Juga, bagi penduduk Bena, rumah adalah tempat sikap taat-tunduk kepada Sang Pencipta diletakkan. Beberapa ukiran pada kebapere, yang mengapit dua sisi pintu masuk menuju sa’o one bermakna sujud dan hormat kepada Mataraga (sebagai penghubung antara Penguasa dan manusia yang berdiam dalam rumah).
Motif manu (ayam) merupakan lambang kemuliaan, sebab ayam bisa berpindah ke tempat yang lebih tinggi. Selain itu, ayam jantan sebagai tanda memulai kehidupan. Ayam jantan biasa berkokok di pagi hari pertanda membangunkan manusia untuk memulai aktivitas. Motif jara (kuda) memberikan pesan buti woha boda moe ngai jara.
Artinya, harus bekerja keras seperti kuda supaya hasil kebun melimpah. Kuda juga sebagai moda transportasi kala itu. Motif sawa berbentuk ular atau hewan lain. Sebagai pelindung rumah dari kekuatan jahat. Ukiran pada ngadhu hanya menampilkan sawa dalam bentuk yang lebih tegas, dibagi menjadi tiga bagian dari atas ke bawah. Ukiran ini adalah palu telu, menggambarkan tiga lapisan sosial dalam masyarakat.
Sementara itu, ragam motif sarung tenun ikat di Bena memberikan pesan mirip dengan motif ukiran di atas. Seperti daerah lain di Ngada, umumnya motif bergambar jara (kuda), wa’i manu (cakar ayam), ghi’u (garis dinamis), ube (figur yang memegang tombak), ngadhu dan bhaga. Motif sarung mempunyai disesuaikan dengan jenis kelamin pemakai.
Motif wa’i manu untuk anak-anak, bermakna sedang berada pada langkah awal memulai hidup dan membekali diri dengan ilmu demi masa depan. Motif jara (kuda) bermakna kekuatan dan kerja keras. Selain kuda sebagai sarana transportasi utama. Motif ghi’u berbentuk kurva melengkung seperti gunung sebagai tanda manusia harus siap menghadapi hidup yang dinamis.
Motif ube adalah figur memegang tombak, simbol pertahanan dan perlindungan diri dari musuh. Motif ngadhu, berarti seorang laki-laki dewasa harus melindungi keluarga, mencari nafkah dan penegak nilai-nilai kebajikan. Motif mbaga dipakai perempuan yang sudah beranak sebagai simbol kesuburan. Warna dasar sarung sama umumnya di Ngada adalah hitam.
Namun yang membedakan tenun ikat Bena dengan kampung lainnya terletak pada penggunaan warna dasar motif biru nila. Kekhasan motif Bena adalah garis tepian merah dan kuning pada tepi bawah.
Bapak Paulus, salah seorang penduduk Bena, berpesan jelas, “Ema, ini (Bena) sudah milik umum. Bukan lagi milik orang Bena saja. Setiap hari orang-orang datang. Banyak bule-bule. Kita jaga sama-sama”.
Awan mulai bergandengan tangan. Perlahan turun dari Puncak Inerie. Kami bergegas meninggalkan kampung Bena.
=================