Mohon tunggu...
Muhammad Abdulah Romdhoni
Muhammad Abdulah Romdhoni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Institut Pertanian Bogor

Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemerintah Tutup Mata Layu Fusarium Merajalela

19 Juli 2023   11:55 Diperbarui: 19 Juli 2023   12:32 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelayakan Indonesia dalam menyandang identitas sebagai negara agraris kini tengah dalam ujian berat. Pertanyaan-pertanyaan dan keraguan-keraguan akan hal ini sudah sering disuarakan melalui pemaparan fakta-fakta kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memihak petani melalui media masa koran ataupun televisi.

            Salah satu masalah yang dapat dilihat dan bahkan membuat pertanyaan "masihkah pemerintah peduli pada petani?" adalah pencabutan pupuk bersubsidi pada tanaman holtikultura yang menyebabkan keberatan dan kesedihan dari warga. Contoh kasus dari hal ini adalah petani kentang yang kesulitan meningkatkan hasil panen karena kualitas hara tanah yang buruk di Desa Bakal, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah yang melibatkan warga desa kritis dan meminta bantuan pada pihak pemerintahan.

            Penarikan pupuk subsidi pada tanaman holtikultura di tengah kesulitan petani dalam memperbaiki kualitas tanah menimbulkan masalah baru. Inilah kisah yang terjadi pada petani kentang di Desa Bakal, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Penarikan subsidi telah merubah petani menggunakan berbagai cara untuk mengubah kualitas tanah demi hasil panen terbaik yang dikemudian hari menyebabkan perubahan pada lahan.

            Kualitas tanah di Kecamatan Batur merupakan suatu sumber daya yang menjadi penghasilan untuk masyarakat sekitar, karena sebagai media bertani terutama kentang. Menurut penuturan warga sekitar "Tahun 1980-an kualitas tanah di Desa Bajak sangatlah luar biasa, dimana mampu menghasilkan panen hingga keuntungan 10 kali lipat. Tahun 1980-an pemerintah sangat gencar dalam melakukan kegiatan dalam pemenuhan bahan pangan melalui program Revolusi Hijau yang sangat membantu petani, sehingga sering sekali terjadinya panen raya."

            Cara-cara yang dilakukan petani kentang untuk budidaya tidak memperhatikan kaidah konservasi, sehingga dalam jangka panjang memiliki efek berupa penurunan hasil produksi di masa sekarang. Petani menggunakan pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan. 

Dimana rata-rata penggunaan pupuk kimia dilakukan sebanyak 12 kwintal dan 300L pestisida, padahal normalnya di satu hektar lahan hanya membutuhkan 75 -- 100L pestisida. Pupuk dan pestisida tidak terserap 100% yang menyebabkan timbul residu atau sisa dalam tanah. Sisa-sisa pupuk kimia dan pestisida yang tertinggal dalam tanah menyebabkan tanah menjadi masam. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh tim KKN-T IPB Tahun 2023 menunjukkan pH tanah di desa Bakal hingga 4,5 sedangkan pH tanah untuk pertumbuhan kentang adalah 5-6.

Gambar 1 Pengukuran pH yang dilakukan oleh tim KKN-T IPB

          Tanah masam menyebabkan penurunan produksi seperti kentang menjadi kerdil dan busuk. Selain itu, tanah masam di Desa Bakal menimbulkan permasalahan berupa layu fusarium pada tanaman kentang. Layu fusarium pada jenis tanaman solanaceae seperti kentang disebabkan oleh cendawan Fusarium solani Layu fusarium dapat disebarkan melalui benih, air, angin, serangga, dan tanah. 

Cendawan tersebut dapat bertahan di dalam tanah sebagai saprofit atau dalam bentuk klamidospora dan dapat menginfeksi lagi pada jenis tanaman yang sama. Gejala serangan layu fusarium ini dibagi menjadi 2, yaitu gejala serangan pada bibit dan tanaman dewasa. Tanaman dewasa yang terserang menunjukkan kelayuan yang diawali dengan merunduknya daun. Kemudian, daun yang terserang akhirnya berubah menjadi kuning. Layu fusarium dapat menyebabkan busuk pada batang dan menyerang akar.

Dokpri
Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun