MENGUNJUNGI Ende, Flores, NTT belum dirasa lengkap apabila belum menikmati matahari terbenam di ujung pelabuhan laut Ende. Pelabuhan laut Ende baru saja dua tahun lalu, 12 Mei 2014, diganti dengan nama Pelabuhan Bung Karno. Pemberian nama pelabuhan yang terletak di Kelurahan Rukun Lima, Kecamatan Ende Selatan, ini sebagai kenangan akan Bung Karno, menemukan lima butir Pancasila di Ende, 1934-1938.
Tidak seperti pelabuhan laut lain, pelabuhan Bung Karno menyajikan keindahan yang tak mudah diungkap dengan kata-kata. Menyaksikan semburat sinar senja di ufuk barat, terlihat seperti gadis muda malu-malu mengintip dari balik gunung Ebulobo sana, berkasnya membias, membentuk sorotan kuning kemerahan di sisi Pulau Ende, lalu hilang merayap bersama temaram yang menggusur pergi. Keindahan ini hanya dari pelabuhan Bung Karno Ende kita bisa berdecak kagum.
Kini, pelabuhan Bung Karno semakin ramai dengan kehadiran KM Mila Utama dan KM Mahkota Nusantara. Dua kapal jenis roro ini yang mengangngkut penumpang dan barang dari dan ke Surabaya ini pun sangat ramah dengan warga Kota Ende yang ingin melihat dari dalam. Lebih dari sekali saya ikut bersama warga lain yang berbondong-bondong, masuk ke dalam KM Mahkota Nusantara. Hanya sekedar melihat-lihat secara lebih dekat. Yah, namanya saja orang gunung seperti saya pasti jarang melihat kapal besar. Ini semacam obyek wisata baru. Beberapa warga asyik berselfi-ria. Saya pun senang, akhirnya bisa melihat kota Ende dari atas kapal itu.
Dan saya pun ikut pulang. Singgah sebentar menikmati kopi Kelimutu racikan petani Desa Golulada, Kecamatan Detusoko di Pantai Ria – persis sepelemparan batu dari pelabuhan Bung Karno. Nikmatnya sangat berani. Ditemani pisang goreng gurih dan renyah. Serasa saya sedang menyentuh bibir surga.