Tidak hanya persoalan atas insiden tersebut, terdapat kabar bahwa rekam jejak kapten Caledonian Sky memliki rekam jejak buruk dan kerap bermasalah di wilayah perairan Indonesia. Kapten kapal MV Celedonian Sky pernah melakukan pelangaran di Sumatera Utara di mana ia merapatkan kapal tidak seuai aturan (antaranews.com, 16 Maret 2017).Â
Ditambahnya rekam jejak atas insiden Raja Ampat, menambah rekam jejak buruk bagi kapten kapal MV Caledonian Sky. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan atas pelanggaran aturan di laut masih lemah. Menurut anggota Komisi IV DPR RI Rofi Muawar (republika.co.id, 16 Maret 2017) rusaknya terumbu karang oleh kapal MV Caledonian Sky merupakan bentuk kelalaian kolektif.
Seperti yang telah dikemukakan oleh Menteri Lingkungan Hidup (republika.co.id, 16 Maret 2017), Pemerintah Indonesia dapat menjeratnya dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya. Kejadian tersebut dapat dikenakan sanksi yang ancamannya adalah pidana penjara. Bahkan pemerintah dapat membawa kasus ini ke Mahkamah Laut Internasional.
Keberanian pemerintah untuk bertindak tegas atas kejadian ini sangat perlu dilakukan. Dampak yang ditimbulkan atas insiden ini tidak hanya berdampak pada segi ekologis semata, tetapi juga segi kesejahteraan masyarakat. Keberanian pemerintah dalam mengambil tindakan atas insiden ini merupakan sebuah tindakan melindungi ekosistem khususnya terumbu karang. Pemerintah perlu sadar dengan melihat angka kerusakan terumbu karang di Indonesia yang sangat tinggi. Â Sehingga diperlukan sebuah ketegasan dalam penegakkan undang-undang dan pengawasan mengenai perlindungan ekosistem khususnya kerusakan terumbu karang.
Dijadikannya daerah terumbu karang sebagai area wisata merupakan sebuah konsekuensi dari adanya kerusakan sumber daya alam. Adanya aktivitas manusia di daerah terumbu karang memliki ancaman adanya kerusakan akibat aktivitas tersebut. Terumbu karang merupakan ekosistem yang mengalami degradasi lebih cepat jika berkaitan dengan aktivitas manusia. Untuk itu diperlukan pengelolaan ekosistem terpadu. Pembangunan tidak hanya diorientasikan kepada sisi ekonomis saja, tetapi juga segi ekologis.
Sumber:
Bartholomeus, M.L.R., Runtuboi., D.Y.P., Tanjung, R.H.R., 2013. Konservasi dan Kondisi Terumbu Karang di Kampung Saporkren Distrik Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Jurnal Biologi Papua.5 (2): 68-76.
Widyatun. 2011. Peran Masyarakat dalam Pelestarian Terumbu Karang dan Dampaknya terhadap Peningkatan Kesejahteraan. Jurnal Kependudukan Indonesia.6 (2): 1-19.