Karena kembali lagi, lagu itu berada dalam bingkai industri kapitalisme nasional yang kurang menginginkan musik dangdut di daerah muncul apa adanya. Semua distandarkan pada apa yang disebut mereka "berkelas." Maka tengoklah yang terjadi pada penampilan live Via dan Siti. Keduanya tak mendapat apresiasi yang cukup dari publik. Mereka dihujat, dikritik pedas oleh nyinyir-nyinyir netijen karena penampilan mereka yang tak memuaskan hasrat penonton.
Menempatkan mereka dalam list penampil Asian Games tidak ubahnya seperti kosmetik bagi para wanita. Benda itu hanya diperuntukkan untuk menarik perhatian. Bukan sebagai inti dari bangunan tubuh yan utuh. Melainkan hanya untuk memperlihatkan "gebyar" yang akan mendatangkan banyak masa. Adlin dan Kurniasih menyatakan dalam buku Menggeledah Hasrta, "Dengan kosmetik perempuan tampak lebih cantik. Tapi itu adalah kepalsuan, karena kosmetik bukan lagi sekedar unsure material, tetapi juga telah menjadi semacam alat bagi kalangan industri kecantikan untuk menguasai subjek agar selalu menuruti apa yang mereka tawarkan. Sebuah ironi kecantikan yang dianggap sebagai alat eksistentsi, namun justru mematikan subjek dari dirinya sendiri."Â
Dan wajarlah jika para netijen itu nyinyir-nyinyir, meski mereka kadang dianggap hanya berkomentar tanpa memperhatikan konteks atau apa yang terjadi di belakang. Sebagai seorang penonton, mengetahui hal di belakang panggung adala tidak penting. Saya pun tak akan mau peduli dengan itu. Yang kami inginkan adalah sebuah kesempurnaan di atas panggung dengan cara pandang kami. "Kau gak perfect, kau jelek."
Ya, karena menonton itu untuk mencari sebuah kepuasan batin atas figur yang diidolakan. Dan pertanyaan, "Lho kok gini ya? kok gini sih penampilannya?", adalah sesuatu yang wajar, dan sangat manusiawi. Penonton punya ekspektasi yang terbingkai dalam selera-selera mereka. Begitu pula sebaliknya, pihak penyelnggara Asian Games juga punya ekspektasi yang terbingkai pada kata "internasional", yang tercermin pada setiap bagian pementasan. Dan yang kita lihat pada 18 Agustus, dan 2 September lalu tak ubahnya pertunjukan internasional menurut panitia penyenggara.
      Lalu bagaimana pertunjukan internasional itu sebernarnya? Apakah didasarkan pada ikut andilnya negara-negara luar dalam pagelaran, segi konsep pertunjukan yang mewah atau hanya sekedar branding saja?. Layak untuk kita pikirkan bersama, apakah penting mengkelaskan itu. Kuwi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H