Mohon tunggu...
Romi Febriyanto Saputro
Romi Febriyanto Saputro Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen

Bekerja di Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen sebagai Pustakawan Ahli Madya. Juara 1 Lomba Penulisan Artikel Tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008. Email : romifebri@gmail.com. Blog : www.romifebri.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pembangunan Rumah Literasi Pajak dan Upaya Meningkatkan Kesadaran Masyarakat

7 Maret 2018   14:16 Diperbarui: 7 Maret 2018   19:09 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hal yang paling sulit di pahami di dunia ini adalah pajak penghasilan" ---(Albert Enstein)

Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang- undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang memiliki kontribusi sebesar 74,63% dari total penerimaan negara. Ironisnya, saat ini tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia dalam membayar pajak masih rendah. Tingkat kepatuhan pajak masyarakat Indonesia bisa dilihat dari tingkat tax ratio di Indonesia yang masih 10,3 persen. Jika dibandingkan dengan negara-negara tentangga, tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia untuk membayar pajak juga masih tertinggal. Tingkat kepatuhan masyarakat di  Malaysia yang sudah diatas 13 persen, Vietnam malah sudah sampai 16 persen, dan Singapura juga (Kompas, 19 Juli 2017).

Membangun masyarakat sadar pajak ternyata tidak bisa  instan. Literasi sadar pajak merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan masyarakat sadar pajak. Literasi adalah kemampuan seseorang dalam membaca informasi, memahami informasi dan menindaklanjuti informasi melalui suatu keputusan yang berguna dalam hidup. Literasi sadar pajak adalah sebuah upaya meningkatkan daya cerna masyarakat terhadap pajak sehingga melahirkan kesadaran untuk menjadi orang bijaksana yang taat pajak.

Pembukaan layanan Rumah Literasi di KPP Pratama Jepara patut mendapatkan apresiasi. Kepala KPP Pratama Jepara Endaryono mengatakan, untuk mewujudkan kesadaran dan kepedulian membayar pajak diperlukan partisipasi semua pihak dalam menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membayar pajak. Selain sebagai pusat informasi perpajakan, Rumah Literasi Pajak ini juga sebagai wadah pemberdayaan kepada pelaku usaha yang berdikari. Langkahnya dengan memberikan akses pelatihan dan pembinaan seluas-luasnya, konsultasi serta promosi (Jawa Pos Radar Kudus, 31 Oktober 2017).

Pembukaan Rumah Literasi Pajak (RLP) di KPP Jepara diharapkan bisa direplikasi Kantor Pelayanan Pajak di seluruh penjuru tanah air. RLP  adalah wajah lain kantor pelayanan pajak "zaman now" yang lebih ramah, inovatif, kreatif, dan informatif  bagi masyarakat. RLP merupakan katalisator untuk memperbaiki kesadaran masyarakat untuk membayar pajak sekaligus meningkatkan  kesadaran para aparatur pajak dalam melayani masyarakat.

sumber: unisnu.ac.id
sumber: unisnu.ac.id
Rumah Literasi Pajak merupakan sarana untuk pertama, mengidentifikasi kebutuhan informasi yang diperlukan masyarakat. Mengetahui sesuatu yang sudah diketahui dan mengetahui sesuatu yang belum diketahui. Mengidentifikasi kesenjangan antara sesuatu yang sudah diketahui dengan yang belum diketahui.  Hari ini kesadaran masyarakat untuk membayar pajak masih sangat rendah. Boleh jadi ini merupakan akibat dari pemahaman masyarakat yang masih rendah terhadap pajak atau format pajak yang ditetapkan pemerintah sulit dipahami oleh masyarakat.

Kedua, mengetahui sumber informasi mana yang paling besar peluangnya memuaskan kebutuhan masyarakat. Kasus Tere Liye dan Dee yang mengeluhkan pajak untuk penulis merupakan tantangan bersama dunia literasi perpajakan kita.

Setelah Tere Liye, kini giliran penulis Dewi Lestari alias Dee Lestasi yang ikut mengeluhkan tarif pajak royalti bagi penulis buku. Melalui laman Facebook pribadinya, ia mengaku bahwa kebijakan pajak penulis mencekik kawan-kawan seprofesinya.

Bagaimana tidak? Tarif pajak yang dikenakan ke penulis buku sebesar 15 persen dari royalti yang diperoleh. Padahal, royalti yang diberikan penerbit ke penulis cuma 10 persen dari penjualan buku. "Genggamlah sebuah buku dan bayangkan bahwa 90 persen dari harga banderol yang Anda bayar adalah untuk aspek fisiknya saja. Hanya 10 persen untuk idenya (bisa 12,5 persen sampai 15 persen jika punya bargaining power ekstra)," tulis Dee sebagaimana diberitakan oleh website CNN Indonesia tanggal 8 September 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun