Senyummu yang kurang ajar, mendamprat hati serta rinduku sekali tempo. Pening, pening bukan buatan. Membuat aku bermimpi berpuluh-puluh malam dan itu sekadar tentang dirimu seorang.
Kukira kalimatku mulai terdengar seperti lagu dangdut metropolitan. Sejenak yang sebetulnya norak menjadi terlihat romantis dan berkelas. Itulah keajaiban jatuh cinta, dapat mengubah segumpal tahi kucing menjadi sebatang cokelat Tobl*rone.
Hingga detik ini aku masih terbelit penyesalan. Mengapa tak pernah kuucapkan tiga kata keramat yang akan merubah hidupku. Mengapa tak ku katakan semenjak bertahun lalu. Sementara kusadar hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi, berhasil atau gagal. Apa susahnya untuk menerima satu dari keduanya? Aku tak pernah tahu jawabannya, karena aku tak pernah membuatnya jadi nyata.
Aku
suka
kamu...
Tiga kata yang mengambang samar dalam rentang waktu yang jauh. Dimensi yang tak dapat lagi dapat direngkuh tangan. Namun masih ingin hidup sebagai detak yang riil.
Karena aku masih menanti rahasia yang tersimpan di sebalik matamu.
Salatiga, 11/12/2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI