Helen Adams Keller adalah bocah perempuan yang Buta, Tuli dan Bisu. Namun kemudian ia tumbuh menjadi Penulis, Aktivis Politik, Dosen, Advokat bagi disabilitas, dan pembicara yang suaranya didengar dunia. Helen dilahirkan di Tuscumbia, Alabama, Amerika Serikat, pada 27 Juni 1880.
Di Desa Mlale Kecamatan Jenar Kabupaten Sragen, ada juga sosok seperti Hellen Keller. Dia adalah Sugiyem, yang dilahirkan dari keluarga petani sederhana pada tanggal 17 September 1977. Suguyem lahir dalam keadaan normal. Ujian datang ketika pertumbuhan Sugiyem mengalami hambatan. Tinggi Hellen Keller dari Desa Mlale ini hanya 110 cm dengan berat sekitar 35 kg.
"Sedikit berbeda dengan Hellen Keller, meskipun difabel, Sugiyem masih bisa mendengar, melihat, berbicara, dan beraktivitas seperti orang normal. Ketika menempuh pendidikan di SD Negeri Mlale 1 dan SMP N 1 Tangen, Sugiyem termasuk siswa berprestasi sering meraih rangking 1 di kelasnya.Â
Hanya keterbatasan ekonomi orang tua yang memaksa langkah belajarnya berhenti hanya lulus SMP, "ujar Paryono, Kepala  Perpustakaan Desa Mlale.
Masa kecil  Sugiyem dilalui dengan penuh kegembiraan. Meskipun difabel, teman-teman di desa tidak pernah mempermasalahkan. Inilah keunggulan budaya adiluhung dari "Wong Ndeso".Â
Jika Sugiyem lahir di kota metropolitan tentu akan menghadapi perundungan dari teman-temannya seperti yang menimpa anak-anak difabel masa kini.
"Alhamdulillah, masa kecil saya diwarnai dengan tawa riuh teman-teman yang selalu mengajak saya bermain di sawah, hutan jati, dan lapangan penggembalaan".Â
"Semasa kecil saya biasa menggembala kambing bersama teman-teman. Meskipun penampilan saya tidak seperti mereka, meraka tidak pernah membeda-bedakan saya. Inilah yang membuat api semangat dalam hati saya tidak pernah padam,"tutur Sugiyem.
Sebagaimana Hellen Keller, Sugiyem memiliki jiwa yang pantang menyerah. Seperti diberitakan oleh situs https://banongautama.wordpress.com/2015/09/21/cerita-helen-keller, pendidikan formal Helen memang hanya sampai gelar BA. Namun selama hidupnya Helen selalu belajar secara informal mengenai hal-hal yang penting bagi masyarakat modern. Dengan pengetahuannya yang luas serta banyaknya pencapaian di bidang pendidikan, ia mendapatkan anugerah gelar DOKTOR KEHORMATAN dari Temple University dan Harvard University serta Glasgow University di Skotlandia.
Demikian pula dengan Sugiyem yang pendidikan formalnya hanya SMP, namun dia memiliki semangat pantang menyerah untuk selalu belajar dan belajar. Bersama Yayasan Pembina Penyandang Cacat (YPPC) Sragen, Sugiyem belajar menjahit, sablon, beternak lele dan burung parkit. Tidak hanya teoritis, semua pelatihan yang pernah diterima, hampir semua ia praktikkan.
"Sejak kecil saya tidak suka berdiam diri. Saya selalu ingin bergerak mencari ilmu. Sugiyem pernah beternak lele selama dua kali panen. Panen pertama gagal dan panen kedua berhasil. Beternak burung parkit pernah saya lakukan selama satu tahun. Namun, Tuhan belum mengijinkan itu semua berjodoh dengan saya, "ujar Sugiyem.
Jodoh pekerjaan untuk Sugiyem lahir dari suatu tempat yang tak pernah dia duga sebelumnya. Perpustakaan Desa Mlale yang terletak persis di depan SD N 1 Mlale, tempat Sugiyem pernah menuntut ilmu saat masih kecil adalah titik kebangkitan putri sulung dari lima bersaudara ini.
Sugiyem bercerita, "Waktu itu saya mendengar informasi dari Pak Lurah bahwa Desa Mlale sudah memiliki perpustakaan desa berbasis teknologi informasi. Sejak kecil saya memang suka membaca buku. Mendengar kata perpustakaan, seolah kaki ini sudah tak sabar mengajak bergerak ke perpustakaan ".
Di perpustakaan desa, Sugiyem banyak memperoleh pengetahuan baik dari  buku maupun internet. "Pengetahuan itu kekuatan, Mbak , !" kata Pak Paryono.
Tentang titik kebangkitan ini, Sugiyem bercerita, "Saya belajar banyak hal di perpustakaan. Pengalaman yang tak akan pernah saya lupakan adalah ketika saya mengikuti pelatihan membuat krupuk singkong. Saya sangat terkesan dengan pelatihan ini karena bahan-bahannya tersedia di desa ini. Singkong ada di desa kami sehingga saya tidak kesulitan untuk mencari bahan mentah".
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka " (Al Quran Surat Ar Ra'du (13) :11)
Semangat untuk mengubah nasib kian membahana di hati Sugiyem. Ia segera mempraktikan ilmu yang diperoleh dari pelatihan bersama adiknya, Widya.
"Sekarang usaha saya sudah berkembang. Produk krupuk dari singkong ini saya beri nama "Singkong Krispi". Selain saya jual di pasar, saya memanfaatkan facebook untuk menjual secara online. Untunglah di dekat desa saya sudah ada Kantor Pos.Â
Widya adik saya biasa membantu mengirim barang ke luar Sragen. Kini, setiap bulan saya menerima keuntungan dari Tuhan rata-rata Rp 1 juta rupiah. Alhamdulillah, karena perpustakaan saya bisa hidup mandiri ! Terima kasih perpustakaan !, "pungkas Sugiyem.
Perpustakaan Desa Mlale Kecamatan Jenar  mampu membuktikan bahwa layanan buku dan internet yang diberikan bisa mengubah hidup seorang difabel menjadi wirausahawan singkong krispi. Capaian ini tidak hanya membawa kebahagiaan bagi keluarga tetapi juga kebanggan bagi desa terpencil seperti Desa Mlale ini.
"Kemandirian Mbak Sugiyem adalah kebahagiaan bagi keluarga kami. Meskipun difabel, Kakak sulung kami ini bisa menjadi teladan bagi adik-adiknya, "tutur Widya adik kandung Sugiyem.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H