Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara adalah nama pena. Tinggal di Kepi, Desa Rapowawo, Kec. Nangapanda, Ende Flores NTT. Mengenyam pendidikan dasar di SDK Kekandere 2 (1995). SMP-SMA di Seminari St. Yoh. Berchmans, Mataloko, Ngada (2001). Pernah menghidu aroma filsafat di STF Driyarkara Jakarta (2005). Lalu meneguk ilmu ekonomi di Universitas Krisnadwipayana-Jakarta (2010), mengecap pendidikan profesi guru pada Universitas Kristen Indonesia (2011). Meraih Magister Akuntansi pada Universitas Widyatama-Bandung (2023). Pernah meraih Juara II Lomba National Blog Competition oleh Kemendikristek RI 2020. Kanal pribadi: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kompasiana Mengubah Airmata Menjadi Senyum Bahagia Warga Titehena, NTT

23 Oktober 2020   12:10 Diperbarui: 24 Oktober 2020   15:18 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Disambut dengan laut yang teduh di Pulau Solor, Flores Timur, NTT. | Foto: Roman Rendusara

Selamat memaknai HUT Kompasiana ke-12. Mohon dimaafkan bila tulisan ini hadir pada H+1. Bukan sengaja melupakan, namun saya tidak mampu membatalkan kesibukan-kesibukan kecil. 

Lebih dari itu, saya pikir, ini kesempatan yang tampan, agar saya membagikan kebahagiaan besar, sekaligus sebagai pertanggungjawaban moral saya terhadap Kompasiana, K-ners, dan masyarakat luas.

Tekad untuk menulis sudah muncul sejak di bangku SMP. Berawal saya suka menulis puisi dan cerpen. Namun puisi-puisi itu kandas di meja redaksi mading (majalah dinding) sekolah. 

Tak pernah sekali pun tulisan saya bertengger di sana. Justru, hati saya teramat sakit, suatu ketika, cerpen saya, tercabik-cabik di tong sampah, samping ruang redaksi.

Meski sakit hati hingga menamatkan bangku sekolah menengah, tekat untuk menulis itu tetap tertanam. Di bangku kuliah, gairah menulis itu tetap ada, meski terbentur waktu, antara kerja di siang hari dan kuliah di malam hari.

Sejenak menyapa siswa SD Filial, Flores Timur, NTT.| Foto: Roman Rendusara
Sejenak menyapa siswa SD Filial, Flores Timur, NTT.| Foto: Roman Rendusara
Pertemuan saya dengan Kompasiana tidak terduga. Kala itu, saya masih 'ngekos' di Gang Pocin, Jalan Maragonda Raya Depok, Jawa Barat. Saya sering membaca tulisan-tulisan seorang kakak kelas. Dia rajin membagikan ke laman Facebook saya. Saya pun tertarik membaca, Dan niat menulis seakan melonjak dari kedalaman hati yang paling dalam.

Tepat 19 Mei 2011 saya mendaftar dan menjadi bagian dari Kompasiana. Tahun-tahun awal saya cenderung menulis puisi dan cerpen. Sesekali catatan harian sebagai cara saya memaknai peristiwa-peristiwa dalam hidup saya. Saya baru mulai menulis pada 26 Mei 2011 tentang neolibealisme yang hanya 300 dibaca tanpa komen dan vote.

Senang bukan main ketika labet AU (dulu Headline) hinggap di tulisan saya dengan judul: Aku Petani, Aku Sarjana.

Hari-hari terus berlalu. Saya terus menulis. Saya tinggalkan puisi meski sesekali menghidupkan cerpen. Saya fokuskan pada catatan harian, sebagai cara saya menyampaikan keprihatinan dan kegelisahan saya, terutama terhadap kampung halaman saya di NTT.

Berkat Kasus Setya Novanto

Salah satu tulisan yang membekas, dengan/pada HUT Kompasiana inilah saya membagikan pengalaman itu, dengan judul: Memprihatinkan, Kondisi Bangunan Sekolah di Dapil Setya Novanto. 

Berkat tulisan ini, kotak inbox saya dialiri pesan-pesan pendek. Beberapa kalangan mengkritik saya, dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan. Namun, beberapa pihak, turut 'bertepuk tangan' atas kritik halus saya terhadap mantan Ketua DPR RI itu.

Hal yang tidak diduga sebelumnya, muncul pesan dari sebuah Yayasan di Jakarta (sebut saja Yayasan Jakarta). Mereka mengatakan, mereka membaca tulisan saya. Mereka sangat prihatin dan berniat membantu pembangunan sekolah dimaksud.

Disambut dengan tarian dan berkat adat oleh warga Titehena, Solor, Flores TImur, NTT. Foto: Roman Rendusara
Disambut dengan tarian dan berkat adat oleh warga Titehena, Solor, Flores TImur, NTT. Foto: Roman Rendusara
Saya mengarahkan mereka melalui Dinas terkait di NTT. Tidak perlu lewat saya. Setelah berkomunikasi, saya bersedia membantu, dengan mendapatkan nomor-nomor kontak sekolah yang saya tuliskan, kepada teman-teman dan kenalan. 

Lantaran alamat sekolah itu jauh dari tempat saya tinggal, lambat laun saya pun mengabaikan. Timbul dalam hati, "jangan-jangan" modus penipuan. Walau tetap berharap pihak Yayasan Jakarta menghubungi langsung, bila perlu datang langsung ke Kupang.

Beralih ke Pulau Solor

Tibalah saat yang tepat. Seorang sesepuh Titehena, Pulau Solor, Kabupaten Flores Timur menceritakan kepada saya, bahwa sebuah sekolah dasar di Titehena roboh diterpa angin kencang pada Minggu malam, 5 Februari 2017. Nama sekolah itu adalah SD Filial.

Baca juga: SD Filial Solor Flores Mengetuk Hati untuk Peduli

Gayung bersambut. Lantaran saya masih terhimpit dengan rutinitas profesi, maka saya memberikan nomor kontak Yayasan Jakarta kepada seorang teman akrab, Bung Adji, yang juga seorang penulis di media lokal, Dengan harapan, Yayasan Jakarta bisa membantu membangun kembali gedung SD Filial yang tiarap sejajar tanah.

Survei lokasi pembangunan gedung SD Filial, Solor, Flores Timur, NTT. | Foto: Roman Rendusara
Survei lokasi pembangunan gedung SD Filial, Solor, Flores Timur, NTT. | Foto: Roman Rendusara
Mereka berkomunikasi secara intens. Dengan foto-foto gedung yang rusak, Yayasan Jakarta bersedia membantu. Di penghujung Mei 2017, tim Yayasan dari Jakarta, sebanyak dua cewek cantik tiba di Flores. Bung Adji dan saya menjemput mereka di Ende. Keesoknya, kami berempat menuju Larantuka, kemudian naik perahu motor ke Pulau Solor.

Kami dijemput bak raja, dengan tarian dan upacara adat sebagai sambutan resmi kepada orang yang berniat baik membantu kampung halaman mereka. Ini pengalaman pertama kali saya dikalungi salendang Solor yang unik.

Komitmen Aksi Terjadi

Esok harinya, komitmen menjadi aksi nyata. Dua cewek cantik itu adalah Gaby dan Vania. Mereka anak muda yang peduli akan nasib pendidikan dan masa depan generasi NTT. Gaby sangat paham soal arsitektur. Sedangkan, Vania, si penyayang anjing, yang teliti menghitung item demi item bahan-bahan bangunan. 

Bersama tokoh masyarakat dan pemerintah desa, kami melakukan pemantauan lokasi, pengukuran lahan, merancang bangunan, dan melakukan survei bahan-bahan yang bisa kami dapatkan secara lokal, misalnya ke tempat cetak batu merah dan penjualan pasir.

Baca juga: Memulihkan Semangat Belajar Anak-anak Titehena, Solor, NTT

Hanya tiga hari kami berada di Solor. Rencana tindak lanjut sudah rampung. Pada awal 2018, pembangunan dimulai. Bung Adji dan saya tidak terlibat dalam pembangunan. Hanya sesekali menanyakan perkembangan hingga tahap mana via telepon.

Jamuan malam penuh persaudaraan bersama warga Titehena, Solor, Flores Timur, NTT. |Foto: Roman Rendusara
Jamuan malam penuh persaudaraan bersama warga Titehena, Solor, Flores Timur, NTT. |Foto: Roman Rendusara
Setelah itu, tim dari Jakarta tiba lagi ke Solor itu pada akhir 2018. Bung Adji turut menemani mereka. Tanpa saya. Selain memantau perkembangan pembangunan, mereka membagikan buku dan majalah anak-anak kepada siswa-siswa SD Filial. Kepada saya, Bung Adji menginformasikan, sudah 90% tiga ruangan kelas yang dibangun, siap untuk digunakan.

Syukur Tiada Akhir bersama Kompasiana

Akhirnya, pada awal 2019 melalui sebuah media lokal, saya membaca, gedung SD Filial sudah dibangun oleh sebuah Yayasan yang peduli pendidikan dari Jakarta. Dalam hati, saya sangat bersyukur, akhirnya kepedulian itu menjadi sebuah kisah nyata.

Sejenak singgah sebentar di Danau Kelimutu, Ende, NTT. |Foto: Roman Rendusara
Sejenak singgah sebentar di Danau Kelimutu, Ende, NTT. |Foto: Roman Rendusara
Baca juga: Keindahan Pantai Titehena dan Museum Ikan Paus yang Tak Tertata di Pulau Solor Flores Timur

Sebagai ungkapan syukur tiada akhir dan terima kasih nan tulus, saya berterima kasih kepada Kompasiana dan K-ners. Melalui wadah ini, sebuah gagasan dan keprihatinan bukan utopia belaka. 

Airmata warga Titehena menyaksikan kerobohan gedung SD Filial telah berubah menjadi tawa bahagia. Kepada K-ners, terima kasih atas dukungan. Vote dan komen para K-ner adalah doa terbaik untuk masa depan generasi NTT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun