Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kopdit, Pilihan Cerdas Berinvestasi

2 Agustus 2020   16:16 Diperbarui: 2 Agustus 2020   16:25 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis sedang memegang buku simpanan. Foto: Roman Rendusara

Belajar dari Kampung
Kampung kecil itu bernama Kekandere, sejuk dan dingin khas pedesaan. Tiga puluh tahun lalu, ia masih termasuk wilayah Desa Raporendu. Kira-kira 12 km jaraknya ke kantor desa, yang letaknya di sisi Selatan dari kampung itu. Persis di bibir pantai Laut Sawu. Kekandere adalah tempat ari-ari saya di tanam.

Kebijakan otonomi daerah membawa berkat.  Kantor desa kami sudah sedekat lemparan batu. Meski kami masih termasuk dalam wilayah kecamatan yang sama, yakni Kecamatan Nangapanda, Ende, Flores, NTT.

Sebagai anak kampung, saya dihadiahkan keadaan dengan keterbatasan-keterbatasan yang menggembirakan. Listrik menjadi barang aneh. Kendaraan roda empat bisa masuk kampung kalau musim kemarau. Sopir sehebat siapa pun tidak berani jika musim hujan. Gembira setengah mati, kami melihat kendaraan roda empat. Bahagianya kami hingga terbawa mimpi malam kalau sudah pegang, raba dan naik kendaraan itu, yang kami sebut 'oto'.

Dan justru di sinilah, kreativitas kami muncul. Sore sepulang sekolah, saya rajin membuat mobil mainan dari kayu, bannya dari lempengan karet di dalam baterai bekas. Lampunya dari bola lampu senter. Spionnya dari serpihan pecahan kaca. Jadilah, saya bisa bermain mobil-mobilan.

Keterbatasan-keterbatasan yang menggembirakan ini juga saya temukan dalam segi yang lain. Tatkala hampir setiap hari Minggu, rumah kami ramai dikunjungi para tamu. Tamu-tamu itu adalah orang sekampung kami. Entah tujuan apa, saya belum paham kala itu. 

Hanya saja, sang ayah menemani mereka dengan sesekali menekan kalkulator dan sesering terlihat mencatat. Lalu ayah menerima selembar dua lembar uang, lalu dicatatnya lagi. Kadang-kadang ia memberikan uang kepada para tamu itu.

Hingga saya duduk di kelas enam Sekolah Dasar, saya baru mengerti. Ayah saya seorang Pengurus CU (sekarang Kopdit), sebagai Bendahara. Kadang rumah kami sebagai kantor pelayanan. Dan di atas meja ruang tamu, tersusun rapi slip uang masuk, slip uang keluar, buku kas, buku simpanan dan buku pinjaman anggota.

Meski belum menjadi anggota-mungkin belum memenuhi syarat usia, saya sudah mengenal CU (Credit Union). Saya mengenal Kopdit, yang oleh perintisnya diberi nama Kopdit Ampera. Saya sudah hafal, apa itu RAT. Sebab RAT bagi bocah seperti saya adalah kesempatan makan enak. Sepotong daging ayam sudah membuat saya loncat-loncat senang.

Memafaatkan Produk Keuangan Kopdit
Seiring perjalanan waktu, kalkulator sudah jadi barang antik. Kopdit sudah berbenah dan maju. Pencatatan keuangan sudah menggunakan komputerisasi, bahkan digitalisasi. 

Laporan keuangan dan data statistik keanggotaan berada di tombol OK-klik langsung tampil. Tata kelola organisasi sudah 'good governace'. Legalitas formal sudah diberikan oleh Dinas dan Kementerian terkait. Manajemen keuangan lebih tranparan. Nuansa RAT sudah lebih demokratis. Pencairan pinjaman lebih profesional. Pembagian deviden lebih adil dan memiliki kantor sendiri sebagai tempat pelayanan kepada anggota.

Kemajuan-kemajuan itu semakin meyakinkan saya, bahwa Kopdit adalah pilihan saya untuk berinvestasi. Produk-produk simpanan adalah simpanan saham dan simpanan non saham. 

Karakteristik simpanan saham melekat pada status keanggotaan, sebab sebagai anggota Kopdit wajib memiliki simpanan pokok dan simpanan wajib. Ini amanah UU Perkoperasian No. 25 Tahun 1992. Simpanan Pokok disetor pada saat pendaftaran menjadi anggota. Simpanan wajib adalah setoran bulanan yang besarnya tergantung kebijakan Kopdit.

Simpanan saham akan menambah modal pribadi. Dan di akhir tahun, anggota Kopdit menerima bunga simpanan (deviden) sebagai balas jasa simpanan saham. Besarnya deviden tergantung pendapatan Kopdit.

Selain simpanan saham, terdapat pula simpanan non saham. Simpanan ini terdiri dari: simpanan bunga harian yang bisa menyetor dan bisa ditarik kapan dan di mana saja (jika pelayanan belum berbasis digital, maka setiap hari kerja), simpanan berjangka dan simpanan pendidikan, seperti deposito dengan bunga sangat bersahabat, juga simpanan hari tua sebagai dana pensiun bagi anggota, jangka waktunya bisa 10-20 tahun. 

Beberapa Kopdit, membuka produk non saham tidak harus menjadi anggota Kopdit dan produk simpanan ini sesuai karakter sosiologis anggotanya, misalnya, simpanan ziarah keagamaan, disingkat SIAGAM, untuk mempersiapkan kebutuhan anggota berangkat umroh atau ziarah ke tempat-tempat suci keagamaan.

Anggota atau pemilik rekening simpanan non saham akan memperoleh bunga simpanan setiap akhir bulan. Besarnya bunga ditentukan berdasarkan kebijakan Pengurus Kopdit, namun tetap tidak kurang dari harga pasar.

Spirit Utama Ber-Kopdit
Termasuk dalam jenis Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Kopdit mengemban bisnis (core business) simpan pinjam. Kopdit-kopdit dalam Gerakan Koperasi Kredit Indonesia (GKKI) memumpuk modal dari anggota sendiri sebagai wujudnyata pilar swadaya. Dana bantuan dari luar, sebagai penguat modal tidak dianjurkan untuk diterima oleh Kopdit. Bantuan berupa capacity building bisa diterima, misalnya, laptop untuk pelatihan komputer.

Modal yang terdiri dari simpanan saham dan non saham itu kemudian dipinjamkan kepada anggota yang membutuhkan. Kebutuhan akan pinjaman umumnya pinjaman produktif untuk usaha-usaha produktif anggota, pinjaman konsumtif sebagai antisipasi kebutuhan konsumsi rumah tangga, dan pinjaman pendidikan untuk biaya kuliah anak, contohnya. 

Masih banyak produk pinjaman lain, yang disesuaikan dengan kebutuhan anggota. Bunga pinjaman di Kopdit tergolong 'murah-meriah'. Anggota Kopdit pun memperoleh balas jasa pinjaman yang diterima di akhir tahun.

Kopdit, menurut catatan sejarah, muncul di Jerman pada abad ke-19, dengan nama Credit Union. Kata "Credit" berasal dari bahasa Latin, Credere, yang berarti saling percaya, dan kata "union", yang berarti kumpulan. 

Credit Union (CU) adalah kumpulan orang-orang yang saling percaya. Perikatan anggota yang satu dengan anggota yang lain adalah rasa saling percaya. Atas dasar saling percaya, mereka mengumpulan dana secara bersama-sama. Dana itu kemudian dipinjamkan kepada anggota yang lain atas jaminan saling percaya. Begitulah spirit dasar Kopdit hingga kini.

WOCCU (World Council of Credit Union) sebagai tingkat tertinggi dalam jejaring Gerakan Kopdit dunia yang berpusat di Madison, AS, mendefenisikan CU sebagai lembaga keuangan yang bukan mencari keuntungan (not for profit cooperative institutions) melainkan pelayanan.

Sedangkan pemahaman koperasi secara umum, menurut ICA (International Co-operative Alliance) dalam kongres ke-100 di Manchester pada tanggal 23 September 1995, koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan aspirasi ekonomi, sosial, budaya secara bersama melalui perusahaan yang mereka miliki dan dikendalikan bersama secara demokratis.

Koperasi, menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 1 Ayat 1, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan guna memenuhi kebutuhan ekonomi,sosial, budaya dalam menampung aspirasi-aspirasi yang sama secara demokratis.

Hemat saya, Kopdit membawa manfaat sosial yang luas. Berkopdit berarti turut berbagi bersama anggota yang lain. Pendapatan Kopdit yang diperoleh dari bunga pinjaman dikembalikan kepada anggota dalam bunga simpanan/deviden yang lebih baik.

Kopdit sebagai Pilihan Cerdas Berinvestasi
Kopdit adalah pilihan saya untuk berinvestasi. Saya berinvestasi dalam bentuk simpanan. Saya memiliki rekening sibuhar yang bisa disetor dan ditarik kapan saja ketika dibutuhkan. Saya mempunyai deposito dengan bunga 'berbaik hati'. 

Saya memiliki rekening simpanan pendidikan sebagai persiapan biaya pendidikan anak saya nanti. Saya pun sudah mempersiapkan masa pensiun dengan rekening tabungan hari tua. Selain bunga simpanan non saham setiap bulan, di akhir tahun saya menerima deviden dengan senyum terlebar.

Akhirnya melalui Kopdit saya menciptakan stabilitas sistem keuangan yang makroprudensial. Sebab dalam catatan sejarah krisis keuangan, potensi resiko sistemik tidak terjadi pada Kopdit. Kopdit hancur karena kelemahan tata kelola dan SDM. 

BI memang tidak memberikan pengawasan langsung kepada Kopdit. Namun Kopdit selalu dimonitoring oleh Kementerian terkait. Kopdit diaudit oleh auditor, baik internal maupun eksternal. Dinas terkait mengukur kesehatan Kopdit setiap tahun dan menetapkan predikat 'sehat' atau 'kurang sehat'.

Kopdit adalah salah satu alternatif pilihan cerdas berinvestasi yang sosial dan bermartabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun