Menyela, saling menikung. Ibu itu berucap"Besok operasi. Anjuran dokter puasa sehari sebelumnya". Bisik-bisik berdasar pertalian hati menumpang bau masakan yang menerobos kaca gerai.
Menyingkir, uniform berjalan mengepak tugas. Kumpulan buyar. Para pemburu mengejar sasaran. Yang dikejar lintang pukang, merasa terusik tapi dibutuhkan. Mempercepat langkah menggenggam tali perjanjian, menuju wahana. Pemburu gelagapan, tangan terhempas kebawah, pasrah. Mereka hanya sekumpulan buih dijagat modernisasi . Tapi bukan  gelombang besar, hanya riak ombak. Yang penting rencana sudah dijalankan.
"Makan dulu!", Nenek sebelah melengking, "Habiskan! Ini capjay. Masukkan kemulutmu"
"Ora!". Pria baya menolak. Sebuah paksaan menjebol pertahanan. Capjay itu akhirnya dijejalkan kemulut. Mengudap nikmat ditengah deretan gerai resto bertampilan 'wah'. Zikir kaum pinggiran menggerayangi lobi rumah sakit. Bibir bergerak, mengunyah, mencicip, menggelontor.
"Habiskan!"
"Iya, mbok. Ini sudah mau tandas". Yang dipaksa tersenyum. Capjay itu mungkin enak? Punggung tangan mengusap mulut-licinnya minyak menempel, terhapus kemudian. Nenek tertawa. Paksaannya merubah bungkusan makanan jadi onggok terlumat.
"Buang ke tong". Sapuan matanya mencari keberadaan benda itu.
"Kae, cedhak lift", kata si nenek, "Ndang diguwak"
Bunyi wajan digesek sothil tak bisa dikendalikan. Seperti parade drum band, meluberi ruang-ruang, mendepak gendang telinga. Bau masakan sedikit-sedikit menyepak hidung. Gemuruh kompor gas memancar ditimbuli bunyi 'sreng'. Penyiksaan bahan-bahan makanan mengemuka. Untuk beberapa menit pembantaian berlangsung, sebelum disuguhkan ke pemesan.
Deretan meja ditata rapi. Kalau tidak, manajemen akan memberi teguran. Kepala-kepala menunduk. Menyiksa diri dengan gadget. Beberapa menyongsong hidangan yang dipesan.
"Kenapa tidak beli? Nggak punya uang?", Kata Roti, seraya mencibir kaum pinggiran. Sebuah sentakan tajam. Yang dicibir melotot.
Gado-gado, campuran berbagai sayuran kukus diguyur sambal kacang, berucap, "Kami makanan sehat. Belilah. Kenapa melongo? Kenyang oleh capjay murahan?"
Kopi Hati Yang Temaram, cairan hitam dijungkirbalikkan susu gadis perkotaan, membujuk, "Seruputlah. Diluar hujan. Campuran kopi serta susunya pas disuasana ini". Bau khasnya menggelinjang mengejek, "Kasihan sekali kalian, hanya berbekal air rebusan rumah"
Roti, gado-gado beserta Kopi Hati Yang Temaram berkata, "Kaum melarat menerobos meja kita. Tak tahu malu. Menyingkirlah"
"Kami butuh kenyamanan", kata si nenek, "Biarkan meja ini jadi sandaran sejenak"
"Kenyamanan tak ada yang gratis, nek"
"Bedebah busuk! Dasar kapitalis!", Seru si nenek. "Republik ini kami yang punya!"
"Pembohong paling mengenaskan!", Teriak balik para kuliner. "Kalian hanya pemilik kentut".
Tawa berderai sambut menyambut. Memojokkan kaum melarat, termasuk si nenek. Mereka meringkuk nestapa.
"Mari pulang, nak", ajak si nenek, "Ternyata benar, Republik ini bukan milik kita"[]
* Beranda rumah, 20 Januari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H