malam itu, kita terlibat dalam pembicaraan dengan
topik yg awalnya menarik, tapi lalu jadi garing dan
menyebalkan.
kamu membantahku, dan sebaliknya.
kita saling membantah, mempertahankan ego, dan
tiba2 saja aku membencimu. ya, sebuah rasa yg
tak pernah kuijinkan ada di antara kita.
lalu sunyi. hanya hembusan nafas masing2 yg
terasa.
dan hingga pagi datang, tak satupun dari kita yg
kembali untuk meminta maaf.
lalu sunyi.
aku melewati waktu bertemankan kenangan
tentangmu.
kita diam.
meski aku tahu, di sebuah dimensi lain, sebenarnya
kita saling bicara.
akh, apa ini menyakitkanmu?
aku memang sering melukaimu dengan
kerapuhanku.
jadi biarkan saja aku.
meski aku harus mengaku, kadang begitu
merindukan caramu menyentuh hatiku.
kadang aku merasa begitu memahamimu. tahu bagaimana harus bersikap padamu, juga tahu bagaimana caramu menghadapi aku. tapi memang, kadang juga kita memilih arah yang berbeda dari sebuah situasi.
lalu kita bertengkar.
dan segalanya menjadi nyaris seperti sebuah kehancuran.
dee, aku telah belajar.
mengerti kamu, aku dan kita. tapi aku juga harus belajar, mengerti bahwa kita tak bisa selamanya bersama.
maafkan aku, dee.
tapi aku akan selalu menyimpan senyummu di hati.
@blacksign
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H