Mohon tunggu...
Taufiq Ahmad Romdoni
Taufiq Ahmad Romdoni Mohon Tunggu... Ilustrator - Pemikir

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Money

Upaya Melindungi Toko Tradisional dari Gempuran Minimarket

2 Juli 2021   20:10 Diperbarui: 2 Juli 2021   21:02 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pexels.com

Saat ini minimarket berbasis waralaba atau ritel modern tengah berkembang dan menjamur di banyak daerah di Indonesia. Hampir di seluruh lokasi baik itu di perkotaan maupun pedesaan, minimarket seperti Indomaret, Alfamart, atau Alfamidi dan minimarket sejenis lainnya, dapat ditemukan dengan mudah. Kemunculan minimarket tersebut memudahkan bagi para konsumen untuk berbelanja. Selain itu kehadirannya dapat membuka peluang lapangan pekerjaan baru.

Namun kehadiran minimarket tersebut ternyata mengancam toko-toko tradisional seperti warung ataupun pasar tradisional. Masyarakat menjadi enggan berbelanja di toko tradisional karena beragam alasan. Selain minimarket menyediakan tempat yang nyaman, ternyata harga produk di minimarket tersebut juga bisa lebih murah dibandingkan toko tradisional. Apabila hal tersebut terus terjadi, maka akan terjadi kesenjangan yang meningkat antara ritel modern dengan ritel tradisional.

Pada dasarnya, ritel modern dikenal sebagai toko swalayan. Toko swalayan dapat berbentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket dan grosir dengan pelayanan mandiri. Contoh alfamart, indomaret adalah jenis minimarket. Ritel modern tersebut pada dasarnya memiliki modal/kapital yang lebih besar dibandingkan dengan toko-toko tradisional. Maka dalam hal ini kita bisa bedakan antara ritel modern dengan ritel tradisional berdasarkan jenis kapital tersebut.

Ritel modern, dengan sumberdaya kapital yang lebih besar, maka mengancam toko tradisional seperti warung atau pasar yang memiliki modal lebih kecil. Hal ini akan mengganggu persaingan usaha yang tidak sehat sehingga meningkatkan kesenjangan usaha. Oleh karena itu intervensi pemerintah diperlukan untuk mengatasi hal tersebut.

Kebijakan dan arah dari pemerintah sebetulnya tergantung seperti apa. Apakah akan membiarkan sistem ekonomi kapital atau ingin berpihak pada ekonomi kerakyatan. Karena Pemerintah perlu menghilangkan kesenjangan, maka Pemerintah perlu berpihak pada toko-toko tradisional. Seperti apa Pemda dapat berbuat?

Mengacu pada Sitinjak (2016), bentuk perlindungan terhadap usaha mikro meliputi dua bentuk antara lain perlindungan protektif dan perlindungan fasilitatif. Bentuk perlindungan protektif meliputi perlindungan lokasi pendirian, jarak pendirian, dan zona pendirian usaha lainnya. Kemudian bentuk perlindungan fasilitatif meliputi pengembangan, pemberdayaan, dan kemudahan administrasi bagi usaha mikro.

Apabila dilihat dari segi pendekatan hukum/kebijakan, terdapat dua bentuk perlindungan tersebut. Pemerintah Daerah dapat mengacu pada beberapa peraturan yaitu PP Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Permendag Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.

Pada PP Nomor 29 Tahun 2021 Pasal 86 (1) disebutkan,

Pendirian pusat perbelanjaan atau toko swalayan harus memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan Pasar Rakyat, dan UMK-M yang ada di zona atau area atau wilayah setempat.

Kemudian pada Pasal 89 (1),

Lokasi pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko swalayah harus mengacu pada:

  • Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; atau
  • Rencana detail tata ruang kabupaten/kota.

Kemudian Pasal 93 mengatur Pelaku usaha Toko Swalayan yang melakukan kerja sama pasokan Barang wajib mengikutsertakan pelaku UMK-M.

Lalu pada Permendag Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan

Pasal 3

Toko Swalayan dilaksanakan dengan mempertimbangkan

  • Kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat serta keberadaan Pasar Rakyat dan UMK-M yang ada di zona atau area atau wilayah setempat;
  • Pemanfaatan ruang dalam rangka menjaga keseimbangan antara jumlah Pasar Rakyat dengan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan;
  • Jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dengan Pasar Rakyat atau Toko eceran tradisional; dan
  • Standar teknis penataan ruang untuk Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan

Pasal 5 (1)

Pemerintah Daerah menetapkan jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dengan Pasar Rakyat atau Toko eceran tradisional

Berdasarkan beberapa ketentuan pada peraturan tersebut, Pemda dapat memberlakukan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, menerapkan sistem zonasi. Pasal 5 (1) Permendag 23/2021 dengan jelas memberi mandat pada Pemda untuk menetapkan jarak antara ritel modern dengan ritel tradisional. Oleh karena itu, untuk menjaga persaingan ritel tradisional, Pemda dapat menetapkan jarak yang sesuai. Misalnya di Kabupaten Kulon Progo, Pemda menetapkan jarak minimum 1 km. Selain jarak, perlu diperhatikan juga peruntukan zonasi pada tata ruang yang telah dibuat. Apakah wilayah tersebut diperuntukkan untuk perdagangan atau tidak.

Kedua, membentuk kemitraan. Contoh dari kemitraan ini seperti Tomira (toko milik rakyat) yang diterapkan oleh Kabupaten Kulon Progo. Tomira merupakan bentuk kerja sama dalam usaha ritel antara Pemerintah Kulon Progo dengan pihak swasta atau ritel modern. Pelaksanaan Tomira di Kulon Progo telah terbukti berhasil memberdayakan UMKM dan melindungi pelaku usaha rakyat kecil (Isyaroh dan Atmojo 2020). Bentuk usaha kemitraan seperti ini dapat menjadi solusi untuk melindungi pelaku usaha mikro.

Selain itu, apabila mengacu pada Permendag Nomor 23/2021, kemitraan itu dapat berupa (1) kerja sama pemasaran, (2) penyediaan lokasi usaha dan (3) penyediaan pasokan. Kerja sama pemasaran dapat berupa memasarkan produk-produk UMKM lokal. Pemda dapat menetapkan persentase minimum produk UMKM yang dipasarkan di ritel modern/atau di ritel kemitraan tersebut. Kemudian pada penyediaan lokasi usaha, ritel-ritel seperti Alfamart atau Indomaret dapat menyediakan lahan usaha bagi UMKM di areal parkir. Misalnya di area parkir tersebut disisakan lahan usaha bagi pedagang kecil. Lalu untuk penyediaan pasokan, ritel modern seharusnya menggunakan suplier lokal sebagai pemasok barang dagangannya.

Lalu solusi bentuk usaha lainnya adalah dengan model  koperasi waralaba (franchising). Koperasi waralaba/koperasi franchising merupakan usaha waralaba yang dikelola dengan bentuk koperasi. Hal ini bisa menjaga kesenjangan usaha antara ritel modern dengan ritel tradisional. Kepemilikan ritel modern menjadi tidak berada pada hegemoni atau dominasi pemilik modal, namun bisa dimiliki oleh masyarakat secara luas.

Contoh nya adalah kopkun di Purwokerto yang menerapkan koperasi  . Kopkun (singkatan dari 'Koperasi Karya Utama Nusantara') adalah koperasi yang menjalankan bisnis salah satunya dalam bentuk ritel.  Kopkun merupakan ritel yang menjadi favorit mahasiswa Jenderal Soedirman serta mahasiswa di  Purwokerto. Kopkun menyediakan perlengkapan sehari-hari dengan harga yang ekonomis. Selain itu, kopkun juga menyediakan layananan jasa simpan pinjam. Kopkun yang didirikan pada tahun 2006 terus berkembang hingga saat ini. Data Prasadini et al. (2019) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan partisipasi anggota Kopkun dari tahun ke tahun.

Jadi Pemda bisa mengintervensi permasalahan kesenjangan ini melalui dua hal tadi. Pendekatan regulasi dengan menetapkan aturan-aturan yang melindungi pedagang tradisonal, memperbaiki fasilitas pedagang tradisional, lalu dapat membuat program-program pembinaan.

Apabila kita mencari penyebab mengapa orang-orang malas berbelanja ke Pasar tradisional, Jawaban paling umum adalah pasar itu kumuh, kotor dan rawan kriminalitas. Oleh karena itu perlu ada program revitalisasi pasar untuk membuat masyarakat menjadi aman dan nyaman berbelanja ke pasar tradisional.

Upaya lainnya adalah dengan melakukan pembinaan terhadap pedagang-pedagang kecil atau UMKM dengan bantuan permodalan dan pelatihan usaha. Hal ini membuat para pelaku usaha kecil dapat bersaing dengan ritel modern. Selain itu Pemda juga perlu mengembangkan model-model usaha seperti yang sudah dijelaskan di atas tadi. Apakah dalam bentuk kemitraan, atau waralaba dengan sistem koperasi.

Referensi

Isyaroh RI, Atmojo ME. 2020. Efektivitas Toko Milik Rakyat (TOMIRA) dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Kulon Progo tahun 2018. FisiPublik: Jurnal Ilmu Sosial dan Politik. 5(1): 49-65. 

Prasadini F, Pudjianto H, Sambodo H. 2019. Determinants of member participation at Koperasi Karya utama Nusantara (Kopkun) Purwokerto. Eko-Regional. 14(2):131-142. 

Sitinjak BP. 2016. Perlindungan terhadap usaha mikro melalui penataan zonasi toko swalayan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Studi pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan) [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Peraturan

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.

Website

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun