Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Petani Milenial dan "Smartfarming"

6 November 2021   18:10 Diperbarui: 6 November 2021   18:13 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembukaan lahan sawah di Desa Waekokak, Kec. Aesesa, Nagekeo, NTT. Foto: Roman Rendusara

Hidup di kampung, tidak perlu malu mengangkat pacul. Biar sekolah setinggi langit, tak mesti sungkan memaut arit. Gelar sarjana bukan halangan untuk bekerja di sawah. Pendidikan mesti membuka cara memaknai hidup, bahwa profesi dan pekerjaan apapun, adalah mulia.

Saya menemukan spirit ini dalam Kelompok Tani (Poktan) Bhineka. Poktan ini beranggotakan 10 orang milenial dari berbagai daerah di NTT. Mereka memiliki semangat untuk mengembangkan usaha pertanian hortikultura. Mereka berkebun dan menanam sayur-sayuran.

Dalam rilis akun instagram ansy.lema, poktan milenial ini awalnya dibentuk dalam semangat keswadayaan. Mereka mengumpulkan uang secara patungan. Modal itu digunakan untuk menggarap lahan seluas 130 are, selain itu, mengebor air. Poktan milenial ini berada di Oebelo, Kabupaten Kupang, NTT.

Anggota Poktan Bhineka. Foto: Tangkapan layar Instagram Ansy Lema
Anggota Poktan Bhineka. Foto: Tangkapan layar Instagram Ansy Lema

Sepenggal kisah kelompok milenial poktan Bhineka di NTT, kiranya menjadi spirit anak-anak muda terjun sebagai petani. Dengan harapan, membawa cara berpikir baru, demi kemajuan pertanian kita.

Kaum milenial, atau generasi Y adalah kelompok kelahiran manusia antara 1980 hingga 2000. Mereka yang kini berusia 26-40 tahun. Sebagai generasi peralihan menuju teknologi digitalisasi, kaum milenial menikmati sosial media Facebook, Instagram, LinkedIn, dan Twitter. Hal ini menjadikan kaum milenial sebagai agen perubahan.

Sebagai agen perubahan, kaum milenial dituntut mengembangkan pertanian yang mengintegrasikan kemajuan teknologi dan prinsip keseimbangan ekonomi serta ekologis. Petani milenial memanfaatkan lahan dengan produktif dan efisien, sambil tetap menghadirkan keberlanjutan lingkungan. 

Mereka lebih peduli hasil yang cepat panen dan melimpah, juga merawat tanah secara ramah. Mereka memastikan hasil pertanian yang higenis dan jauh dari pestisida. Inilah cara pandang baru yang diharapkan dari kalangan petani milenial.

Lahan sawah baru di Waekokak, Kec. Aesesa, Nagekeo, NTT. Foto: Roman Rendusara
Lahan sawah baru di Waekokak, Kec. Aesesa, Nagekeo, NTT. Foto: Roman Rendusara

Memang sektor pertanian menjadi sektor yang tidak diminati oleh para tenaga kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menunjukkan bahwa 29,59 persen tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor pertanian, tetapi jumlahnya terus menurun, bahkan di tengah peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia. Pada 2011, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak 42,46 juta jiwa. Saat ini jumlahnya hanya 38,77 juta jiwa (KOMPAS, 29/6/2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun