Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Yang Aku Dapatkan di Gunung Api Purba Batur

24 Agustus 2018   20:42 Diperbarui: 25 Agustus 2018   21:16 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan ini adalah rangkaian dari jelajah di kawasan geopark Gunung Sewu. Setelah tertunda masuk ke Museum Karst Indonesia di Pracimantoro, saya melanjutkan ke arah Gunungkidul menuju Cagar Alam Geologi Gunung Batur. 

Lepas dari perempatan lampu merah di pusat keramaian salah satu kecamatan di Wonogiri, arah angin selatan menjadi tujuan selanjutnya. Banyak perubahan yang terlihat, diantaranya infrastruktur jalan. Para pelintas dimanjakan oleh mulusnya ruas hotmik. 

Di wilayah inilah jalur Lintas Selatan Jawa memanjang dari Banyuwangi hingga ujung barat pulau jawa. Belum tuntas seluruhnya, karena masih dilakukan pembangunan. Beberapa ruasnya sudah dapat kalian nikmati walau di titik tertentu kembali diarahkan ke jalur lama.

Melewati padukuhan Wuni dengan liukan khas pegunungan karst aku ambil. Dukuh dengan kukungan bukit-bukit memaksa saya melahap sensasi kelokannya. Tapi hati-hatilah, karena kita melewati padukuhan dengan menemui aktifitas warga.

Di puskesmas Girisubo saya memutuskan bertanya pada perempuan baya yang kebetulan lewat. Dari dia saya disuruh balik arah barat. Karena Djepitoe masih berjarak tiga kilometeran. 

Gunung Batur ternyata masuk kawasan wisata pantai Wediombo. Itu saya ketahui setelah Google maps mengarahkan. Dalam penjelajahan ini, saya mengandalkan felling, papan petunjuk, bertanya dan aplikasi Google maps (walaupun tidak harus tergantung banget). Jalan arah selatan membawa maticku melayang tenang. Angin kering bagaimanapun sentakannya lumayan memberi kipasan agar badanku tidak terlalu panas.

Sebuah gerbang memaksa mesin motor saya matikan. Petugas loket menjulurkan tiket dan saya menjulur uang kertas Rp.5 ribu. Setelah mengucapkan terimakasih gasspol menyala. Disebuah spot dengan papan petunjuk mengarahkan motorku untuk belok kanan. 

Siap! Memasuki kawasan pertanian kering. Nikmati suasana desa di pegunungan seribu. Kondisi jalan masih mencirikan pegunungan karst. Menerjang batu, tanah kering yang membumbungkan debu di wajah. Akhirnya sampai juga di tujuan.

Dokpri
Dokpri
Suasana sepi saya dapati.  Sebuah huruf besar bertulisan: 'Cagar Alam Geologi Gunung Batur' menjadi magnet utamaku. Parkiran dengan kanopi membantu motorku tidak tersentuh sengatan matahari. Mengamati kondisi lingkungan mengapungkan pertanyaan. Kenapa kok hanya saya yang berkunjung? Tiga petani berbincang-bincang. Kedatanganku menarik satu dari mereka mendekat.

"Piyambakan, mas?" (sendirian, mas?)

"Inggih, pak. Leres niki wisatanipun?" (Iya, pak. Betul ini wisatanya?)

Petani itu mengiyakan dan menunjukkan kalau gunung Batur puncaknya hanya beberapa meter saja. Tidak tinggi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun