Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

"Professor Has Left The Meeting"

14 September 2021   12:43 Diperbarui: 13 Oktober 2021   12:05 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya pembelajaran online dan sekolah/kuliah virtual. Beberapa menyebutnya pembelajaran tatap maya (PTM), belajar sambil pegang hp, dan kuliah di layar laptop. Ada yang menyederhanakannya dengan sekolah/kuliah daring (dalam jaringan). Pula, saya mudah menyebutnya dengan sekolah/kuliah "rasa UT", ya berasa Universitas Terbuka. Namun apa pun namanya, ini sangat menyesakkan dada, sungguh tidak enak.

Seperti Elsa (14), siswi SMPN Nangapanda 4, di Kecamatan Nangapanda, Ende-Flores, NTT, setiap kali belajar online harus memegang hp. Guru memberikan tugas lewat WA. Bersama teman-teman sekampungnya, mereka mengerjakan tugas dari satu hp yang sama. Sial datang, Elsa kehabisan pulsa data. Tugas-tugas yang diberikan guru pun terkendala.

Anton, seorang teman yang sedang kuliah pun mengisahkan pengalaman tidak enak dengan kuliah tatap layar laptop ini. Hari pertama kuliah, google meet yang sudah langganan kampus tiba-tiba lemot. Sedang dipakai banyak jurusan/kelas. Itu alasannya yang masuk akal. Memang hari itu kuliah serentak dari D3-S2 di kampusnya. Layar hitam pekat, suara dosen putus-putus seperti orang gagap, lalu mati total. Terbaca di layar, "Professor has left the meeting."

Sontak grup WA angkatannya ramai. "Kok, bisa ya kampus keren tapi servernya lemot," kata Andini. "IT-nya pada kemana atuh? Iuiiihhh puyeng nih," tambah Ardita, asal Bandung. "Waduhhhh...gawat juga ya," kata Alif. "Sabar, akang dan teteh semuanya, saya barusan dapat WA dari dosen. Kuliah ditunda. Kita kerja tugas," tulis Teh Dewi-ketua kelas yang baru saja dipilih.

Hari kedua, kuliah berjalan lancar tapi hanya 15 menit awal. Kali ini gangguan kamera pada perangkat yang digunakan dosennya. Tiga jam selanjutnya mahasiswa hanya mendengar suara sang profesor mengajar dalam kegelapan layarnya. Tapi terdengar bunyi lain di belakangnya, "tuk tak, tuk tak..", beberapa kali. Di grup WA angkatan ramai lagi. "Hebat juga ini Prof, mengajar sambil paku dinding," kata Nanda. Semua anggota grup memberikan emotikon terbahak-bahak.

Mahasiswa menanti dengan cemas. Semoga perkuliahan aman dan lancar di hari ketiga ini. Sudah lewat 30 menit, Profesor Akuntansi itu baru tampil dari "room"-nya. Katanya, terlambat karena gangguan teknis. Ia memperkenalkan diri dengan sangat lengkap. Dilanjutkan masing-masing mahasiswa memperkenalkan diri. Jumlah 25 mahasiswa, tapi yang membuka kamera baru 20 orang.

"Andika Purnama Perkasa, ada?" tanya Prof. Semua diam. Ketua kelas pun tidak tahu. "Maaf, Prof, sedang nyetir, di jalan," tulis Andika di kamar perpesanan, "tapi saya dengar suara Prof." Tapi, apakah Prof buka dan baca ruang perpesanan Google Meet itu? Semoga ia membuka dan membacanya.

Profesor lanjut menjelaskan materi modulnya. Volume suaranya pas. Iramanya tertata. Kalimat demi kalimat sistematis dan gramatikal. Temanya pun menarik. Tentang Akuntansi Keperilakuan. Namun, tiba-tiba Siti Zainal, mahasiswa paling senior di kelas terlihat mangap-mangap dari "room"nya. Suaranya terputus-putus. Kameranya bak laron terbang. "Maaf, Pak. Suara Bapak putus-putus di sini."

"Ahh, gangguin aja!", ujar Anton setelah mengaktifkan audionya. Itulah sekolah/kuliah online.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun