Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menari sebagai Cara Merawat Kebahagiaan

29 Desember 2020   22:09 Diperbarui: 29 Desember 2020   22:13 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Padahal tiga daerah terendah dalam IKN di atas, sangat kuat dalam tradisi adat, budaya dan keagamaan. Termasuk di dalamnya, menari adalah bagian yang tak terpisah-lepaskan. Dalam arti tertentu, daerah-daerah ini sering melakukan pesta dan upacara adat budaya lainnya.

Menari adalah ungkapan kebahagiaan dari perasaan senang (feeling of pleasure), dan kepuasan terhadap suatu hal yang dianggap mulia ((noble satisfaction) seperti merayakan hari Natal dan upacara keagamaan lainnya.

Sebagaimana sebuah data statistik demi ketundukan pada kapitalis, IKN mencakup tiga dimensi, yakni dimensi kepuasan hidup, perasaan dan makna hidup. Sayangnya, ketiga dimensi itu lebih 'berselingkuh' dengan aspek ekonomi seperti pendapatan rumah tangga dan kondisi rumah. Dimensi perasaan hanya sedikit takaran, tentang perasaan suka/riang/gembira. Dimensi makna hidup mengukur penerimaan diri dan tujuan hidup yang  terkesan sangat absurd.

Pesan pentingnya, jika mau menari, bergembira dan merayakan kebahagiaan hidup lupakan ukuran-ukuran kuantitas. Sebab, ukuran-ukuran kuantitas diberikan oleh orang lain dengan kepentingan lain.

Maka, menarilah untuk merawat bahagia. Sebab doa penuh sembah, kekompakan, solidaritas dan kemandirian sedang dibangun dalam gerakan tubuh yang lentur dan dalam musik yang mendentum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun