Ketika para peserta didik tidak menyukai belajar sebagai jalan atau cara meraih prestasi atau nilai yang tinggi, pihak sekolah dan orangtua perlu bertanya, apa yang membuat para siswa menjadi antipati terhadap kegiatan belajar.Â
Pertanyaan mendasar yang perlu digali adalah, mengapa para siswa tidak suka belajar? Unuk menjawab pertanyaan ini dibutuhkan kejernihan hati dan kecerdasan akal untuk memahami secara lengkap, utuh dan detail apa yang terjadi dengan situasi belajar siswa dan apa akar permasalahannya.
Dari pengamatan penulis, baik secara langsung di kelas-kelas saat mengajar, maupun secara tidak langsung, tampak ada beberapa fenomena yang menunjukkan kesulitan belajar siswa. Mudah lupa merupakan keluhan siswa yang sangat sering terdengar.Â
Siswa merasa kesulitan untuk mengingat lebih lama materi pelajaran yang membutuhkan daya ingat yang kuat seperti matapelajaran bidang sosial. Pelajaran sejarah menjadi pelajaran yang menakutkan bagi sebagian besar siswa yang memiliki keluhan mudah lupa. Selain itu, yang sering mendominasi kesulitan belajar siswa lainnya adalah rasa bosan dan jenuh. Bosan dan jenuh merupakan kendala yang serius bagi siswa.Â
Rasa bosan dan jenuh dapat menimbulkan rasa malas yang menjadi penghambat serius dalam belajar. Kejenuhan belajar dapat terasa melalui perasaan bahwa otak sudah 'penuh'.Â
Siswa merasa apa yang dibaca atau didengarkan tidak 'masuk' ke dalam otaknya. Sulit konsentrasi juga merupakan gejala yang menandai kesulitan belajar. Saat mengikuti pelajaran atau menyimak penjelasan guru, siswa merasa sulit untuk memusatkan perhatiannya. Kurang fokus pada suatu obyek dalam waktu yang lama menjadi gejala umum para pelajar saat ini.
Selain gejala-gejala di atas, bila digali lebih mendalam lagi, kesulitan belajar yang bersifat lebih mendasar adalah siswa merasa tidak mampu atau tidak bisa. Misalnya untuk pelajaran matematika, cukup banyak siswa yang merasa tidak bisa dan meyakini dengan emosi yang sangat intens bahwa memang ia tidak bisa menghitung dalam matapelajaran matematika. Bagi siswa yang keyakinannya sangat kuat akan ketidakmampuannya akhirnya benar-benar mendapat hasil seperti yang diyakininya itu.
Ketika fenomena yang menandai kesulitan belajar para siswa semakin kompleks, cara pembelajaran yang dikelola di ruang-ruang kelas cenderung bersifat statis, mengikuti pola kebiasaan yang rutin dan monoton.Â
Cara pembelajaran yang biasa terjadi selama ini dipastikan tidak akan menuntaskan masalah belajar yang terasa semakin kompleks ini, sebaliknya justru menambah ruwetnya masalah pembelajaran. Meskipun sudah terjadi pergeseran paradigma yang signifikan melalui perubahan konsep kurikulum pendidikan nasional, dalam tataran praktis nyaris kondisi pembelajaran masih berjalan di tempat.Â
Bahkan pola pembelajaran yang masih konvensional menimbulkan sikap antipati terhadap pembelajaran, yang pada gilirannya semakin memperparah permasalahan belajar. Pembelajaran yang dilakukan selama ini sudah mulai ketinggalan jaman dan bahkan tidak antisipatif terhadap perkembangan dunia pendidikan pada umumnya, maupun pembelajaran pada khususnya, terutama permasalahan konkret yang dialami siswa setiap harinya.
Butuh Terobosan Baru