Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah Keluar Toilet, Ego Individu Tercermin dari Cara Menggunakannya?

27 Agustus 2018   12:06 Diperbarui: 27 Agustus 2018   12:11 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan manusia, kebutuhan akan MCK (mandi cuci kakus) tidak dapat dipisahkan. Sejarah peradaban manusia mencatat, dari beberapa artefak yang diketemukan dan diteliti lebih lanjut, diungkap bahwa nenek moyang dulu sudah mengerti tentang fungsi dan pentingnya kamar mandi dan kakus disamping sistem sanitasi. Dibeberapa bangunan peninggalan mereka sistem sanitasi telah dijadikan bagian dalam membangun sebuah kota atau perkampungan. 

Itu menandakan kalau kebersihan menjadi bagian dari nadi kehidupan  mereka. Penemuan situs Mohenjo-daro (Bukit Orang Mati) di 25 km barat daya Larkana provinsi Sind, Pakistan, sebuah peradaban lembah Indus 2600-1900 SM memberi gambaran, betapa kota permukiman pertama didunia ini dibangun dengan perencanaan yang baik. Sumur-sumur dibangun kemudian airnya dialirkan ke rumah-rumah penduduk. 

Di dalamnya terdapat kamar-para ahli yakin-ditetapkan sebagai kamar mandi. Air buangan disalurkan melalui selokan tertutup yang memanjang dan berliku sepanjang jalan utama kota itu.

Nah, dijaman modern sekarang ini, keberadaan kakus (toilet) bukan sesuatu yang sulit serta mahal. Setiap rumah dipastikan memilikinya. Namun, apakah mereka mampu merawat kebersihannya? Itu dirumah. Bagaimana fasilitas MCK ditempat umum?

Pengalaman hidup memberikan gambaran nyata, masih banyak individu belum menempatkan kebersihan kakus diposisi yang memper (pantas). Pembaca pasti pernah mendapati kondisi kakus tidak layak "edar". Sejumlah pengguna tidak melakukan pembersihan dengan baik sehingga yang berikutnya mendapat "ganjaran" ekstra menjengkelkan. 

Apakah ego seseorang bisa tercermin dari cara dia memperlakukan toilet setelah selesai memakainya? Pertanyaan tersebut timbul karena sebagai pemakai, saya selalu menyeleseikan penggunaannya sesuai protap. Kasihan kalau tidak disentor (siram) dengan baik. Bukankah kebersihan sebagian dari iman?

Sebuah hadist nabi SAW bersabda, "Kebanyakan siksa kubur itu disebabkan air kencing"

faedah yang bisa saya ambil dari hadist tersebut, wajibnya membersihkan diri dari bekas kencing. Jangan mengampang-gampangkan hingga lalai atau tak sempurna cebok-itu termasuk dosa besar.

Dari penjelajahan di beberapa tempat, saya banyak mendapati toilet dengan kondisi standar (versi saya). Tidak kotor banget tapi super bersih ya tidak juga, pokoknya bersih ya begitulah. Saya bisa contohkan sebuah toilet sebuah masjid di Kota Jombang (namanya lupa) yang menurut saya sungguh bersih. 

Jika kalian masuk bau karbol menguar. Airnya berlimpah. Dan yang bikin deg-degan adalah sebuah tulisan yang intinya jika kalian tidak cebok dengan sempurna serta meninggalkan kamar mandi dalam keadaan kotor, balasan akan kalian terima di Neraka jahanam. Ho..ho...ho... Serem.

dokpri
dokpri
Tapi toilet "seram" berulangkali juga saya temui. Dari baunya yang bikin muntah hingga urung masuk, sampai paling parah kotoran tidak disiram usai beol. Apakah lupa atau bagaimana?

Lain lagi cerita teman saya yang bekerja di sebuah hotel di Solo. Dia yang bertugas di bagian room boy pernah mengalami nasib sial dalam tugasnya. Berawal dari sebuah pesan untuk membersihkan kamar satu tamu. Masuk kedalam yang pertama ia lakukan meneliti beberapa item yang perlu disortir. 

Berikutnya masuklah ke kamar mandi. Kamar kelas deluxe itu mempunyai bathtub. Disinilah ia dibikin mual dan muntah. Bayangkan, ( maaf) kotoran manusia teronggok didalam bathtub. Betapa sadis!    

"Mosok to, pak", tanya saya

"Halah, demi Allah", jawab teman

"Tamune kuwi wis tuo? Nek tuwo mungkin pikun. Rumongsone kakus" (tamunya sudah tua? Kalau tua kemungkinan pikun. Dikira wc) ,tanya saya.

"Yo ora mungkin. Umure kiro-kiro sewidak an-60 tahun. Kuwi apal karo pegawe hotel. Marai kerep nginep" (ya tidak mungkin. Umurnya kira-kira 60 an tahun. Dia hapal sama pegawai hotel, sebab sering menginap)

"Ora mbok seneni?" (tidak kamu marahi?)

"Sopo sing wani nyeneni karo kerabat dekat pemilik saham terbesar hotel kuwi? Iso-iso aku dipecat!" (siapa yang berani memarahi sama salah satu kerabat dekat pemilik saham terbesar hotel itu? Bisa-bisa saya dipecat)

Dan teman saya itu sekarang memang telah lama di PHK. Bukan masalah "itu", tapi memang pembersihan pegawai yang dirasa sudah "tua". Tapi alhamdulillah sekarang sudah kerja lagi di sebuah pabrik pembuatan roti kelas menengah.

Masalah MCK memang urgen. Kalau tidak diseleseikan menimbulkan masalah berkepanjangan dan komplikasi. Tanpanya sebuah kota bisa ruyam.

Kebiasaan penduduk di bantaran sungai Bengawan Solo juga sedikit memberi gambaran. Saya pernah melihat orang berderet-deret buang air besar dialiran sungai itu. Wajar saja kalau mendapat predikat kakus terpanjang di pulau Jawa. Itu dulu, sekarang sudah berkurang. Seandainya ada, paling satu dua orang saja yang masih "kangen" dengan sang bengawan.

Disebuah kampung di daerah Gremet Manahan malah parah. Ada Cagak tinting (tiang listrik) sampai bolong keropos karena sering dikencingi oleh para manusia-manusia "tidak jelas". Saya tahunya dari teman yang warga asli situ. Perkiraan saya "mereka" hanya cari gampangnya saja. 

Padahal konsekuensi serta dampaknya buruk. Bau menganggu juga lingkungan tercemar. Apa tidak ada yang memperingatkan? Peringatan sudah, bahkan dikasih tulisan: "Hanya Anjing yang Kencing di Sini!". Ternyata tidak mempan. Karena mereka melakukannya malam hari disaat warga pulas diperaduan.

Lain lagi pengalaman saya dan teman-teman ketika trip ke salah satu spot di limpahan waduk Gajah Mungkur-Wonogiri. Kami sekumpulan pemancing menduduki wilayah dengan lahan-lahan pertanian dengan beberapa tonggak pohon kayu jati. Satu dari kami karena ingin memperoleh tempat mancing yang sesuai hati, bergegas ingin menuju spot jadi lupa kondisi medan. Apes, kotoran manusia diterjang hingga menempel di sepatu. Kapokmu kapan! Ya sudah, jadi bahan tertawaan rekan lainnya.

Masih ada memang penduduk sekitar yang buang hajat dikebon dengan maksud sekalian memupuk tanamannya agar subur gembur.

Kalau kondisi toilet kamu bagaimana? Apakah layak pakai?[Selesai]

*Daftar Pustaka:

~Wikipedia.org

~IslamiIslami.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun