Tusukan logam runcing beberapa sepeminum teh kedepan akan mengakhiri hidup sang pembuatnya. Lelaki sepuh itu terkapar. Berusaha merangkak namun tetap saja kepayahan. Nafasnya senthik-senthik terhambat oleh luka menganga didada. Tangannya berusaha menahan agar darah tidak merembes deras, satunya menopang tubuh agar sedikit terangkat. Tetap saja sia-sia. Â
Ceceran darah segar berujud noktah hingga gumpalan mengikuti sumbernya. Noda jahat membalut di genggaman Ken Arok. Disaksikan gesekan dedaunan di sekitar padepokan, kilatan-kilatan sinar matahari yang dipermainkan liuk pepohonan, sebuah peristiwa berdarah tercatat dalam lelembar Pararaton.Â
Sang pembuat keris, Mpu Gandring tergolek lemas di altar depan. Sang pembunuh, tak lain Ken Arok, menatap dengan bangga akan ujud keris yang ia pegang. Walaupun bentuk belum sempurna tapi kehebatannya telah ia buktikan. Lumpang batu terbelah berantakan ketika ditusuk keris pesanannya, termasuk si Mpu.Â
Langkah kaki segera ia lentingkan sebelum matahari lurus diatas kepala. Tubuhnya mantap berbalik meninggalkan luka keji. Kerisnya belum kering dari cairan merah ketika gema kutukan masih samar terdengar,"Hai berandal pencuri! keris itu akan meminum darah tujuh turunanmu. Camkan itu!"
Kedatanganku memang telah aku rencanakan. Sering lewat jalan didepan museum menjadi awal selarik intuisi agar aku mampir menengok dalamannya.
Untuk memenuhi syarat agar sebuah keris disebut keris yang baik harus dibuat dari tiga bahan utama, yaitu besi, baja dan bahan pamor (batu bintang/batu meteor-mengandung titanium, nikel). Â Awam dipastikan tidak paham mengenai jagat perKerisan, termasuk penulis.Â
Kedatangan saya di gedung 5 lantai termasuk  basement (dihitung lantai satu) sebagai lokasi parkir berbentuk joglo modern hanya untuk memupus rasa keingintahuan, ada berapa banyak sih koleksinya?Â
Menurut sumber yang dipercaya, ada sekitar 900 keris, 38 tombak dan beberapa benda bersejarah lainnya. Tapi itu akan terus bertambah dengan adanya kabar beberapa masyarakat atau institusi akan menghibahkan koleksinya, termasuk kerajaan Belanda (seperti keterangan mas bro pemandu museum). Ditunggu saja.
Maka, dengan berdirinya museum Keris menjadi awal bagi saya untuk mengetahui lebih banyak, walau tidak mendalam. Sebab saya pribadi sudah punya keris meski tanpa luk. "Iiiih...Om, porno! Saya bilangin tante lho?"
"Ah, Kamu saja yang pikirannya negatif"
"Tante Nuruuul...., om nulisnya nggak bener"
"Sukanya mengadu...!"
"Biarin, wek!"
Museum ini menyimpan sebuah keris budha berumur lebih 300 tahun disamping keris lain berkasta mumpuni.
Yang tahu keberadaannya hanya Aryo Penangsang sendiri, padahal sudah berabad lampau dirinya menyandang gelar almarhum setelah ususnya terburai akibat tusukan tombak Kyai Pleret ketika perang tanding melawan Sutawijaya. Sebenarnya, Setan Koberlah yang menuntaskan hidup putra Raden Kikin (pangeran Sekar).Â
Ketika usus terburai, Aryo Penangsang masih ethes (tegar, kuat). Agar tidak menganggu pergerakannya dalam pertarungan, usus tersebut dikaitkan pada kerisnya. Namun celaka, kekuranghatian membuat ususnya putus ketika Kyai Setan Kober dicabut dari sarungnya. Tamat sudah riwayatnya.
Mereka mengklaim mendapat wangsit lewat lelaku yang dijalaninya. Dan lebih gendeng meneh Keris Kyai Sengkelat dijual via situs jual beli online. Harganya juga bervariasi, Rp.10 juta hingga tak terbatas. Kemungkinan pastinya itu keris Putran atau tiruan.
Pamornya keluar bersama kedigdayaannya. Oleh prabu Brawijaya V, keris itu menjadi andalan kerajaan Majapahit dan diberi gelar kanjeng Kyai Ageng Puworo. Kedigdayaan keris Kyai Sengkelat, jika ditusukkan pada sebatang pohon akan merontokkan daunnya. Jika dicelupkan di lautan membuat air laut menjadi tawar serta bergolak panas dalam radius 15 tombak. Bagaimana andai tertusuk manusia? Bisa jadi tulang rangka lebur daging mengering.
Dalam perang Diponegoro (1825 M - 1830 M) sebuah perang yang membuat Belanda menguras kas kerajaan (dibuat hampir bangkrut-selain perang Aceh), konon serdadu Belanda bagian persenjataan meriam dibuat pusing tujuh keliling.
"Verdomme!, Opnieuw vastzitten! Wat is dit? minder jij Diponegoro!" (sialan kau! Macet lagi! Apa ini? Kurangajar Diponegoro!)
Saking kesalnya mereka memaki si meriam,"Domme kanonnen! (meriam goblok!)
Setiap mau disulut dan diarahkan pada bala prajurit Diponegoro selalu mejen (tidak bunyi, mampet). Usut punya usut, biang masalahnya keris yang disandang sang Pangeran. Kok bisa? Begini, setiap dicabut dari sarungnya ada daya mistis yang menerobos cepat menutup ujung meriam. Masalah benar atau tidak, wallahu a'lam bi shawab.
Hingga suatu malam selepas Isya, kakek mewanti-wanti ibu untuk membukakan pintu jika nanti ada ketukan. Sebelumnya akan saya jelaskan kondisi desa kakek saya.Â
Sebuah desa yang jika dipagi hari dan kondisi cerah nirkabut akan tampak gunung Merbabu, gunung Merapi, gunung tidar, gunung Sumbing dan Sindoro, mengelilingi mirip komedi putar. Hawa dingin njekut tidak alpa hadir setiap pagi. Belum tersentuh listrik. Kalau mau memenuhi hajatan malam hari-perkawinan atau tahlilan-harus jalan kaki dan bawa oncor (obor) sebagai penerangan.Â
Kondisinya gelap gulita. Begitulah, dalam suasana malam ditingkahi bunyi derik serangga serta burung hantu (memang banyak terdapat) sebuah ketukan menyala. Sebelumnya kakek mengingatkan, kalau melihat sesuatu diamkan saja. Dengan langkah mantap (ibu saya termasuk tipe pemberani) beliau menuju pintu. Rumah kakek besar dengan ruang tamu sungguh luas (sebab kadang dijadikan menyimpan gundukan padi yang belum kering ketika dijemur).Â
Manakala pintu dibuka, sesosok harimau loreng sebesar habitatnya di Sumatera tampak diam dengan sorot mata tajam. Ibu tercekat, tapi pesan kakek beliau terapkan. Binatang berbulu itu masuk melangkahkan kaki dengan tenang. Terus hingga menuju kamar dimana kakek telah menunggu. Dibelakang, ibu hanya menatap tanpa berucap. Selidik punya selidik, harimau itu adalah ujud dari keris kakek yang dipinjemkan. "Dia" pulang sendiri kerumahnya.
(Boleh percaya boleh tidak. Tapi yang jelas, percayalah pada Tuhanmu-Pemilik Kekuatan Maha Dahsyat, Pencipta segala makhluk).
Jika bus parkirnya didepan museum sepanjang jalan Bhayangkara. Naiklah kembali dan pintu masuk akan menawarkan hamparan persahabatan. Pancaran kemegahan hingga keluasan tampil melegakan.
Juga tempat administrasi Museum. Disinilah mengambil tiketnya. Saya hanya disuruh membayar Rp.7500 (hari biasa), kalau liburan seperti tertulis dibelakang mbaknya penjaga loket Rp.10.000. Murah bukan? Petugasnya sungguh ramah sekalian menjelaskan jaket dan tas mohon dititipkan diseberang. Mas yang disana memberikan kunci loker. Â
Memasuki ruang Wedharing Wacana bau dupa langsung menguar. Hidungku mengendus aura wewangi khas jawa. Aura mistis? menyeret jiwaku. Disudut, Layar led menyuguhkan tentang kondisi Kotaku tercinta Solo (Surakarta) Â jaman dahulu dengan di gelayuti gending Jawa "Lancaran Solo Berseri" ciptaan Ki Anom Suroto.
"Berseri..berseri...bersih sehat rapi indah. Pancen nyoto prokonco kang gusrono..mujutake Surokarto kutho budhoyo....pariwisoto....lan olahrogo. Musmisuwur sedulur jaban rangka wusgena. Ngudangake kuto Solo tanpo nendro. Dadio budayaning bongso mring kuncoro. Berseri...berseri...bersih sehat rapi indah...."
 Puluhan keris menempati tempatnya. Amatilah secara fokus pamornya, lekuknya, guratan akan muncul berbentuk abstrak. Mainkan imajinasimu dengan "menangkap" satu keris. Cerita-cerita akan mengapung dikepalamu. Beberapa senjata dari daerah lain juga ditampilkan, badik, Kujang, Mandau, Rencong, bahkan keris dari Moro (Philipina) dengan ukiran gaya Moro-hibah dari Kemendikbud RI Jakarta-tertata dikotak kaca.
Beberapa tombak dijejer menyandang keperkasaan. Mengingatkan akan prajurit kraton berbaris siap perang. Melangkah gagah dengan optimisme menang. Ragam jenis menjadi pengetahuanku diantaranya, Tombak bener, tombak luk 3, dst.
Melihat koleksinya, terlihat keris jawa mendominasi. Tapi bisa jadi dikemudian hari, keris dari daerah lain mendapat porsi imbang. Museum ini memang belum menampung harapan semua orang (dalam hal koleksi). Namun patut kita apresiasi kepada pihak-pihak yang sudah mau mewujudkan satu tambahan destinasi baru di kota ini. Saya sih yakin, semakin banyak gaman (senjata) Â yang ditampilkan serta gencarnya promosi, museum ini akan menjadi wisata wajib bagi masyarakat, khususnya kaum pelajar.
(Selesai)
Dalam periode tertentu, koleksi museum dirolling sebagai  penyegaran juga mensiasati keterbatasan area dikarenakan bertambahnya hibah dari berbagai pihak. Ini membuktikan bahwa kepedulian pada warisan budaya nusantara begitu besar. Semoga anak cucu kita akan meneruskan sekaligus merawat hasil jerih payah para bapak dan ibu . Terimakasih atas hibahnya. Lemah teles (Gusti Allah Sing Mbales)
Diracik dengan imajinasi liar tanpa micin dibalut khusnu'zon dan diawali dengan ucapan basmallah serta diakhiri setangkup hamdallah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H