Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gowes, Drama Perjalanan Antara Semangat dan Nafsu

18 Februari 2020   16:43 Diperbarui: 18 Februari 2020   16:40 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Taman Gajah Putih a.k.a Monumen Gempa Bumi 2006-Sawit Boyolali. (dokumen pribadi)
Taman Gajah Putih a.k.a Monumen Gempa Bumi 2006-Sawit Boyolali. (dokumen pribadi)
Hari ini saya mengulangi kekonyolan lagi? Ampun deh! Baru sebulan empat kali gowes, langsung disengkakke menempuh jarak jauh. Sebenarnya sebelum ke makam Ronggowarsito, saya telah gowes ke umbul Leses-Pengging dengan jarak 21 KM(PP 42 KM), Taman Gajah Putih-Cepokosawit, umbul Tirto Mulyo-Sawit berjarak 16,5 KM(PP 33 KM). Inginnya naik level ke lebih jauh. Tapi ini yang saya rasakan. Kelenger!

Monumen Gempa Bumi 2006 Sawit Boyolali, dipandang dari jauh. (dokumen pribadi)
Monumen Gempa Bumi 2006 Sawit Boyolali, dipandang dari jauh. (dokumen pribadi)
Sejauh mata memandang hanya hamparan sawah. Beberapa pohon tegak berdiri, meliukkan dahannya seperti menyuruhku berpayung dibawahnya. Tanpa itupun, saya akan tetap berhenti disitu. Tarik napas panjang. Badan berdenyut semua, paling terasa dikening. Jangan sampai njebabah di perjalanan, ora lucu. Kenapa harus dipaksakan? Saya bukan Aiman Cahyadi atau Alberto Contador. 

Nikmati saja ngonthelmu. Berhenti yang cukup menimbulkan embun nyaman. Perjalanan masih jauh, arah mataku melihat kelipan cahaya motor dikejauhan. Disana akan saya lalui. Serangga kecil berloncatan diantara rerimbun padi. Beberapa petani beristirahat sambil menikmati bekal. Rupanya tengah hari menyergap.

Kembali bergerak pakai sistem stand kalem. Harus pinter-pinter mengolah rasa biar tidak cepat lelah. Terus kayuh pedalmu, kawan, agar tujuanmu tercapai. Karena hidup itu mirip mengkayuh sepeda.(Selesai)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun