Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Zoya, Tukang Cat di Kota Mafia

14 Desember 2023   12:21 Diperbarui: 14 Desember 2023   12:26 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara panggilan pada seseorang menyentak, "Gusto! Gusto! Dimana kau? Bos ingin bicara padamu". Angin membawa suara melewati ruang-ruang dan halaman.
Gedebuk tapak sepatu lars menghantam mendekat.
"Zoya! Apakah Gusto kesini?"
"Sejak dari tadi aku sendiri. Mungkinkah dia pergi tanpa pesan?"
"Kembalilah bekerja Zoya. Maaf aku mengganggumu"
"Iya". Zoya melanjutkan sapuannya. Ia tersenyum menang. Zoya menciptakan hukum sendiri. Karena hukum di kota ini telah mati suri. "Pembalasan atas kematian Alfredo. Kalian semua akan habis"

***

Boreno ditahun 1979.
"Alfredo! Hati-hati nak". Zoya bahagia melihat anak semata wayangnya tumbuh segar. Lima tahun telah dia jalani dengan kestabilan diri. Dipeluknya anak tersebut dengan balut kasih sayang.
"Kalau kau besar nanti dan saatnya sekolah, kau akan aku pindahkan dari kota ini".
Zoya si pekerja keras. Apapun pekerjaan dia lakukan demi pundi-pundi uang. Boreno bukan tempat yang baik bagi tumbuh kembang Alfredo. Dia sudah punya rencana buatnya.
Kota ini terlalu berbahaya. Kartel-kartel narkoba mengacak-acak hukum serta tata aturan masyarakat.

Bayangan kecil Alfredo terbentuk dari hangat matahari. Tangan kecilnya menggandeng Zoya.
"Ayah, aku ingin ke sana". Telunjuk tangannya mengarah pada lapangan berumput di seberang. Jawaban belum terbentuk, Alfredo berlari riang.
"Ponerse a cubierto!"(Berlindung!)
"Cuidado con la guerra!"(awas perang!). Teriakan peringatan mencegah orang berlari. Bunyi tembakan melantak kencang.
Zoya berteriak ketakutan, "Alfredo! Berhenti!". Tubuhnya melenting mengejar kasihnya.
Anak kecil itu tertawa. Merasa ayahnya mengajak bercanda. Semakin kencang dengan tawa berderai panjang. Dor..dor...tret..tret...dor..dor..
Tubuh Alfredo terjungkal diterjang peluru. Tertelungkup dengan kepala pecah. Cairan putih berleleran campur merah.
Zoya terkesiap. Mukanya pucat. Dipeluknya jasad si kecil dengan raungan kemarahan. Air mata membanjir membentuk kesumat dendam.

***

"Pembalasanku baru berhenti setelah aku mati", lirih Zoya. Dia mencari segala cara agar bedebah-bedebah mafia itu musnah di Boreno. Harapannya pada Alfredo lenyap. Sejak saat itu jiwa Zoya panas. Putra tampannya datang memberi salam dalam bayangan gelap. Semuanya tak kunjung usai.

Kehilangan misterius menimpa para kartel. Saling curiga menimpa rival mereka.
"Diam-diam Rudolfo melakukan pembunuhan terhadap rekan-rekan kita. Harus kita antisipasi"
"Apakah perang terbuka harus kita mulai?"
"Sepertinya harus"

Desing peluru menghantam sasaran. Dinding-dinding koyak, menyerpih. Zoya senang. "Bertempurlah sampai nadi kalian hancur", desis Zoya. "Darah kalian akan aku sapukan diseluruh kota"

Zoya menikmati ledakan-ledakan peluru. Bibirnya menggumamkan syair-syair pertempuran. Jarinya mengetuk ketuk tulang dengkul.

Perang harus kau lakukan. Menundanya berarti awal kekalahan. Hancurkan musuh selama lipatan kain belum dijahit. Itulah falsafah pemilik pedang. Bila selesai perang nikmatilah bubur jagung yang dipanen ketika embun masih menempel didaun.

Zoya masih mengetukkan ujung jari dibawah desing peluru dan ceceran darah serta cipratan ludah. Perang harus kau lakukan....[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun