Suatu sore, pada ujung 2011, Kakek Yeremias memanggil saya, agar duduk di sampingnya di sebuah balai bambu Tepat di depan rumah itu.Â
Tanpa bertanya "basa-basi", ia langsung bercerita. Ia tahu saya gemar mendengarkan cerita-cerita sejarah. Baik itu sejarah kampung halaman sendiri, juga sejarah nasional Indonesia.
Kali ini, sang Kakek bercerita tentang sejarah perjuangan bangsa ini, menuju kemerdekaan. Sebab ia mengaku pernah menjadi saksi mata perjuangan rakyat Indonesia, untuk merebut kemerdekaan dari penjajahan Belanda dan Jepang.
Kakek sewaktu masih muda, memiliki postur tubuh yang tegap. Ia sigap dan gagah. Suatu ketika pada 1940-an, ia pergi ke Kota Ende. Ia berjalan kaki dari kampung dengan jarak sekitar 50 km.Â
Ia berjalan tanpa sendal, apalagi sepatu. Tujuan satu-satunya, ia ingin melihat tentara KNIL. Sebab, melalui "mulutgram" (cerita dari mulut ke mulut), pasukan ini sangat disegani.
Tentara KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) adalah angkatan perang Kolonial Belanda. Banyak anggotanya berasal dari pribumi Hindia Belanda (Indonesia) dan indo-Belanda. KNIL didirikan pada 10 Maret 1830 oleh pemerintah Belanda. Ia berperan untuk menghadapi perlawanan lokal.
Sesampainya di Ende, Kakek menuju sebuah lapangan, yang kini disebut lapangan Pancasila. Ia kagum menyaksikan tentara berbaris rapi. Sangat tertib. Ingin rasanya turut berada di antara regu tentara KNIL.
Sementara duduk menyaksikan dengan diam dari pojok lapangan, tiba-tiba seorang pemimpin regu memanggilnya dengan bahasa Belanda. Kakek segera menyahut. Ia langsung berlari mendekat sang pemimpin itu.
"Kau mau menjadi KNIL?," tanya pemimpin regu itu.
"Mau." Kakek menjawab, senang.
"Kau naik sepeda itu, dan keliling lapangan satu putaran," katanya sambil menunjuk ke arah sepeda tinggi di pinggir lapangan.