaan digital sudah tiba.
Saat ini tak semua perpustakaan kabupaten/kota memiliki infrastruktur literasi yang baik. Alangkah lucunya negeri ini jika beberapa tahun lalu tiba-tiba ada seorang Bupati atau Walikota yang berteriak-teriak tentang perpustakaan digital tanpa melihat dulu prestasi di perpustakaan konvensionalnya. Perpustakaan digital adalah proses alami dari tumbuh dan berkembangnya perpustakaan terotomasi. Perpustakaan terotomasi adalah pertumbuhan alami dari perpustakaan konvensional yang telah sukses membangun literasi di lingkungannya.
Demikian pula dengan perpustakaan kecamatan dan perpustakaan desa di Jawa Tengah lebih baik fokus membangun dulu perpustakaan konvensional dengan buku tercetak daripada latah membuka perpustakaan digital. Bangun gedung yang layak dulu di dunia nyata sebelum membuka layanan perpustakaan digital. Beli buku tercetak yang berkualitas dulu untuk masyarakat.
Hasil penelitian Kate Garland seorang dosen Psikologi di Universitas Leicester Inggris patut menjadi renungan kita agar kita tidak terlalu tergila-gila dengan perpustakaan digital. Apa yang kami temukan adalah bahwa orang-orang yang membaca dari kertas lebih cepat merasa tahu atas informasi yang dibaca. Ketika membaca lewat komputer, dibutuhkan waktu yang lebih lama dan harus membaca berulang-ulang agar pembaca dapat menjadi tahu," kata Garland seperti dilansir Time Healthland, Kamis (15/3/2012) sebagaima dikutip detik.com.Konteks dan bentuk bacaan nampaknya juga berperan penting dalam proses mengingat. Semakin mudah konteks dan bentuk bacaannya, maka bahan bacaan makin mudah diingat. Faktor-faktor yang tampaknya tidak relevan juga dapat membantu memperkuat ingatan. Contohnya seperti materi bacaan di bagian atas atau kanan halaman, atau mungkin terletak di dekat gambar.
E-book kurang memiliki penanda tempat dibandingkan buku cetak, terutama halaman yang berurutan ke bawah tanpa ada nomor halaman. Artinya, halaman e-book bisa dibilang tak terbatas dan dapat memusingkan. Buku cetak memberikan pembacanya titik referensi yang nyata dan membuat otak mudah mengingat sampai sejauh mana materi yang telah dibaca.
Penelitian menunjukkan makin kecil layar yang digunakan untuk membaca, maka bahan bacaan yang dibaca terasa kurang berkesan. Semakin besar layar yang digunakan, makin banyak hal yang dapat diingat. Contoh paling nyata adalah membaca buku lewat ponsel. Ingatan jangka pendek manusia sangat lemah dan mudah berubah. Itu sebabnya melirik satu atau dua halaman dan melihat semua halaman secara bersamaan memiliki manfaat besar. Meskipun mata hanya dapat melihat satu hal pada suatu waktu, menggerakkan mata dengan cepat jauh lebih praktis. Melihat halaman dan menghubungkan berbagai materi membuat orang lebih mudah memahami.
Kesimpulan
Perpustakaan digital adalah tuntutan zaman digital yang harus dibangun dengan serius setelah kita serius membangun perpustakaan konvensional dan perpustakaan terotomasi dengan serius dan memberi manfaat nyata untuk pemustaka.
Tulisan ini telah dimuat di Majalah Buletin Pustakawan Volume  XXIV Nomor I Periode Januari – Juni 2017)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H