Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kritik dari Jiwa yang Peduli

10 Februari 2021   11:46 Diperbarui: 10 Februari 2021   12:01 1881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memaknai Hari Pers Nasional 2021, yang jatuh pada 9 Februari, Presiden Joko Widodo mengajak masyarakat, memberikan kritik kepada Pemerintah. Terutama kritik terhadap kebijakan dan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.

Sejatinya, setiap hari saluran komunikasi, terutama media, baik cetak maupun elektronik, serta media sosial sangat riuh dengan kritikan. Misalnya, ada tanyangan berita dan ulasan yang memuat kritik terhadap pelayanan publik. Terbaru, berita banjir di Kalimantan akibat kerakahan manusia terhadap hutan. Kebijakan yang lunak dan cenderung tebang-pilih membuat pohon-pohon dibabat habis.

Kritikus sebagai Artis

Misal lain, ratusan kisah dalam sinetron, film layar lebar dan film pendek terselip kritik yang humanis. Masih ingat, film 'Denias-Senandung di Atas Awan' adalah lantunan kritik paling nyeri dari Timur Indonesia akan akses pendidikan yang timpang. Di tengah pendemi ini, pendidikan di daerah terpencil kian terancam. Sinyal susah. Ditambah, monopoli perusahan penyedia layanan telekomunikasi. Pulsa makin mahal.

Misal lagi, terdapat dinding-dinding tempok kota yang dicorat-coret. Lukisan mural berisi kritikan. Seperti, "PAK, JANGAN TANGKAP PEMULUNG TERUS. TANGKAP DONG TEMAN BAPAK YANG MEMULUNG UANG RAKYAT". Ini salah satu kritik terhadap penegakan hukum yang jauh dari rasa keadilan. Hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah. Kini publik masih bertanya, sejauhmana perkembangan proses hukum atas kasus suap eks-komisioner KPU Wahyu Setyawan? Dan, Harun Masiku?.

Lain lagi misal, Iwan Fals adalah musisi dan penyanyi ikonik. Karya-karyanya bernyawa sepanjang zaman. Lagu-lagunya disukai segala zaman. Sebab kritiknya nyata dengan syair sederhana. Lagu 'Surat Buat Wakil Rakyat' adalah teguran keras kepada para wakil rakyat, agar bijak, adil, jujur dan mendengarkan keluhan masyarakat. Jika masih ada wakil rakyat yang korup, pasti dia tidak mau mendengar lagu-lagu Iwan Fals.

Misal tambahnya, ada juga kritik sambil melucu. Penonton atau masyarakat diajak menertawakan kebijakan Pemerintah. Panggung Stand Up-Comedy adalah ruang kritik penuh jenaka itu. Abdurrahim Arsyad (Abdur), komika asal NTT yang jujur menyuarakan isu sosial yang diangkat dari realitas ketimpangan-ketimpangan di NTT. Contohnya, ia mengkritik minimnya sarana-prasana kesehatan dengan mengolah cerita tentang bidan. Ia menampilkan kondisi Indonesia Timur yang sering 'mati lampu' dalam lawak. Ia mengajak kita tertawa dengan melihat kondisi air laut di Pantai Ancol yang hitam pekat, seraya ia membandingkan laut di NTT yang masih jernih-kita bisa lihat ikan sedang pacaran.

Kritik sebagai Proses Kreatifitas

Sejatinya, ketika mengkritik, kita adalah artis. Bukan hanya merujuk pada ahli seni, seniman, seniwati (penyanyi, pemain film, pelukis, pemain drama), melainkan mengkritik sebagai sebuah proses kreatifitas. Kritikus adalah artis.  Kritikus adalah orang yang mendorong proses kreatifitas berjalan. Tanpa kritik, kreatifitas mati. Orang bekerja seadanya. Cenderung merasa nyaman-nyaman saja. Pelayanan publik akan berjalan apa adanya.

Kritik menghasilkan proses kreatifitas. Misalnya terhadap pelayan publik yang lambat, kritik mampu memaksa pihak-pihak terkait menemukan solusi-solusi baru yang cerdas, cepat dan efisien. Atas dasar kritik, misalnya, kita mengenal sistem pelayanan keliling pembuatan SIM dan STNK.

Kritik: Melihat Obyek sebagaimana adanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun