Mohon tunggu...
Rio Rio
Rio Rio Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Memahami Pertanyaan "Kapan Nikah" dengan Berbeda

27 Juni 2017   14:34 Diperbarui: 10 Agustus 2017   09:42 2585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hyur Queen || https://www.duniaku.net

Budaya Timur yang kita anut, dan heterogenitas suku yang berada di Indonesia memang menjadi salah satu penyebab malasnya orang menjawaba pertanyaan tetang pernikahan itu. salah satu contoh paling mencolok adalah garis keturunan Partilineal (Garis Keturunan Ayah) yang diadopsi oleh Masyarkat Batak. 

Pernikahan masyarakat batak, yang memerlukan biaya tidak sedikit kadang menjadikan orang menutup diri untuk menjawab pertanyaan tentang pernikah itu. karena sangat disadari bahwa pernikahan adat membutuhkan biaya ekstra, karena harus memenuhi kewajiban dan kondisi tertentu dalam merayakan sebuah pesta. 

Keadaan ini akan menjadi permasalahan serius bagi para pasangan yang hanya bekerja dengan penghasilan di bawah rata-rata, karena mereka dituntut memutar otak dengan cepat agar mendapatkan tambahan biaya untuk menikah. Akhirnya sebagaian orang yang terikat adat ini, menjadi enggan untuk memikirkan rencana pernikahnya kedepan.

Kita sama sekali tidak dapat menghindari pertanyaan tersebut, ada ataupun tidak adanya hari besar tiap agama, pertanyaan itu tetap akan terus muncul, umumnya dari orang-orang yang memang kita kenal tapi jarang bertemu. Jadi, selain sebagai motivasi, pertanyaan tentang pernikahan harus dilihat sebagai harapan, ataupun doa yang ditujukan kepada kita, begitu juga setelah menikah nanti, pertanyaan sejenis pun akan muncul ditengah-tengah rumah tangga kita seperti "Kapan Punya Anak", "Gak pengen nambah Anak", "Kok anaknya banyak", sampai dengan pertanyaan pamungkas "Kapan Punya cucu".

Setiap orang tua maupun keluarga, selalu megharapkan keadaan yang terbaik untuk kita, bukan karena mereka kepo, ataupun SKSD, tetapi di balik itu kadang mereka mencoba meluruskan kembali tentang pentingya kodrat manusia untuk hidup berpasang-pasangan, yang selama ini mungkin terkesan dilupakan karena dilindas kehidupan dan pemikiran yang terlampau modern.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun