Pandemi COVID-19 menjadi suatu wabah virus yang tidak dapat dihindari (inevitable) oleh seluruh negara-negara yang ada di dunia, tidak terlepas secara luas kepada negara-negara yang berada di wilayah Asia dan secara sempit kepada ASEAN. Merebaknya virus corona dimulai melalui tingginya tingkat penyakit yang dinilai sebagai pneumonia di Wuhan, China. Dengan tingginya tingkat infeksi dari waktu ke waktu, tidak dipungkiri bahwa virus yang kemudian diteliti sebagai COVID-19 ikut menyerang dan menginfeksi masyarakat global. ASEAN sebagai organisasi regional yang menaungi 10 negara anggotanya dan memiliki kapasitas dalam mengatur pertumbuhan aspek-aspek seperti politik, keamanan, ekonomi, serta sosio-kultural, diuji kapabilitasnya dalam menghadapi permasalahan global yang mempengaruhi negara-negara anggotanya dalam berbagai macam aspek, yang kemudian berdampak kepada ritme pertumbuhan ASEAN yang menurun dibandingkan dengan prediksi (initial forecast) pada masa-masa sebelum terjadinya wabah virus COVID-19.
Tidak dipungkiri bahwa COVID-19 tidak hanya menyerang ASEAN secara eksklusif, melainkan seluruh dunia secara inklusif. Akan tetapi terdapatnya wabah dan pandemi tersebut dapat menjadi suatu cara untuk menguji bagaimana kemampuan ASEAN sebagai organisasi intra-nasional menghadapi permasalahan yang ada. Pertanyaan yang muncul untuk dikritisi adalah bagaimana respon ASEAN terhadap wabah pandemi corona yang ada, dan bagaimana kemampuan ASEAN dalam bekerjasama menggunakan mekanisme yang ada di dalam organisasi tersebut untuk menghadapi permasalahan penyebaran virus COVID-19 yang berdampak kepada berbagai macam aspek seperti ekonomi, sosial, serta aspek kesehatan.
Kondisi ASEAN Dalam Pandemi COVID-19
Semenjak dideklarasikannya COVID-19 sebagai pandemi global, tingkat masyarakat yang terjangkit virus COVID-19 menunjukan tren uphill setiap waktunya, tidak terkecuali terhadap masyarakat dalam negara-negara anggota ASEAN. Hal tersebut didukung oleh data pada gambar 1 yang berasal dari ASEAN Policy Brief April 2020, sebagaimana data tersebut menunjukan grafik peningkatan kasus yang terkena COVID-19 pada setiap ASEAN Members State (AMS) hingga periode 9 April 2020. Tidak hanya dampak secara kesehatan, pandemi COVID-19 juga berujung kepada disrupsi faktor-faktor esensial lainnya dalam berjalannya suatu negara, salah satunya adalah dalam aspek perekonomian. Perekonomian negara-negara di ASEAN diprediksi pada tahun 2020 untuk mencapai kondisi yang baik secara keseluruhan bagi setiap negara anggotanya. Akan tetapi prediksi perekonomian yang ada didasari pada keadaan ‘normal’. Dengan adanya pandemi global, apa yang diprediksikan akan terjadi pada perekonomian negara-negara anggota ASEAN menjadi terkoreksi, menyesuaikan kondisi pasar dan perputaran barang dan jasa yang ada. Terlihat pada gambar 1.1 bahwa secara garis besar initial forecast perekonomian negara-negara ASEAN lebih tinggi dibandingkan dengan revised forecast disaat pandemi COVID-19 mempengaruhi daya beli, lapangan pekerjaan, stabilitas dan perputaran barang dan jasa, dan faktor-faktor lainnya dalam perekonomian negara
Sumber Grafik: ASEAN Policy Brief, April 2020.
Sumber Tabel: ASEAN Policy Brief, April 2020.
Teori Ancaman Non-Tradisional & Teori Neoliberalisme
Adanya COVID-19 dapat dikatakan sebagai bagian dari ancaman non-tradisional. Meskipun ancaman tradisional merupakan ancaman yang tidak mengancam aspek militer maupun kedaulatan, akan tetapi ancaman tersebut tetap mampu membawa kepada dampak-dampak yang tidak dikehendaki. Secara historis, ancaman serupa dengan COVID-19 telah terjadi dalam kasus Black Death serta Spanish Flu, dimana kedua ancaman tersebut merenggut nyawa jutaan orang. Dengan itu ancaman COVID-19 merupakan ancaman yang tidak dapat disepelekan dan perlu untuk ditangani secara bersama-sama. Selain dari teori keamanan non-tradisional, prinsip kerjasama dalam ASEAN selaras dengan prinsip dalam teori Neoliberalisme. Kaum Neoliberalisme memiliki pandangan mengenai politik global dimana aktor negara maupun non-negara memiliki karakteristik yang berupa saling bergantung satu sama lainnya (Keohane dan Nye, 1977). Selain itu, Baldwin (1993) juga menyatakan bahwa dalam pandangan neoliberalisme, kerjasama merupakan suatu metode yang paling tepat untuk dijalankan oleh aktor negara, sebagai cara bermediasi dengan negara lainnya, untuk mencapai suatu kondisi yang berupa kesejahteraan ekonomi melalui kerjasama ekonomi antar negara.