Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara adalah nama pena. Tinggal di Kepi, Desa Rapowawo, Kec. Nangapanda, Ende Flores NTT. Mengenyam pendidikan dasar di SDK Kekandere 2 (1995). SMP-SMA di Seminari St. Yoh. Berchmans, Mataloko, Ngada (2001). Pernah menghidu aroma filsafat di STF Driyarkara Jakarta (2005). Lalu meneguk ilmu ekonomi di Universitas Krisnadwipayana-Jakarta (2010), mengecap pendidikan profesi guru pada Universitas Kristen Indonesia (2011). Meraih Magister Akuntansi pada Universitas Widyatama-Bandung (2023). Pernah meraih Juara II Lomba National Blog Competition oleh Kemendikristek RI 2020. Kanal pribadi: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tes PCR di NTT Masih Sulit dan Mahal

27 Agustus 2021   21:36 Diperbarui: 27 Agustus 2021   21:40 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas Front Office RS Siloam sedang melayani. Foto: Roman Rendusara

Di tengah PPKM level 3-4 ini, untuk suatu urusan penting di Jawa-Bali dibutuhkan imun khusus yakni kesabaran. Sabar terhadap sulit dan mahalnya pelayanan publik di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Seperti saya. Setelah berburu vaksin di Ende, Pulau Flores, saya harus mendapatkan PCR. Di NTT, layanan tes PCR tidak banyak. Di Pulau Flores ada dua Kabupaten tetapi dengan kuota terbatas. Sementara di ibukota propinsi tersedia lebih dari dua tempat.

Pada 25 Agustus 2021 pagi saya tiba di Kupang. Saya langsung "tancap gas" memburu sejumlah tempat layanan PCR. Tentu berdasarkan rekomendasi dari teman/keluarga.

UPTD Laboratorium Kesehatan Provinsi NTT. Foto: Roman Rendusara
UPTD Laboratorium Kesehatan Provinsi NTT. Foto: Roman Rendusara

Kota Kupang yang terik tak menyurutkan semangat. Saya mendatangi Rumah Sakit Jiwa Naimata di Maulafa. Petugas keamana di depan gerbang mengatakan, "memang di sini pernah ada untuk tes PCR, tapi alatnya sudah rusak". Sudah tak enak hati untuk tanya soal harganya. Perhentian pertama gagal, ketus saya dalam hati.

Tidak patah arang, saya menuju Rumah Sakit Bhayangkara Kupang di Oebobo.  Seorang petugas menemui saya ketika pintu ruangannya diketuk. Katanya, "untuk hari ini sudah tutup. Bisa datang lagi besok, untuk ambil nomor, dan lusanya baru diambil sampelnya." Katanya, "mudah-mudahan 1-2 hari hasilnya keluar."

Seorang ibu sedang melihat link LabKesNTT. Foto: Roman Rendusara
Seorang ibu sedang melihat link LabKesNTT. Foto: Roman Rendusara

Tidak membuang-buang waktu, saya menuju Laboratorium Kesehatan Provinsi NTT di Jalan A R Hakim. Ini adalah satu-satunya laboratorium rujukan Covid-19 di NTT. Namun saat saya mengantri, petugas mengatakan kuota sudah penuh. 

Setiap hari hanya menerima 50 orang. Pendaftaran melalui link: http://bit.ly/FormPCRLabKesNTT. Tertera harga Rp 525.000. Sayangnya link tersebut hanya dibuka pukul 07 pagi. Sebelum ke Kupang saya pernah mencoba mendaftar via link ini. Tapi tidak bisa dibuka. Selalu terbaca error.

Tidak ada pilihan lain. Dengan wajah lesuh saya mendatangi RS Siloam Kupang sebab informasi yang diperoleh, sangat mahal. Saya menemui bagian front office. 

Sudah banyak orang mengantri, atau sekedar konsultasi. Saya mendapat jawaban jelas. Terdapat paket Platinum PCR test. 

Enam jam setelah sampel diambil hasilnya sudah bisa diperoleh melalui email. Registrasi menggunakan aplikasi MySiloam. Pembayaran secara digital. Sangat mahal harganya, Rp 1,399.000.

Paket Platinum PCR Tes pada RS Siloam. Foto: Tangkapan Layar MySiloam
Paket Platinum PCR Tes pada RS Siloam. Foto: Tangkapan Layar MySiloam

Ingin rasanya mau marah. Tapi tidak tahu kepada siapa diluapkan. Dalam aplikasi terdapat pilihan paket reguler dengan harga Rp 525.000. Hasil tes 1x24 jam. Namun, petugas front office mengatakan, paket itu berlaku mulai 1 September 2021.

Masyarakat yang sangat membutuhkan tidak ada pilihan lain meskipun mahal. Saran saya kepada pemerintah, kelengkapan syarat melakukan perjalanan dengan hasil tes PCR sangat memberatkan. Sebab tidak semua daerah mampu menyediakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun