Mohon tunggu...
Taufiq Ahmad Romdoni
Taufiq Ahmad Romdoni Mohon Tunggu... Ilustrator - Pemikir

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Didemo Nelayan, Haruskah Menteri Susi Mundur?

16 Juli 2017   14:05 Diperbarui: 17 Juli 2017   09:40 5608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun hal yang yang berbeda justru ditunjukkan oleh nelayan yang menganggap bahwa alat tangkap cantrang bukanlah alat tangkap yang merusak. Alat tangkap cantrang adalah alat tangkap terbaik bagi komoditas ikan demersal. Selama ini nelayan juga tidak melakukan operasi alat tangkap cantrang di daerah terumbu karang.

Sebetulnya, dalam memandang persoalan cantrang adalah bagaimana kepentingan ekologis dapat dipadukan dengan kepentingan ekonomis. Nelayan beralasan bahwa penggantian alat tangkap cantrang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Itulah yang menyebabkan selama pelarangan alat tangkap cantrang, nelayan tidak bisa melaut dikarenakan mereka tidak memiliki biaya untuk mengganti alat tangkap.

Seharusnya, alat tangkap alternatif sudah harus disiapkan sebagai alat pengganti cantrang. Kementerian Kelautan dan Perikanan pun sudah memberikan beberapa alat tangkap alternatif, namun hingga saat ini nelayan masih merasa alat tangkap tersebut bukan merupakan solusi yang baik atas dilarangnya alat tangkap cantrang. Akibat peraturan tersebut, banyak nelayan yang tidak bisa melaut.

Pada persoalan lainnya, sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2014, Menteri Kelautan Perikanan menghentikan sementara perizinan usaha perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Langkah tersebut diambil karena maraknya kegiatan Ilegal, Unreporteddan Unregulated(IUU) Fishingyang menyebabkan adanya overfishing.Oleh karena itu kebijakan penghentian sementara perizinan usaha tangkap dilakukan agar dapat memulihkan kondisi perikanan di Indonesia.

Alih-alih memperbaiki kondisi stok populasi ikan dengan penghentian sementara perizinan usaha tangkap, justru kebijakan tersebut memiliki dampak secara ekonomi. Hal ini karena kapal-kapal yang beroperasi, mayoritas merupakan kapal-kapal yang berasal dari luar negeri. Hal ini menyebabkan kegiatan perikanan yang notabene merupakan kapal eks asing menjadi terganggu.

Dampak yang diakibatkan oleh adanya moratorium izin kapal eks asing lainnya adalah menyebabkan ribuan pekerja kapal dan pengolahan ikan menjadi menganggur. Hal ini juga berdampak pada berkurangnya bahan baku perikanan. Para pelaku industri pengolahan harus mengimpor bahan baku dari negara lain seperti India.

Namun sebuah penelitian yang dilakukan oleh Arthatiani dan Apriliani (2016) mengenai dampak kebijakan moratorium kapal eks asing terhadap kondisi perikanan tuna, menunjukkan hasil bahwa kebijakan tersebut tidak memberikan dampak  secara langsung terhadap daerah ekspor tuna, khususnya daerah Provinsi DKI Jakarta. Pasokan ekspor ikan Indonesia ke Thailand dan Filipina menunjukkan tren yang menurun setelah kebijakan Moratorium Izin Kapal Eks Asing. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan sebelum kebijakan tersebut, volume ekspor ikan ke Thailand rata-rata di atas 10 ribu ton setiap bulannya. Setelah kebijakan tersebut rata-rata ekspor cenderung di bawah 5 ribu ton setiap bulannya.

Persoalan susi saat ini hanyalah tinggal bagaimana menaruhkan kepercayaan pada nelayan, khususnya pengguna alat tangkap "tak ramah lingkungan". Bagaimana pun juga, nelayan merupakan subjek dalam membangun perikanan dan kelautan. Nelayan tersebut menyumbangkan banyak sumbangsih khususnya angka produksi perikanan tangkap. Resiko mencari nafkah yang mempertaruhkan nyawa, melawan ombak di lautan, nelayan tetap menjalankan itu semua, untuk konsumsi masyarakat Indonesia. Digantikan atau tidak sebagai menteri, itu adalah hak prerogatif Presiden. Presiden memiliki hak dan wewenang apakah Susi memang layak digantikan sebagai menteri karena dinilai tidak mensejahterakan nelayan.

Sumber :

Arthatiani, F. Y., Apriliani, T. 2015. Dampak Kebijakan Moratorium Kapal Eks Asing terhadap Kondisi Perikanan Tuna: Studi Kasus di DKI Jakarta. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan Perikanan.5 (2): 71-83.

Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2014.

Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun