Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memulihkan Semangat Belajar Anak-anak Titehena, Solor, NTT

24 November 2017   12:56 Diperbarui: 25 November 2017   11:54 2188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rapat Komite Pendirian Sekolah. Foto Arsip SD Filial, Solor, Flores Timur NTT/Roman Rendusara

Desa Kalelu dan Titehena terletak di Pulau Solor, wilayah Kecamatan Solor Barat, Flores Timur, NTT. Dua desa ini hanya memiliki satu SD saja, SDK Kalelu namanya, tanpa SMP dan SMA. Gedung SDK Kalelu saat ini sudah tidak cukup untuk menampung jumlah murid yang sudah mencapai 200 anak. Untuk itu, masyarakat Titihena mengumpulkan uang Rp 30.000/Kepala Keluarga (ada 105 KK) untuk membangun SD baru, guna melayani pendidikan anak-anak Desa Titehena sendiri. Dan diberi nama SD Filial.

Lantaran keterbatasan dana, mereka membangun gedung SD baru itu dengan serba darurat. Berlantai tanah, beratap seng bekas dan dindingnya dari daun lontar. Sarana belajar siswa pun seadanya. Kursi terbuat dari kayu dan meja dari potongan batang pohon lontar. Saat musim hujan, bocor dan tiris sangat mengganggu KBM. Kadang-kadang diungsikan ke ruang PAUD milik desa. Dan ketika musim panas suasana ruangan kelas sangat gerah. Anak-anak tak mampu belajar dengan ramah.

Rapat Komite Pendirian Sekolah. Foto Arsip SD Filial, Solor, Flores Timur NTT/Roman Rendusara
Rapat Komite Pendirian Sekolah. Foto Arsip SD Filial, Solor, Flores Timur NTT/Roman Rendusara
Setiap anak SD Filial hanya memiliki satu buah buku tulis untuk semua mata pelajaran, tanpa buku paket pelajaran, serta sebuah seragam sekolah dan sepatu yang dipakai untuk setahun. Maklum, masyarakat Titehena bermatapencaharian petani dan sebagian besar mengais rezeki hingga ke negeri Jiran. Dan untuk mencegah sepatu cepat robek, setiap anak terpaksa berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki ke sekolah dan sepulang sekolah yang berjarak sekitar 5-7 Km dari rumah tinggal. Sepatu sekolah baru akan dipakai ketika masuk kelas.

Foto Arsip SD Filial, Solor, Flores Timur NTT/Roman Rendusara
Foto Arsip SD Filial, Solor, Flores Timur NTT/Roman Rendusara
Keterbatasan sarana dan prasarana KBM di SD Filial tidak memadamkan semangat anak-anak Titehena untuk belajar. Senyum ria mereka terpancar jelas sepanjang jalan menuju sekolah.

Namun, alam Titehena malam Minggu 5 Pebruari 2017 itu memupuskan semangat anak-anak SD Filial tuk terus belajar. Senyum mereka seakan sirna. Angin topan meluluh-lantakan bangunan serba darurat itu. Semua rata dengan tanah. Tersisa hanyalah tiang bendera yang berdiri mengokoh, seakan menyiratkan pesan, "Bumi tak akan menangis ketika kita jatuh, namun ia akan meneteskan airmata ketika anak-anak Titehena tak mau bangkit lagi".

Foto Arsip SD Filial, Solor, Flores Timur NTT/Roman Rendusara
Foto Arsip SD Filial, Solor, Flores Timur NTT/Roman Rendusara
Saat ini, 71 anak SD Filial, kelas I - IV tak memiliki tempat belajar yang nyaman. Mereka terpaksa belajar di kantor desa dan kapela (gereja kecil untuk rumah ibadat umat Katolik). Sementara kantor desa pun akan direnovasi, hendak ke mana mereka belajar membaca, menulis dan melukis.

Foto Arsip SD Filial, Solor, Flores Timur NTT/Roman Rendusara
Foto Arsip SD Filial, Solor, Flores Timur NTT/Roman Rendusara
Kini SD Filial membutuhkan sentuhan tangan kasih kita, uluran tangan untuk meringankan pembangunan gedung SD Filial di Titihena. Sentuhan kasih semua pihak akan kembali memberikan harapan akan pendidikan anak-anak Titehena yang lebih bermartabat. Uluran tangan kita memulihkan kembali senyum semangat belajar di raut wajah mereka, jika kita tidak menginginkan mereka bersekolah di bawah pohon bidara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun