Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesan dari Flores untuk Nusantara

1 Februari 2014   14:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:15 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KEMARIN, pada 30 Januari 2014, saya mengikuti RAT XXV Koperasi Kredit AMPERA. Ini adalah salah satu kewajiban saya sebagai anggota Kopdit AMPERA. Dari kota Ende, Rajawawo (yang tercakup dalam wilayah historis yang sering dikenal Tana Zozo) bisa ditempuh dalam waktu 1 jam perjalanan. Waktu yang cukup terasa lama sebab melewati jalan yang menanjak. Baru sekitar 5 km memasuki kampung Kekandere (tempat kantor) jalan sudah rata, berserakan kerikil – kerikil aspal lepas. Beberapa titik ada lumpur dan lubang yang menganga. Ini sudah menjadi santapan harian masyarakat Rajawawo (Tana Zozo) bila ke dan atau dari kota Ende. Walau demikian, kondisi pegunungan dan udara sejuk khas pedesaan siap menyapa saya. Barisan pohon kakao melambai tangan, pohon kemiri dan kelapan turut mendampinginya.

[caption id="attachment_319643" align="aligncenter" width="300" caption="Kantor Kopdit AMPERA yang representatif - DOK PRIBADI"][/caption]

Setelah memparkir ‘kuda’ kesayangan, saya bergegas ke panggung utama tempat berlangsungnya RAT. Suasana sudah sangat ramai, dipenuhi 700-an anggota, undangan dan simpatisan lainnya. Di pintu masuk ada penerima tamu yang siap mempersilahkan saya untuk mengisi buku daftar hadir anggota.

[caption id="attachment_319644" align="aligncenter" width="320" caption="Jajaran Pengurus dan Pengawas (Periode 2014 - 2017) -DOK PRIBADI "]

13912397551223750619
13912397551223750619
[/caption]

Memasuki usianya yang ke 25 tahun pada RAT Tahun Buku 2013 ini, Koperasi Kredit Ampera yang terletak di Kekandere, Kec Nangapanda, Kab Ende, Flores NTT telah mengumpulkan anggota sebanyak 788 anggota. Asset sebesar Rp2,9 M dan Modal simpanan anggota sebesar Rp2,2 M. Dilengkapi dengan tempat pelayanan (kantor) dua lantai dan aula terbuka yang bisa digunakan untuk kegiatan kemasyarakatan di desa.

Menjawab kemajuan dan perkembangan teknologi yang semakin cepat, Kopdit AMPERA sudah menyentuh teknologi. Pelayanan kepada anggota sudah berbasi IT, menggunakan komputerisasi dengan sistem jaringan LAN. Buku anggota sudah dicetak seperti lembaga keuangan lain yang didukung program Sikopdit CS. Dalam menyajikan informasi kepada masyarakat luas, Kopdit AMPERA sudah mengembangkan website. Hanya sayang, sarana yang ada belum didukung dengan listrik yang menyala dan padam sesuka hati. Alasan apa tidak jelas, mau musim kemarau atau musim hujan seperti sekarang ini. Tanpa pemberitahuan. Ini yang menyebabkan banyak perangkat komputer rusak dan penampung arus, UPS terpaksa jebol sebelum masa penyusutannya berakhir.

Pengurus Kopdit AMPERA menyadari bahwa pertumbuhan dan perkembangan aset serta anggota masih sangat lambat. Hal ini disadari sebagai pendorong bekerja lebih giat dan profesional demi mendongkrak ekonomi desa di Tana Zozo tercinta. Meski begitu, Kopdit AMPERA sudah meneguhkan diri sebagai sarana pemberdayaan ekonomi berbasis kearifan dan budaya masyarakat setempat.

Saya terkesan dengan beberapa istilah adat yang dihidupkan kembali dalam Kopdit AMPERA. Yang pertama, ada istilah adat ka ma’e mbeja, pesa ma’e sawe (bah Ende, artinya ‘santap tidak boleh sampai habis dan makan tidak tidak boleh sampai selesai’). Nenek moyang orang Tana Zozo mengajarkan ini ketika panen hasil ladang, jagung dan padi. Setiap hasil panen disimpan di dalam “soku” (lumbung). Soku sebagai tempat cadangan makanan di musim pra panen. Ia juga menyediakan bibit padi dan jagung untuk ditanam. Itu makna “ka ma’e mbeja, pesa ma’e sawe”. Hasil panen jangan sampai dimakan dan dikonsumsi sampai habis, tidak ada sisa. Dalam cakupan lebih luas, filosofi ini membawa pesan supaya kita selalu menabung. Menabung berarti menyediakan cadangan demi masa depan kita. Dan Kopdit AMPERA adalah soku yang dibangun dalam filosofi nan luhur ini.

Yang kedua, ada ungkapan “wangga papa jaga, su’u papa juzu” (bah Ende, artinya ‘pikul harus sama – sama jaga, dan junjung harus sama – sama berurutan’). Kehadiran Kopdit AMPERA memikul tanggung jawab sosial masyarakat Tana Zozo. Visi dan misi menguatkan dan memberdayakan ekonomi keluarga yang didukung dengan pelayanan, tata kelola keuangan dan organisasi yang profesional. Terurai persatuan dan kerja sama yang tak bisa dipisah-lepaskan oleh sekat – sekat agama dan kampung. Semua bersatu, sama – sama memikul tanggung jawab keberhasilan ekonomi masyarakat. Semua bersatu menjunjung ekonomi keluarga yang mandiri dan solid. Tidak ada lagi agama ini dan itu. Semua sama. Satu dalam keluarga Tana Zozo.

[caption id="attachment_319645" align="aligncenter" width="320" caption="Bergandengan Tangan dalam Tarian Gawi, simbol kerjasama dan persaudaraan - DOK PRIBADI"]

1391239986623520758
1391239986623520758
[/caption]

Yang ketiga, seperti kata Marselinus Y. W Petu, Ketua DPRD Ende sekaligus Bupati terpilih periode 2014 – 2018, menjelaskan lima makna kerjasama berdasarkan jari tangan kita demi membangun ekonomi masyarakat. Dihitung dari ibu jari, yakni Gege(menarik tangan untuk mengajak berjalan bersama), Sike (memapah yang tidak mau atau membujuknya), Ako (menggendong), Wangga (memikul) dan Su’u (menjunjung di atas kepala). Lima filosofi tangan menurut budaya Ende ini yang mau dihidupkan kembali oleh Kopdit AMPERA. Bukan tidak mungkin, masyarakat Tana Zozo yang kental dengan kerja sama dan solidaritas akan menghirup indahnya kebersamaan. Merasa menjadi sebuah keluarga yang tidak mungkin diracuni oleh kepentingan politik dadakan.

[caption id="attachment_319646" align="aligncenter" width="320" caption="Bergandengan Tangan dalam Tarian Gawi, simbol kerjasama dan persaudaraan - DOK PRIBADI"]

13912400951436959362
13912400951436959362
[/caption] Sekiranya, saya merasa tiga pesan penting tadi menjadi kado tak ternilai bagi bangsa dan negara ini. Memang koperasi bukan sistem ekonomi satu – satunya di negeri ini. Ada kapitalisme yang bertengger di puncaknya yang kian kuat. Ada liberalisme yang menghantui. Dan ada neoliberalisme yang masih belum diakui namun sudah sangat nampak. Setelah acara RAT, hati saya terenyuh dan mengatakan, “seandainya Indonesia seperti Kopdit AMPERA ini dan sistem ekonominya murni ekonomi koperasi, mengapa TIDAK?”. Nilai dan semangat kekeluargaan dari Tana Zozo (Flores) menjadi spirit bangsa ini dalam pembangunan ekonomi yang integral dan humanis. ditulis Roman Rendusara, Staf Audit dan Diklat pada Pusat Koperasi Kredit Flores Mandiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun