Dipilihnya Blitar Selatan(selain yang telah diterangkan diatas), karena mempertimbangkan Komite Proyeknya  paling kuat, sempurna, mumpuni, sudah jadi. Hal tersebut tidak terlepas dari pasokan senjata yang cukup serta banyak dukungan yang mengalir dari anggota ABRI.
Didaerah tersebut juga telah dibentuk SPR(Sekolah Perlawanan Rakyat) serta KKPR( kursus komando perang rakyat) dengan pengajar para tokoh Comite Central PKI, seperti Roeslan Widjajasastra(MDH), Rewang(Kritik Oto Kritik), Olean Hutapea(Pembangunan Partai), Munir(Perjuta), Soekatno(Strategi dan Taktik Perang Gerilya), eks Letkol Pratomo(Strategi dan Taktik Reguler), eks Letnan Tulus(Bongkar Pasang Senjata), Gales(Pdtb) dan telah menghasilkan lima angkatan. Kader-kader/lulusan sekolah tersebut dikirim ke berbagai wilayah buat  perkembangbiakan pengikut, dalam hal ini memperluas kader Perjuta, mengembangkan Detga(detasemen gerilya) serta Gerda.
Penangkapan yang dilakukan tim dapat membekuk pimpinan-pimpinan mereka, seperti Soebandi alias Martotelo. Dari mulutnya didapat gambaran lebih detail tentang pergerakan sisa-sisa pelarian PKI di Blitar Selatan. Ini dijadikan estimasi guna operasi pertama di Blitar.
Pada tanggal 31 Mei 1968 jam 19.30 WIB, perintah operasi dengan nama Trisula dikeluarkan. Operasi Trisula dipakai karena menggunakan tiga macam operasi sekaligus; Operasi Tempur (pendayagunaan secara maksimal Batalion-Batalion Infanteri didalam penumpasan PKI dengan menggunakan empat Batalion Infanteri sebagai unsur utama pembersih daerah dan satu Batalion Infanteri sebagai cadangan umum Komando Satuan Tugas Trisula), Operasi Teritorial(pendayagunaan secara maksimal unsur-unsur teritorial yang terdiri atas unsur Komando Rayon Militer, unsur Kepolisian setempat, unsur Pertahanan Sipil dan Perlawanan Rakyat beserta rakyatnya untuk membantu Batalion-Batalion Infanteri agar dapat mencapai tujuan yang optimal dalam melakukan pembersihan dan penutupan daerah) dan Operasi Intelijen (pendayagunaan Tim Combat Intelijen, Tim Interogasi, Tim Penelitian dan Pengembangan, Tim Investigasi serta Tim PUS untuk mencapai tujuan yang optimal dalam melaksanakan operasi tempur).
Sebelumnya, Kolonel Witarmin diangkat sebagai Komandan Satuan Tugas Trisula dihadapan Pangdam VIII Brawijaya Mayor jenderal Muhammad Jasin didampingi Panglima Komando Wilayah Udara IV Laksamana Muda Suwoto Sukendar serta Panglima Daerah Kepolisian X Brigadir Jenderal Koeswadi.
Gerak cepat dilaksanakan dengan memakai rencana B. Operasi yang dibatasi hanya 60 hari menjadi cambuk bagi para prajurit agar mengefisienkan waktu. Tidak mudah, Â karena rakyat didaerah sasaran belum terbuka akibat berurat berakarnya dogma dari PKI. Penduduk belum sepenuhnya percaya pada ABRI.Â
Mereka ragu-ragu untuk menerima dan memberikan informasi. Â Pencucian otak berhasil dilakukan PKI. Dimana rakyat, khususnya laki-laki akan menghilang dari rumahnya ketika siang hari.
Kesabaran diimbangi kerja tangkas menjadi pedoman bagi setiap prajurit. Akhirnya setelah dilakukan pendekatan, sedikit demi sedikit hati tersentuh uluran tangan tergapai.
Dalam operasi yang dilakukan 24 Jam dengan medan-medan tak diduga, Batalion Infanteri 511 yang bertugas di sektor B berhasil menangkap Soewandi, tokoh PKI CDB Jawa Timur, merangkap Biro Khusus dan anggota Comite Central. Dari dia keluar info kalau Maron, Suruhwadang, Pasiraman, Bakung dan Ngrejo merupakan wilayah yang mutlak dikuasai PKI. Akan dijadikan basis utama perjuangan untuk mengembalikan pengaruh mereka. Bahkan dari tempat ini akan dijadikan mercusuar penyebaran paham komunisme kembali.Â