Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara adalah nama pena. Tinggal di Kepi, Desa Rapowawo, Kec. Nangapanda, Ende Flores NTT. Mengenyam pendidikan dasar di SDK Kekandere 2 (1995). SMP-SMA di Seminari St. Yoh. Berchmans, Mataloko, Ngada (2001). Pernah menghidu aroma filsafat di STF Driyarkara Jakarta (2005). Lalu meneguk ilmu ekonomi di Universitas Krisnadwipayana-Jakarta (2010), mengecap pendidikan profesi guru pada Universitas Kristen Indonesia (2011). Meraih Magister Akuntansi pada Universitas Widyatama-Bandung (2023). Pernah meraih Juara II Lomba National Blog Competition oleh Kemendikristek RI 2020. Kanal pribadi: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Batu Bisa Memaki

4 Oktober 2012   01:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:17 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13493133941829391400

Jalur selatan Flores yang menghubungkan kecamatan Aimere dengan kecamatan Jerebu’u, kab Ngada NTT terlalu jauh untuk ditempuh dalam waktu beberapa menit saja. Aspal – aspal jalan sudah berlobang dan terlepas. Di beberapa titik terlihat retak. Cukup membuat pinggang kita sakit atau longgar. Andai jalannya beraspal hotmix mungkin bisa ditempuh dalam waktu 30 menit dengan jarak 40-ankm itu.

Saya berhenti sejenak pada sebuah titik sekedar untuk melonggarkan pinggang, persis di Kampung Ruto - sekitar 10km dari kota kecamatan Aimere. Tiba – tiba sontak, saya kaget, pandangan mata saya tertuju pada sebuah batu dengan tulisan seperti di bawah ini.

[caption id="attachment_216187" align="alignnone" width="619" caption="Ketika Batu Bisa Maki (dokpribadi)"][/caption]

Setelah itu saya coba berpikir apa maksud dari tulisan makian seperti ini. Apakah larangan dengan tulisan sebagaimana biasanya tidak cukup untuk melumpuhkan niat jahat orang yang mau memotong kayu gamal? Atau, media komunikasi sosial yang hidup dalam bingkai kearifan lokal Ngada telah ”bereinkarnasi” dalam benda mati?

Sepositif apapun pesan yang mau disampaikan pemilik kebun kepada orang – orang yang mungkin mau “mengambil” kayu gamal, toh tulisan seperti ini jauh dari norma kesopanan umum. Mungkin maksud baik tapi cara yang tidak tepat dan sopan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun