Berpikir inilah yang menjadi sebuah "sebab" dan berpendapat sebagai sebuah "akibat" yang sering kali di paksa untuk saling berjalan bersama sehingga banyak terjadi permsalahan yang muncul setelahnya.
Di Indonesia banyak hal-hal yang dianggap tabu yang lahir dari kebiasaan atau norma-norma  tradisional yang terus di jaga sampai turun temurun, contohnya pembatasan informasi tentang seksualitas yang baru boleh di ketahui seseorang ketika ia telah dewasa.Â
Salah satu akibat yang terasa karena hal ini adalah  dorongan atas rasa penasaran yang kuat dan akhirnya menyebabkan tingginya tingkat kehamilan di luar nikah, pelecehan seksualitas, tingginya tingkat aborsi atau  kegagalan persalinan karena karena usia muda.
Kini, pendidikan seksualitas malah di galakkan sejak usia dini, agar dapat mengurangi tindakan negatif yang muncul karenanya.Â
Namun tidak sampai di situ, informasi tentang seksualitas seperti di atas menjadi terus berkembang dengan konsep yang lebih luas dan lebih dalam, karena salah satu faktor tumbuhnya pemikiran dari kaum Free Thinker.
Menurut Oxford dictionaries Free thinker is a person who forms their own ideas and opinions rather than accepting those of other people, especially in religious teaching atau dapat diterjemahkan bahwa Free Thinker adalah seseorang yang membentuk ide atau pandangannya sendiri daripada harus menerima ide dan pendapat orang lain, terutama dalam ajaran agama.
Free Thinker yang membentuk pandangannya sendiri untuk mengupas lebih dalam tentang seksualitas yang tadinya merupakan hal tabu seperti di negara ini, diubah menjadi sebuah pengetahuan umum, dan kembali menjadi luas dan dalam seperti berpandangan untuk menyetujui bahwa LGBT atau hubungan sejenis merupakan hal yang layak dan menjadi umum dalam kehidupan sosial.
Contoh pandangan seorang free thinker tentang pembenaran hubungan seksual antar sejenis tidaklah salah, terlebih ia melihat dari sudut pandang hak asasi seorang manusia yang dapat memilih apapun sesuai khendaknya.Â
Namun, pemikiran seperti ini tidak dapat serta merta di bawa ke Indonesia, karena jelas menabrak norma-norma tradisional yang di bangun dari kebudayaan termasuk dari sisi agama.
Selain era globalisasi dan keterbukaan informasi, gaya berpikir Free Thinker dipengaruhi juga oleh mayoritas kaum-kaum intelek yang sempat belajar di negara-negara maju dan datang kembali ke Indonesia.
 Mereka membawa pemikiran-pemikiran baru yang dirasa lebih rasional dan bebas dalam memandang sesuatu tanpa lagi harus melihat nilai-nilai dalam sebuah kehidupan sosial yang masih melekat.