Dengan kata lain, jika karakter di atas terbangun dalam sebuah masyarakat/negara, maka tidak ada tuan rumah. Mungkin tidak ada tamu/orang asing. Sebab, kemurnian perbedaan tuan rumah dan tamu/orang asing hanya keterikatan dan kepatuhan pada aturan-aturan keterlibatan bersama, serta demi kesejahteraan sosial.
Cuitan Kristen Gray (KG), bule Amerika yang viral gegara menyakiti kepribadian tuan rumah (orang Indonesia) dan melanggar aturan keimigrasian RI sontak menghembus isu 'keistimewaan' orang asing/WNA untuk berkunjung/hidup di Tanah Air.
Akhirnya, beberapa catatan perlu disampaikan. Pertama, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Butuh kepatuhan terhadap norma yang berlaku di mana pun berada.
Kedua, pemerintah, terkhusus pihak keimigrasian RI harus bertindak seperti anjing yang galak. Hukum ditegakkan. Berani membedakan tuan rumah dan tamu/orang asing. Sekalipun, kadang-kadang, tuan rumah justru menjadi tamu/orang asing. Sebaliknya, tamu/orang asing menjadi tuan rumah yang sesungguhnya.
Ketiga, ketakadilan hukum cenderung menghasilkan narasi-narasi identitas. WNA yang merasa diri diistimewakan di Tanah Air, bisa jadi akibat dari praktik hukum yang korup.
Keempat, ini terakhir, keramahtamahan (xenia) adalah jembatan terkuat, yang menyatukan hubungan tuan rumah dan tamu/orang asing, sebelum kepatuhan, untuk secara bersama-sama menaati hukum, demi kebaikan bersama.