Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Suara "Rindu Ruang Belajar" dari Soa, NTT

31 Maret 2021   13:17 Diperbarui: 7 April 2021   05:10 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kajian Unicef Indonesia bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KOMPAS, 2/3/2021) menunjukkan, sekitar 70 persen anak yang dipantau berpotensi putus se kolah, 30 persen di antaranya berpotensi tinggi putus sekolah.


Anak-anak di wilayah timur Indonesia berisiko lebih tinggi untuk putus sekolah ketimbang wilayah lain. 

Faktor penyebabnya, kevakuman pembelajaran tatap muka mendorong siswa lebih memilih membantu pekerjaan orangtua di kebun/sawah, daripada belajar tanpa fasilitas PJJ yang memadai. Selain itu, lemahnya pengawasan orangtua turut mengandil dalam resiko di atas.

Dengan demikian, "Rindu Ruang Belajar" mengingatkan pendidik, siswa dan para orangtua/wali. Bahwa, menatap bangku kosong bukan membuat kita berpangku tangan. 

Masa depan anak-anak kita tetap digenggam, berkat pendidik (guru) yang ulet, siswa yang tekut dan orangtua/wali yang setia mengawal pembelajaran.

Urbanus Haji Ahmad No (40), salah satu pencipta lagu ini mengatakan, "lagu ini adalah doa". Bersama GANAS (Gabungan Anak Soa) Crew, ia mengajak guru dan murid, agar tetap kembali ke ruang belajar. Belajar bukan hanya untuk nilai-nilai sekolah, tapi untuk kehidupan. Sebab, "non scholae, sed vitae discimus", katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun