Perpustakaan sekolah yang gedungnya sudah dibangun dengan dana APBN bisa didesain menjadi perpustakaan desa ketika jam pelajaran sudah selesai. Dengan kata lain sudah saatnya perpustakaan sekolah juga berfungsi membangun peradaban literasi untuk lingkungan luar sekolah. Tak hanya melayani peserta didik selama dua kali lima belas menit pada saat jam istirahat. Sehingga peserta didik dan warga sekitar sekolah tetap punya akses untuk menikmati koleksi perpustakaan sekolah meskipun waktu sekolah telah usai.
Ide di atas tentu perlu dilakukan dengan kerja yang serius bukan sekedar tebar pesona. Pengelola perpustakaan sudah bukan zamannya lagi menjadi pekerjaan sambilan para guru yang sudah kerepotan dengan tugas mengajar. Pengelola perpustakaan sekolah tak bisa pula hanya diserahkan pada guru yang kekurangan jam mengajar untuk memperoleh sertifikasi.
Perlu revolusi mental untuk mengatakan bahwa untuk mengelola perpustakaan sekolah butuh pustakawan PNS bukan sekedar tenaga jadi-jadian. Maaf Pak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, negeri ini bukan hanya kekurangan tenaga kesehatan dan guru tapi juga kekurangan pustakawan untuk membangun peradaban bangsa yang berbasis ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi.
Maaf pula Pak Presiden, negeri ini tak hanya butuh infrastruktur jalan untuk menghubungkan daerah terdalam dan terluar namun juga butuh infrastruktur membaca yang memadai untuk meningkatkan daya saing bangsa penghuni negeri zamrud khatulistiwa ini.
Perpustakaan perguruan tinggi pun harus mulai membuka diri untuk melayani masyarakat umum. Pak Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi bisa melakukan revolusi mental perpustakaan perguruan tinggi yang selama ini hanya melayani masyarakat kampus agar membuka diri melayani masyarakat luar kampus. Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan ruang pameran ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi dari dosen dan mahasiswa yang seharusnya dengan mudah dan meriah bisa langsung dinikmati oleh masyarakat.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah mengingatkan agar hasil-hasil riset dapat langsung dimanfaatkan masyarakat. Hasil riset jangan sulit ditemukan apabila masyarakat membutuhkannya. Awal tahun ini Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan di media massa terkait temuan robot lengan karya I Wayan Sutawan alias Tawan dari Bali. Seiring mencuatnya pemberitaan tersebut, teknologi Electro Encephalo Graphy (EEG) pun kembali terangkat ke publik, walaupun teknologi ini terbilang telah lama muncul.
Fenomena ini merupakan bukti bahwa ada kesenjangan antara teknologi dengan masyarakat. Keberadaan perpustakaan adalah sebagai jembatan untuk menghubungkan teknologi dengan masyarakat. Sehingga setiap ada temuan baru dari riset teknologi segera diketahui oleh masyarakat sekaligus sebagai referensi untuk melahirkan inovasi baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H